Selasa, 21 Agustus 2012

Intelijen Zaman Rasulullah SAW



Sebagai negara yang memiliki kedaulatan, Madinah (pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) juga memiliki sejumlah perangkat fital untuk melindungi diri, baik ancaman dari luar, maupun dalam. Dan intelijen adalah salah satu perangkat itu.Terutama saat terjadi krisis antara Madinah dengan musuh-musuh dakwah, seperti Quraish, beberapa kabilah Yahudi sampai imperium Romawi, kekuatan intelijen Muslim telah melakukan perannya dengan sangat baik. Sehingga tak jarang, berbagai pertempuran dimenangkan berkat lihainya para informan, dalam memperoleh informasi mengenai kekuatan lawan. Sekalipun tidak bisa dipungkiri bahwa ada faktor lainnya yang juga ikut berperan, bantuan Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT).Tidak hanya para sahabat Rasulullah SAW yang bergerak dalam sektor ini. Beliau sendiri pernah melakukan aktivitas intelijen di beberapa kesempatan.

Perang Intelijen Saat Perang Badar

Para informan sama-sama melakukan peran mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) sendiri ikut ambil bagian dalam aktivitas ini
Kala itu, Rasulullah (SAW) bertolak dari desa Dafiran, untuk melakukan perjalanan menuju sebuah tempat dekat Badar. Tidak ada yang menemani perjalanan beliau, kecuali Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu anhu (RA). Di tempat itu, beliau bertemu dengar seorang laki-laki tua yang tinggal di pedalaman gurun (badui). Rasulullah SAW lalu bertanya perihal kedatangan kaum Quraish, juga kedatangan pasukan beliau sendiri. Lelaki itu menolak memberikan informasi, kecuali setelah beliau berdua membuka identitas.
Rasulullah SAW tidak menyerah dengan jawaban itu, beliau membalas, ”Jika engkau memberi tahu kami, maka kami memberi tahu kalian.” Memperoleh jawaban demikian, orang tua itu memastikan,”Apakah dengan memberi tahu tentang mereka, kalian memberi tahu dari siapa kalian?” Rasulullah SAW menjawab, ”Iya.”

Akhirnya lelaki tua itu membuka mulut, ”Telah sampai kepadaku berita bahwa Muhammad dan para sahabatnya keluar dari Madinah pada hari begini-begini. Jika yang memberitahuku jujur, maka mereka hari ini sudah sampai tempat begini-begini. Dan telah sampai kabar kepadaku bahwa Quraish keluar dari Makkah pada hari begini-begini, kalau yang memberi tahuku jujur, maka pada hari ini mereka sudah sampai tempat begini-begini.”
Setelah lelaki itu memberikan informasinya, ia ganti bertanya kepada Rasulullah SAW, “Dari siapa kalian?” Rasulullah SAW menjawab sambil berlalu meninggalkan lelaki tua itu, ”Kami dari air…”

Informasi yang diberikan laki-laki tua itu amatlah berharga bagi umat Islam. Karena dengan mengetahui kondisi musuh, maka pasukan Islam memiliki persiapan lebih matang dan informasi itu bisa dijadikan pijakan dalam menentukan strategi bertempur. Bahkan lebih dari itu, walau mendapat informasi lengkap, karahasiaan identitas kaum Muslimin tetap terjaga. Ini bisa terwujud karena Rasulullah SAW menyembunyikan identitas. Maka pihak Quraish pun tidak bisa mengorek keterangan dari laki-laki Badui tersebut mengenai kondisi pasukan Muslimin.

Rasulullah SAW tidak hanya menyembunyikan identitas, tapi beliau menutup kemungkinan laki-laki itu untuk berpikir bahwa beliau berdua begian dari kelompok Muslim, dengan menanyakan keadaan pasukan Muslim sekaligus pasukan Quraish kepadanya. Tentu cara yang ditempuh Rasulullah SAW ini adalah cara yang amat cerdik.
Peristiwa yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam dalam As Sirah An Nabawiyah (2/459) itu menunjukkan bahwa praktek intelijen telah digunakan sejak masa Rasulullah SAW, juga menunjukkan bahwa beliau sendiri amat memperhatikan pentingnya aktivitas ini, guna melawan kekuatan Quraish.

Tidak hanya kaum Muslimin yang melakuan pengintaian, pihak Quraish juga memiliki orang-orang pilihan untuk melakukan spionase. Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa setelah berdekatan dengan lembah Badar, kaum Quraish mengutus Umair bin Wahb Al Jamhi, untuk mencari tahu kekuatan pasukan Muslimin.
Tidak membutuhkan waktu lama, laki-laki ini kembali dengan membawa kabar bahwa jumlah pasukan Muslimin sebanyak 300 laki-laki, dengan beberapa tambahan. Akan tetapi, ‘intel musyrikin’ ini masih belum puas dengan informasi ini. Ia minta izin untuk kembali, guna memastikan apakah jumlah itu jebakan, atau masih ada bantuan pasukan lainnya. Dan setelah ia melakukan pengintaian lagi, ia begitu yakin, ”Mereka tidak memiliki tempat berlindung, kecuali dengan pedang-pedang mereka,” katanya
Mengetahui Kekuatan Musuh dari Jumlah Logistik

Adapula aktivitas intelijen lainnya. Rasulullah SAW kembali ke pasukan, tapi beliau masih perlu mengutus Ali bin Abi Thalib, Az Zubair bin Awam, dan Sa’ad bin Abi Waqash untuk mencari informasi mengenai kekuatan pasukan musuh. Sedangkan Rasulullah SAW menyusul kemudian.
Dikisahkan, setelah dekat sumur Badar Ali bin Abi Thalib beserta Az Zubair bin Awam bertemu dengan dua orang budak. Setelah ditanya, mereka mengaku sebagai pemberi minum kaum Quraish. Namun, karena pengakuan itu, mereka berdua dipukuli oleh sekelompok orang yang juga berada di tempat itu. Hingga akhirnya, mereka mengatakan bahwa mereka pembantu Abu Sufyan, dan sekelompok orang tersebut berhenti mumukul dan meninggalkan mereka berdua. Rasulullah SAW yang saat itu berada di tempat itu menegaskan kepada para sahabat bahwa pemukulan terhadap kedua budak itu menunjukkan bahwa keduanya berkata benar, bahwa mereka memang dari kaum Quraish.

Akhirnya ganti Rasulullah SAW yang bertanya kepada kedua budak itu, ”Berapa jumlah mereka?” Mereka menjawab, ”Banyak.” Rasulullah SAW kemudian menanyakan jumlah hewan yang dipotong untuk mereka setiap harinya. ”Kadang sembilan, kadang sepuluh ekor.” Informasi sederhana itu amat cukup bagi Rasulullah SAW, hingga akhirnya beliau berkesimpulan bahwa jumlah mereka antara sembilan ratus hingga seribu.
Informasi mengenai pasukan musuh terus-menerus dikumpulkan. Tidak hanya oleh Rasulullah SAW sendiri, tapi para sahabat juga ikut berpartisipasi. Seperti yang dilakukan oleh Basbas bin Amru dan Adi bin Abi Az Zaghba’. Mereka sama-sama bertolak menuju Badar. Setelah tiba di sumur Badar, mereka bertemu dua budak perempuan yang saling berebut mengambil air. “Besok atau lusa akan datang kafilah, bekerjalah untuk mereka…” Setelah itu, budak lainnya mengalah. Kedua sahabat Rasulullah SAW tersebut mendengar percakapan itu, akhirnya mereka kembali untuk memberi kabar kepada Rasulullah SAW mengenai kedatangan pasukan Quraish.

Itulah sekilas mengenai aktivitas intelijen menjelang meletusnya perang Badar, yang terjadi pada Jumat pagi, 17 Ramadhan tahun kedua setelah hijrah.

Boleh Berbohong Saat Perang

 Dalam operasi intelijen, menyembunyikan identitas adalah hal mutlak diperlukan. Sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW saat bertemu dengan laki-laki Badui, ketika beliau bermaksud mengorek keterangan. Kepada lelaki itu beliau tidak terus terang menjawab bahwa beliau adalah Rasulullah SAW, walau laki-laki itu bertanya. Beliau hanya jawab “Dari air…”, maksudnya diciptakan dari air mani.

Yang dilakukan Rasulullah SAW tidak bisa disebut kebohongan, tapi inilah yang disebut tauriyah, yakni mengungkapkan fakta, walau fakta itu bukan fakta yang diinginkan oleh lawan bicara.
Adapun berbohong dalam arti sesungguhnya, yakni mengungkapkan hal yang berbeda dengan fakta, Imam Al Ghazali yang diikuti oleh Imam An Nawawi, dalam Al Adzkar (hal. 608-610), menyatakan kebolehannya, jika dilakukan dalam peperangan dan untuk kemaslahatan umat Islam. Tapi ada satu syarat: bahwa itulah satu-satunya cara.

Pendapat tersebut berdasarkan pada Hadits yang diriwayatkan oleh Umu Kultsum, ”Dan aku tidak mendengar beliau memberi rukhshah (keringanan) sama sekali dari apa yang dikatakan oleh manusia, kecuali dalam tiga hal: peperangan, memperbaiki hubungan manusia, serta pembicaraan laki-laki terhadap istrinya atau istri terhadap suaminya. (Riwayat Al Bukhari).

Operasi Intelijen Madinah

Aktivitas intelijen Madinah, dari mencari informasi kekuatan dan menyusup ke barisan lawan, hingga mencari jejak
Kiprah intelijen Madinah, tidak hanya terekam saat perang Badar terjadi. Dalam beberapa kondisi krisis lainnya, peranan intelijen juga terlihat. Berikut ini, beberapa operasi intelijen Madinah, yang telah dicatat oleh para sejarawan Muslim.
Intel Madinah Menyusup ke Tengah Barisan Musuh

Saat Yahudi dan Quraish melakukan koalisi untuk melakukan penyerangan terhadap Madinah, pihak Muslim berhasil mengetahui rancana itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) kemudian memerintahkan para sahabat membuat parit, guna membentengi Madinah, hingga terjadilah perang Khandaq di bulan Syawal tahun ke-5 setelah hijrah.
Tatkala pasukan Quraish tertahan di luar parit, dan berhadapan dengan angin yang berhembus amat kencang, Rasulullah SAW segera memerintahkan Hudzaifah bin Yaman menyusup ke dalam berisan musuh. Tanpa banyak kesulitan, beliau berhasil bergabung dengan kelompok Quraish, dan mendapatkan informasi bahwa Abu Sufyan, memerintahkan pasukannya untuk kembali ke Makkah, disebabkan cuaca buruk.

Lebih dari itu, saat itu Hudzaifah sebenarnya memiliki peluang membunuh Abu Sufyan, ”Kalau seandainya Rasulullah SAW tidak berpesan kepadaku agar tidak ada yang terbunuh hingga aku kembali, maka aku akan membunuhnya dengan busur.” (As Sirah An Nabawiyah, 3/154,166)

Intel Quraish Tertangkap

Diriwayatkan oleh Abu Ishaq, kaum Quraish telah mengirim 40 atau 50 mata-mata ke Madinah. Mereka sempat mengelilingi kamp pasukan Muslim untuk membunuh salah satu dari mereka. Akan tetapi mereka berhasil ditangkap, namun kemudian mereka dibebaskan oleh Rasulullah SAW, dan dibiarkan kembali ke Makkah. Peristiwa ini terjadi menjelang Baiat Ridhwan.
Intel Madinah Ungkap Kekuatan Heraklius

Kala itu, tiga ribu pasukan Muslim sudah berada di Syam untuk melawan pasukan Heraklius. Pasukan Muslim berhasil memperoleh informasi bahwa kekuatan pasukan Romawi itu berjumlah 100 ribu orang dan mereka sudah berada di Mab, sebuah desa di Syam. Dengan bekal informasi itu, mereka hendak melaporkan kekuatan musuh ke Madinah, hingga Rasulullah SAW mengirim bantuan atau memerintahkan untuk tetap bertempur.

Tapi, Abdullah bin Rawahah selaku salah satu pemimpin terus memberi semangat agar mereka tetap bertempur, hingga pertempuran tidak dapat dielakkan. Peristiwa itu dikenal dengan Perang Mu’tah, yang terjadi pada bulan Jumadi Al Ula tahun ke-8 setelah hijrah.
Fathu Makkah, Intel Madinah Dahului Intel Quraish

Sebelum Rasulullah SAW keluar menuju Makkah, beliau telah memerintahkan para sahabatnya untuk mengirim mata-mata guna mencari tahu keadaan kaum kafir Quraish, sebagaimana diriwatkan oleh Imam At Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir.
Dengan demikian, tak heran kalau di wilayah Mur Adz Dzahran, tempat Rasulullah SAW dan 10 ribu pasukan beliau singgah, berita mengenai Quraish sudah diketahui sedangkan berita mengenai gerakan pasukan Rasulullah SAW tidak ada yang mengetahui, termasuk oleh penduduk desa tersebut.

Berbeda dengan gerakan intelijen Madinah, di waktu yang sama, beberapa lelaki Quraish seperti Sufyan bin Harb, Hakim bin Hizam, serta Badil bin Warqa’ baru keluar untuk berusaha mencari informasi mengenai gerakan pasukan Muslim.
Dengan demikian, penduduk Makkah sendiri tidak sempat menyusun kekuatan secara matang, hingga terjadilah peristiwa Fathu Al Makkah pada bulan Ramadhan tahun ke-9 setelah hijrah.

Intelijen dalam Perang Hunain

Setelah Kabilah Hauzan mendengar bahwa Makkah sudah dikuasai oleh kaum Muslimin, Malik bin Auf An Nashri, salah satu pemuka kabilah mengumpulkan para pemuka lainnya. Mereka sepakat melakukan penyerangan terhadap Rasulullah SAW dan kaum Muslimin. Seperti biasanya, sebelum berangkat mereka mengirim beberapa mata-mata. Akan tetapi, mata-mata itu gagal dan tercerai berai, karena berhadapan dengan seorang penunggang kuda yang tidak mereka kenal.

Sebaliknya, Rasulullah SAW telah mengirim Abdullah bin Abi Hadrad Al Aslami, untuk menyusup, dan bermukim di Hauzan. Selama tinggal di sana, beliau berhasil mendapatkan informasi yang berasal dari pembesar Hauzan, Malik bin Aufah An Nashri. Informasi itu menyangkut semua hal yang terjadi di sana, termasuk kesepakatan mereka untuk melakukan serangan kepada Rasulullah SAW.
Akhirnya, Rasulullah SAW memutuskan membawa 12 ribu pasukan menuju Hauzan. Sesampai di lembah Hunain, ternyata pasukan Musyrikin sudah menunggu terlebih dahulu, hingga berkecamuklah Perang Hunain pada tahun ke-8 setelah hijrah, pasca Fathu Makkah.

Karz bin Jabir, Ahli Pencari Jejak

Mencari jejak adalah keahlian Karz bin Jabir, hingga Rasulullah SAW memerintahkannya untuk mengejar beberapa orang pembunuh penggembala Rasulullah SAW yang bernama Yasar. Tidak memerlukan waktu lama, Karz bin Jabir bersama beberapa orang lainya berhasil membekuk para pelaku dan membawa mereka ke hadapan Rasulullah SAW.

Penggunaan Sandi dalam Pertempuran
 Seperti yang biasa berlaku dalam dunia intelijen dan militer modern, guna membedakan siapa kawan dan lawan, pasukan Muslim pada zaman Rasulullah SAW memiliki sandi khusus. Dalam berbagai peperangan berbagai macam sandi telah digunakan. Berikut ini sandi-sandi tersebut:

Dalam pertempuran Khandaq dan Bani Quraidhah, pasukan Muslimin menggunakan sandi, “Haamiim, la yunsharun.” (Riwayat Abu Dawud), yang menurut salah satu penafsiran, bermakna bahwa Allah tidak bisa dikalahkan, karena Haamiim menurut penafsiran ini adalah salah satu dari nama Allah Ta’ala.
Dalam pertempuran melawan Bani Malmuh, yang dilakukan malam hari, digunakan sandi, “Amit..amit.” (As Sirah An Nabawiyah, 4/472), yang maknanya, “bunuhlah…bunuhlah”.
Sedangkan saat Fathu Makkah, perang Hunain dan Thaif sandi yang digunakan kaum Muhajirin adalah “Ya Bani Abdirrahman,” sedangkan sandi kabilah Khazraj adalah, “Ya, Bani Abdillah,” dan sandi kabilah Aus adalah “Ya Bani Ubaidillah.”
Di kesempatan lain Rasulullah SAW saat melepas pasukan kecil yang dipimpin oleh Talhah, beliau bersabda, ”Sandi kalian Ya Ashr.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah). Ashr bermakna sepuluh, menggunakan sandi ini karena jumlah mereka sepuluh orang.
Memeriksa Boleh, Memaksa Mengaku Dilarang

Dalam interogasi sering terjadi penyiksaan untuk mendapat pengakuan. Bolehkah itu dilakukan?
Hatib bin Abi Balta’ah termasuk golongan Muhajirin. Bahkan beliau adalah salah satu ahlu Badar, dan sudah tinggal di Madinah selama beberapa tahun bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW). Suatu kali ia merasa risau atas rencana Rasulullah SAW mengirim pasukan ke Makkah karena takut terjadi apa-apa atas keluarganya yang masih tinggal di sana.

Hatib kemudian punya inisiatif mengabarkan kepada para keluarganya mengenai rencana Rasulullah SAW itu secara diam-diam. Caranya, dengan menitipkan sebuah surat kepada salah satu wanita budak Bani Abdul Muthalib untuk disampaikan kepada keluarganya itu. Tentu, yang dilakukan Hatib bisa membocorkan rahasia rencana penyerangan ke Makkah. Dan di sini keselamatan ribuan pasukan Muslim menjadi taruhannya.

Rasulullah SAW menerima “kabar langit” tentang apa yang dilakukan Hatib. Beliau kemudian segera mengutus Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam, untuk mengejar wanita itu. Ternyata, wanita pembawa pesan itu sudah sampai di tempat persinggahan Al Khaliqah, yang berjarak 12 mil dari Madinah.
Setelah mendapatinya, kedua sahabat Rasulullah SAW tersebut meminta wanita itu turun dari kendaraan, dan memeriksa kendaraan yang ditungganginya. Akan tetapi mereka tidak menemui apa yang dicari. Mereka yakin bahwa yang dikatakan Rasulullah SAW pasti benar, hingga Ali bin Abi Thalib mengatakan, ”Tunjukkan tulisan itu! Atau kami akan memeriksamu!” Melihat keduanya tampak serius, wanita itu mengeluarkan tulisan yang diselipkan di sela-sela kain di kepalanya.

Setelah memperoleh bukti yang jelas, Rasulullah SAW memanggil Hatib bin Abi Balta’ah, guna mengatahui apa yang mendorongnya berbuat demikian. “Wahai Hatib, kenapa engkau melakukan hal ini?” Hatib menjawab, ”Wahai Rasulullah, demi Allah saya benar-benar orang yang beriman terhadap Allah dan Rasul-Nya. Saya tidak berubah dan menggantinya. Hanya saya tidak memiliki keluarga, sedangkan anak-anak saya berada dalam asuhan mereka (Quraish), maka saya melakukan itu untuk mereka.”
Saat itu, Umar bin Al Khaththab yang ikut serta bersama Rasulullah SAW kelihatan marah. ”Wahai Rasulullah,” kata Umar, “Izinkan saya untuk memenggal lehernya, sesungguhnya laki-laki ini telah melakukan nifaq.” Rasulullah SAW membalas perkataan Umar, ”Tidak tahukah engkau wahai Umar, bahwa Allah telah memperhatikan ahlu Badar, dan berfirman, ”Kerjakan semau kalian, Aku telah mengampuni kalian.” (As Sirah An Nabawiyah, 4/308).

Syaikh Said Ramadhan Al Buti menyebutkan dalam bukunya, Fiqh As Sirah, bahwa beberapa pihak berpendapat bolehnya menggunakan berbagai cara agar tersangka mengaku. Mereka mengambil argumen dari kisah Ali yang menghardik dan mengancam budak Bani Abdul Muthalib itu.
Ulama Syiria ini menjelaskan bahwa kisah di atas tidak bisa dijadikan argumen untuk menopang pendapat itu, karena beberapa sebab.

Pertama, budak tersebut posisinya tidak lagi sebagai tersangka belaka, melainkan pelaku hakiki yang informasinya berasal dari wahyu. Dan ini bersifat qath’i, lebih kuat daripada iqrar (pengakuan) si pelaku sendiri. Sehingga praktek penyiksaan tersangka agar yang bersangkutan mengaku tidak bisa diqiyaskan dengan kasus di atas, karena hanya didasari dengan prasangka dan perkiraan, yang berasal dari manusia biasa yang tidak maksum. Sehingga kisah di atas tidak bisa dijadikan dasar untuk melegalkan praktek penyiksaan guna mengorek pengakuan seorang yang statusnya masih tersangka.

Kedua, membuka baju untuk melakukan pemeriksaan tidak seperti penyiksaan dan penahanan, sehingga tidak pula bisa diqiyaskan. Yang pertama dibolehkan, yang kedua tidak dibolehkan.
Pengakuan karena Paksaan Tak Berlaku
Para ulama madzhab empat telah bersepakat bahwa pengakuan yang disebabkan paksaan tidak bisa dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman. Berikut, pandapat mereka:
Madzhab Hanafi
Al Kasani menyebutkan, bahwa kerelaan adalah salah satu aspek yang menentukan bahwa sebuah pengakuan itu sah atau tidak. Dengan demikian, maka pengakuan orang yang dipaksa tidak sah. (Bada’i’ As Shana’i’, 7/224).
Madzhab Maliki
Qadhi Sahnun menyebutkan masalah hukum pihak yang mengaku setelah diancam, baik dengan diikat, dipenjara serta dipukul, tidak berlaku hadd. Imam Malik mengatakan, ”Tidak diberlakukan kepadanya hadd, kecuali ia mengakui hal itu dengan rasa aman dan tanpa rasa takut.” (Al Mudawwanah, 16/93).
Madzhab Syafi’i
Al Imrani mengatakan, ”Tidak diterima pengakuan orang yang dipaksa, Sabda Rasulullah SAW, ’dingkat (dimaafkan) untuk umatku kesalahan, lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya.’ Dan karena orang yang dipaksa tidak masuk dalam golongkan mukallaf. (Al Bayan, 13/418).
Madzhab Hanbali
Ibnu Qudamah mengatakan, ”Kalau seorang laki-laki dipukul agar ia mengaku berzina, tidak wajib atasnya hadd, dan tidak bisa ditetapkan bahwa ia berzina. Saya tidak mengetahui para ulama khilaf, bahwa seorang yang dipaksa mengaku tidak wajib atasnya hadd.”.
SUMBER:   http://www.suara-media.com/2011/08/intelijen-zaman-rasulullah-saw.html

SOSOK-SOSOK INTEL YANG MELEGENDA




Sebagai panglima perang, Rasulullah SAW memiliki kemampuan untuk membaca keistimewaan yang dimiliki para shahabatnya, untuk menempatkan mereka sesuai dengan bakat dan kesanggupannya.
Tak heran jika Rasulullah memiliki beberapa orang yang bisa disebut spion. Selain memata-matai pergerakan musuh, tugasnya mereka adalah memegang teguh daftar nama-nama orang munafik dan memata-matai mereka.
Itulah bukti bahwa Nabi sudah memikirkan betapa pentingnya intelijen. Prinsip intelijen yang dilakukan Nabi SAW adalah menggunakan informasi satu pintu. Dari para agen langsung kepada Rasul dan tidak membocorkan pada orang lain, termasuk kepada para shahabat, bahkan istrinya sendiri.
Berikut ini adalah para shahabat Nabi, yang pernah ditugaskan menjalankan operasi intelijen di jantung musuh:

Hufzaifah Ibnul Yaman, Intel Nabi

Dalam sejarah Islam tercatat nama Hudzaifah Ibnul Yaman sebagai salah satu agen intelijen atau spion andalan Rasulullah dalam menghadapi orang-orang kafir dan munafik yang ingin memerangi Islam dan kaum Muslimin.
Ibnul Yaman yang mendapat gelar Shahibu Sirri Rasulullah (Pemegang Rahasia Rasulullah) itu dinilai Rasulullah sebagai orang yang bisa dipercaya, mampu menjaga rahasia, memiliki ingatan yang kuat, cerdik dan cerdas dalam mengolah informasi. Ibnul Yaman juga dikenal sosok yang mudah bergaul yang memudahkannya untuk menjalankan operasi mata-mata.
….Rasulullah menugaskan Ibnul Yaman untuk memata-matai pasukan kafir Quraisy yang berkekuatan 10.000 ribu orang ….
Salah satu tugas penting yang diemban Ibnul Yaman adalah pada saat Perang Khandaq (Perang Parit). Ketika itu, Rasulullah menugaskan Ibnul Yaman untuk memata-matai pasukan kafir Quraisy dari Mekkah yang berkekuatan 10.000 ribu orang, ditambah bantuan kekuatan dari orang-orang Yahudi. Mereka berencana untuk menyerang kota Madinah yang hanya memiliki kekuatan 3.000 orang pasukan perang.
Untuk menghadapi pasukan Yahudi dan Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan, Rasulullah menerapkan strategi bertahan dengan membuat parit di sekeliling kota Madinah. Pada suatu malam, Rasulullah mengutus Hudzaifah Ibnul Yaman untuk menyusup ke tengah pasukan lawan. Ketika Ibnul Yaman ditugaskan di tengah udara yang sangat dingin disertai angin kencang, Rasulullah pun berdoa untuk shahabatnya itu: ”Ya Allah! Lindungi dia, dari hadapan, belakang, kanan, kiri, atas, dan bawah.”
Mudah bagi Ibnu Yaman untuk berbaur ke dalam pasukan lawan, karena Hudzaifah memiliki darah suku bangsa di Mekkah sehingga tidak mudah dikenali sebagai orang asing. Di pihak pasukan lawan, ada kebiasaan yang dilakukan setiap rapat. Sebelum rapat, orang-orang yang hadir harus memastikan bahwa orang-orang di sekelilingnya adalah teman dengan menanyakan nama dan asal-usulnya untuk memastikan bahwa pertemuan mereka aman.
Agar penyamarannya tidak terbongkar, Hudzaifah selalu lebih dulu mencekal tangan orang di sebelahnya dan bertanya ”Siapa namamu? Dari mana asalmu?” Orang yang ditanya akan terkejut karena mengira posisi Hudzaifah pasti salah satu pimpinan tertinggi sehingga bertanya lebih dulu. Orang yang ditanya pun langsung menyebutkan nama serta asalnya. Hudzaifah pun selamat dan bisa mengikuti rapat serta mendapatkan informasi penting dari hasil rapat tersebut. Salah satunya, informasi bahwa pasukan Abu Sufyan akan mundur karena merasa pasukannya tidak akan memenangkan pertempuran melawan Rasulullah dan pasukannya di kota Madinah.
Sebenarnya, pada saat itu posisi duduk Hudzaifah sangat dekat dengan Abu Sufyan sehingga ia bisa saja menebas lehernya jika mau. Namun sebagai spionase dia harus tersamar dan tidak melakukan ha-hal mencurigakan musuh.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai mata-mata, Hudzaifah juga sangat hati-hati dan tidak bersikap yang bisa menimbulkan kecurigaan. Hudzaifah juga sangat kuat memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan Rasulullah SAW kepadanya untuk memegang daftar orang-orang munafik. Bahkan ketika shahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khatthab menanyakan perihal daftar nama itu, Hudzaifah menolak memberikannya.
…Dalam melaksanakan tugasnya sebagai mata-mata, Hudzaifah sangat hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia sangat kuat memegang teguh kepercayaan yang telah diberikan Rasulullah SAW kepadanya….
Tugas lain yang diberikan oleh Rasulullah adalah memonitor orang-orang munafik yang tinggal dikota Madinah. Ketika itu kaum Muslimin menghadapi kesulitan besar dalam menghadapi kaum Yahudi munafik dan sekutunya yang selalu membuat isu-isu dan muslihat jahat terhadap Rasulullah dan para shahabat. Untuk menghadapi kesulitan ini, Rasulullah mempercayakan suatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah Ibnul Yaman Untuk memonitor setiap gerak-gerik dan kegiatan mereka, dengan target memberikan daftar nama orang munafik itu kepada Nabi Saw. Informasi tersebut diperlukan untuk mencegah bahaya yang mungkin dilontarkan musuh terhadap Islam dan kaum muslimin.
Daftar orang-orang munafik harus dihafal tidak boleh dicatat. Informasi ini tidak boleh jatuh ke tangan orang lain, agar tidak menimbulkan keresahan. Kepada orang munafik ini Rasulullah tidak mennyolatkannya jika meninggal.
Umar Bin Khatthab (saat itu sudah menjadi Khalifah) pernah meminta Hudzaifah membeberkan siapa saja orang munafik itu. Namun dengan kukuh dia menolaknya. Untuk mengetahui siapa orang-orang yang masuk daftar orang munafik itu, Umar hanya bisa menunggu dan mengamati jika ada rakyatnya yang meninggal. Kuncinya, jika Hudzaifah tidak menyolatkannya, itu berarti orang tersebut tergolong munafik. Begitulah kisah Hudzaifah Ibnul Yaman Spion penting di zaman pemerintahan Islam.

Abdullah bin Unis

Rasulullah juga pernah melakukan operasi intelijen dan misi rahasia ke pasukan musuh. Seorang shahabat Abdullah bin Unis dikirim Rasulullah menyusup masuk ke dalam pusat kekuatan musuh. Sasaran utama misi itu adalah Bani Lihyaan dari Kabilah Huzail yang dipimpin oleh panglima mereka, Khalid bin Sofyan Al-Hazaly.
Misi ini dilakukan karena umat Islam mendapatkan kabar bahwa Khalid bin Sofyan Al-Hazaly tengah berupaya mengadakan pemusatan kekuatan pasukan gabungan kaum kafir yang cukup besar di daerah Uranah untuk menyerang Islam. Karena itu, Rasulullah mengirim Abdullah bin Unis untuk melakukan misi pengintaian sekaligus penyelidikan untuk membenarkan kabar berita tersebut.
….Rasulullah mengirim Abdullah bin Unis untuk melakukan misi pengintaian sekaligus penyelidikan untuk membenarkan kabar berita tersebut.….
Abdullah kemudian berangkat dan melakukan menyamaran. Tak terduga, di tengah jalan, Abdullah bertemu Khalid yang ditemani beberapa wanita dan pasukannya. Khalid kemudian menyapa Abdullah, “Hai laki-laki, siapa gerangan Engkau?”
Jawab Abdullah, “Saya adalah laki-laki Arab juga. Saya mendengar bahwa engkau telah memusatkan kekuatan pasukan untuk menyerang Muhammad. Apakah benar demikian?” tanya Abdullah. Dan tanpa curiga, Khalid membenarkan rencananya itu.
Abdullah meminta diperbolehkan bergabung dan meminta diizinkan menemani Khalid. Tanpa curiga, Khalid mengizinkannya. Suatu kali, Abdullah mendapatkan Khalid sendirian dan terpisah dari pasukan utamanya. Abdullah tak menyia-nyiakan kesempatan emas itu, secepat kilat, Abdullah kemudian menyergap Khalid dan membunuh pemimpin kaum kafir itu dengan pedangnya. Peristiwa itu membuat kaum kafir gempar. Pasukan musyrikin geger dan urung menyerang umat Islam karena diketahui pemimpinnya telah tiada. Abdullah kemudian pulang ke Madinah setelah melakukan misi rahasianya.

Abdullah bin Jahsy Asady

Bulan Jumadil Akhir 1424, seorang shahabat bernama Abdullah bin Jahsy Asady, beserta dua belas shahabat dari kalangan Muhajirin diperintahkan Rasulullah berangkat untuk menjalankan sebuah operasi intelijen rahasia. Ikut dalam rombongan itu Sa’ad bin Abi Waqqash dan ’Utbah bin Ghazwan. Rasulullah SAW memberinya sebuah surat yang boleh dibaca jika perjalanan mereka sudah mencapai dua hari.
Setelah dua hari dalam perjalanan, sang komandan, Abdullah bin Jahsy kemudian membuka isi surat tersebut. Isinya, tak lain adalah sebuah perintah untuk memata-matai musuh: ”Berangkatlah menuju Nikhlah, antara Mekkah dan Tha’if. Intailah keadaan orang orang Quraisy di sana dan laporkan kepada kami keadaan mereka.” Selepas membaca surat itu, Abdullah bin Jahsy dan para rombongan kemudian berujar, ”Kutaati perintah ini!”
Kemudian diceritakanlah isi surat Rasulullah tersebut kepada para shahabatnya yang lain seraya berkata, ”Rasulullah telah melarang aku memaksa seorang pun dari kalian. Siapa yang ingin mati sebagai pahlawan syahid, marilah berjalan terus bersama aku, dan siapa yang tidak menyukai hal tersebut hendaklah dia pulang...!”
Saat melalukan pembebasan negeri Mekkah dari suku Quraisy, Nabi Muhammad –ketika itu berencana– akan mengerahkan 10.000 pasukan tentara Muslim. Untuk mempertahankan ‘serangan mendadak’ ini, Rasulullah kemudian melepaskan petugas intelijennya menuju Mekkah yang ditugaskan mengacaukan informasi pada musuh agar mereka tidak mengerti bila pasukan Islam yang berencana melakukan serangan mendadak itu jumlahnya banyak.
….Untuk kepentingan intelijen dan kerahasiaan militer, Nabi menyimpan rapat-rapat informasi jumlah pasukan ini bahkan kepada istri tercinta Aisyah atau pada shahabat kepercayaannya sendiri….
Untuk kepentingan intelijen dan kerahasiaan militer, Nabi Muhammad bahkan menyimpan rapat-rapat informasi jumlah pasukan ini bahkan kepada istri tercinta Aisyah atau pada shahabat kepercayaannya sendiri, Abu Bakar Ash-Shidiq.
Esoknya, dalam penyerangan mendadak itu kau kafir Quraisy benar-benar kelabakan dan kedodoran. Mereka tak menyangka di pagi hari buta itu, telah datang puluhan ribu orang dari pasukan Islam di kota Mekkah. Tanpa persiapan, mereka kemudian menyerah. Muhammad paham, orang Quraisy tak akan melakukan perlawanan. Sebab, di tangannya, Rasulullah telah menguasai informasi kekuatan musuh, situasi yang bakal terjadi, hingga informasi logistik, menyangkut keadaan jalan-jalan yang akan dilalui pasukan Islam dan kondisi mata air. Detil, rapi dan rahasia. Itulah strategi Muhammad dalam menjalankan perang dan intelijen.

Nu’aim bin Mas’ud Al-Ghathafany

Dalam misi intelijen Rasulullah juga pernah melakukan propaganda untuk memperlemah kekuatan musuhnya. Dalam kisah, pernah suatu ketika kekuatan musuh gabungan porak-poranda dan bercerai-berai akibat tidak adanya kekompakan di antara mereka akibat propaganda yang dilancarkan Nu’aim bin Mas’ud Al-Ghathafany, mantan musuh yang kemudian bergabung ke pasukan Islam. Nu’aim melakukan psycho war (perang urat syarat) dan propaganda yang membuat kekuatan musuh goyah dan bercerai-berai.
Rasulullah juga pernah melakukan tipuan yang kreatif untuk mengecoh lawan dalam peperangan. Suatu kali, ketika Rasulullah berencana akan berperang dengan kaum Quraisy. Di sebuah tempat, di Marru Dzahraan, tempat Rasulullah dan pasukannya bermarkas, beliau memerintahkan seluruh pasukannya menyalakan obor.
Nyala obor 10.000 orang pasukan Islam itu kemudian bercahaya ke seluruh penjuru kota hingga kaum Quraisy melihatnya dari kejauhan. Melihat cahaya api pasukan Islam, Abu Sofyan berkata, “Belum pernah saya melihat malam seperti terbakar ini dan belum pernah pula saya melihat ada pasukan seperti ini!” Cerita itu kemudian cepat tersebar dari mulut ke mulut hingga sampai ke para pemimpin kaum Quraisy dan pasukan kafir.
….Dalam misi intelijen Rasulullah juga pernah melakukan propaganda untuk memperlemah kekuatan musuhnya….
Akibat taktik itu, Rasulullah berhasil mengecoh lawan dengan mengesankan pasukan muslimin luar biasa banyaknya hingga membuat nyali pasukan musuh menjadi ciut. Sebagian kaum kafir bahkan berlarian memeluk Islam agar aman, sebagian lainnya tetap melawan meski sudah tak lagi memiliki keberanian akibat sudah kalah secara psikologis. Dan Rasulullah akhirnya mampu menguasai Mekkah tanpa ada perlawanan yang berarti. [Desastian/voa-islam.com]
SUMBER: http://www.voa-islam.com/counter/intelligent/2011/02/18/13397/intelijen-nabi-mengobrakabrik-musuh-islam/

SEJARAH YANG TERLUPAKAN

Ilustrasi percobaan roket dari abad 14. Dari museum Suleymaniye, IstanbulBagaimana umat Islam di masa keemasannya memiliki alat utama sistem senjata (alutsista) yang lebih canggih dari bangsa-bangsa lain?  Ataukah keunggulannya di masa lalu itu semata-mata dari semangat jihad yang menyala-nyala, kepemimpinan yang efisien, sehingga kaum Muslim dapat bersatu dan kuat?
Masih ada pihak di dalam kaum Muslim yang berpendapat bahwa teknologi militer kaum Muslim di masa lalu tidaklah sepenting semangat, kepemimpinan dan persatuan.  Mereka berargumentasi bahwa pada masa Rasulullah dan sahabat teknologi senjata yang dimiliki juga masih sangat sederhana, bahkan di bawah teknologi negara-negara adidaya seperti Romawi dan Persia, namun faktanya tentara Islam berhasil memenangkan peperangan.
Karena itu lantas ada sejumlah Muslim yang menolak teknologi militer, apalagi saat ini hampir seluruhnya diimpor dari negara-negara adidaya penjajah seperti Amerika, Inggris, Prancis atau Rusia.  Sejumlah orang Islam mencukupkan diri dengan latihan pencak silat dan upaya spiritual.  Yang dimaksud adalah upaya menghasilkan kesaktian, seperti kebal, dapat menghilang atau berpindah tempat secara mistik.
Namun kalau kita telaah sejarah, ternyata sejak awal kaum Muslim sangat terbuka dalam mempelajari teknologi militer.  Pada perang Ahzab, Rasulullah SAW menerima usulan untuk membuat parit dari Salman yang berasal dari Persia.  Sampai saat itu, bangsa Arab tidak pernah mengenal teknik perang parit.
Rasulullah juga sempat mengirim sejumlah sahabat untuk berburu ilmu ke Cina.  Mereka kemudian pulang di antaranya membawa pengetahuan membuat mesiu yang di Cina biasa dipakai untuk membuat kembang api saat perayaan Imlek, dan saat itu belum dikenal di luar Cina.
Kaum Muslim kemudian mengembangkan berbagai ilmu dasar yang terkait teknologi militer, yaitu fisika dan kimia.  Sekarang pun bila Hamas ingin merakit sebuah roket sederhana untuk mengganggu Israel, mereka harus menguasai fisika dan kimia dasar.  Fisika untuk mekanikanya, dan kimia untuk bahan bakar dan peledaknya.  Kalau roket itu ingin dapat dikendalikan, maka mereka harus menguasai elektronika, terutama terkait sinyal radio dan navigasi.
Pada tahun 1228, laporan independen dari Prancis menyebutkan bahwa tentara Muslim sudah menggunakan bahan peledak untuk mengalahkan tentara Salib yang dipimpin Ludwig IV.  Bahan peledak itu dikemas dalam pot-pot tembikar yang dilontarkan dengan ketapel raksasa.
Tahun 1260 pistol pertama telah digunakan oleh tentara Mesir dalam mengalahkan tentara Mongol di Ain Jalut.  Menurut Syamsuddin Muhammad (wafat 1327 M), pistol itu berisi bubuk mesiu yang komposisinya idealnya terdiri dari 74 persen salpeter, 11 persen sulfur, dan 15 persen karbon.  Mereka juga sudah menggunakan pakaian tahan api untuk melindungi diri dari bubuk mesiu itu.
Tahun 1270 insinyur kimia Hasan al-Rammah dari Suriah menulis dalam kitabnya al-Furusiyya wa al-Manasib al-Harbiyya (Buku tentang formasi perang [dengan pasukan berkuda] dan peralatan perang) hampir 70 resep kimia bahan peledak (seperti kalium nitrat) dan teknik pembuatan roket.  Dia menuliskan bahwa banyak dari resep itu telah dikenal generasi kakeknya, yang menunjukkan akhir abad 12 M.  Komposisi bahan peledak secanggih ini belum dikenal di Cina atau Eropa sampai abad-14 M.
Ilustrasi percobaan roket dari abad 14. Dari museum Suleymaniye, Istanbul
Ilustrasi percobaan roket dari abad 14. Dari museum Suleymaniye, Istanbul
Torpedo juga ditemukan oleh Hasan al-Rammah yang memberi ilustrasi torpedo yang meluncur di air dengan sistem roket yang diisi bahan peledak dengan tiga lubang pengapian.
Torpedo yang dibuat ulang berdasarkan kitab Al-Rammah.
Torpedo yang dibuat ulang berdasarkan kitab Al-Rammah.
Ibnu Khaldun menuliskan bahwa pada tahun 1274 penggunaan meriam telah dimulai oleh Abu Yaqub Yusuf dalam menaklukkan kota Sijilmasa.  Namun penggunaan “senjata super” yaitu meriam raksasa pertama kali adalah saat penaklukan Konstantinopel pada 1453 oleh tentara Muhammad al Fatih.  Dia memiliki meriam dengan diameter 762 mm yang dapat melontarkan peluru batu ataupun mesiu hingga seberat 680 kg.
Senjata Super Utsmani
Senjata Super Utsmani
Pada 1582 Fathullah Shirazy, seorang matematikawan dan ahli mekanik Persia-India yang bekerja untuk dinasti Mughal menemukan senapan mesin.  Mesin ini dapat mengoperasikan meriam berikut membersihkan hingga 16  lubang mesiunya secara otomatis.  Mesin ini dioperasikan dengan tenaga sapi.
Teknologi alutsista di masa khilafah Islam juga mencakup hal-hal yang paling “sederhana” seperti ilmu metalurgi untuk menghasilkan pedang dan tombak yang lebih kuat, metode komunikasi militer untuk menyampaikan pesan-pesan rahasia secara cepat, hingga astronomi navigasi untuk memandu kapal-kapal perang ke tujuan dengan akurat secara cepat.
Di berbagai era kekhilafahan, peran para perekayasa militer terus meningkat.  Korps perekayasa yang terdiri dari pandai besi (metalurgist), tukang kayu, ahli keramik, ahli kimia dan sebagainya dibentuk, dan mereka bekerja di bawah komando yang langsung bertanggung jawab kepada Amirul Jihad.
Pada 1683 M, tentara Khilafah Utsmani yang persenjataannya masih di atas seluruh persenjataan Eropa bersama-sama, salah strategi, sehingga misi mereka menaklukkan Wina Austria tanpa tetesan darah, gagal total.  Jihad kemudian dinyatakan “reses”.  Akibatnya korps perekayasa militer ini mengalami stagnasi. Pada akhir abad 18 saat tentara Napoleon memasuki Mesir, teknologi meriam Prancis sudah di atas meriam Mesir - yang praktis sudah berhenti berkembang selama satu abad!  Karena itu memang jihad tidak boleh berhenti.  Jihad itulah yang akan terus mengobarkan perkembangan teknologi alutsista kaum Muslimin.[]
[Mediaumat/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]





Sejarah mencatat orang Cina-lah yang menemukan serbuk mesiu dan penggunaannya pada roket. Roket ala Cina ini sekedar batang bambu diisi sendawa, belerang, dan arang. Mereka menggunakannya pada festival keagamaan. Beberapa abad kemudian, mereka menggunakan roket ini dalam militer untuk menakuti orang nongol yang kadang menyerang.

Walau dicatat sebagai penemu serbuk mesiu dan roket pertama kali, orang Cina belum bisa menemukan komposisi campuran serbuk mesiu yang pas. Hasilnya ,roket mereka nggak meledak sesuai yang mereka inginkan. Mereka juga belum menemukan teknologi pemurnian potassium nitrat, hal yang penting bagi pengembangan roket.

Sumbangsih Hassan Ar-Rammah

Orang Islam-lah yang kemudian menyempurnakannya. Tersebutlah, di Suriah pada abad XIII, seorang ilmuwan militer
bernama Hassan Ar-Rammah (wafat 1295 M). Ia menulis sebuah kitab tentang teknologi militer, yaitu Al-Furusiyyah wa
Al-Manasib Al-Harbiyyah, yang diduga ditulis antara 1270-1280 M. Kitab ini diduga bukan hasil karya Ar-Rammah
seorang, ia mengambilnya dari nenek moyangnya dan orang lain – sebagaimana diindikasikan di mukadimahnya. Di
kemudian hari, kitab ini begitu terkenal di Barat.

Kitab inilah yang pertama kali menerangkan tata cara pemurnian potassium nitrat dan menerangkan resep-resep untuk bikin serbuk mesiu dengan komposisi yang benar sehingga menghasilkan ledakan. Orang Cina, Huo Long Ching, baru menemukan komposisi bahan peledak yang tepat pada 1412.

Kitab Hassan Ar-Rammah tersebut berisi 107 resep serbuk mesiu. Ada 22 resep untuk pembuatan roket. Komposisi serbuk mesiu dari 17 roket dianalisis, dan ditemukan bahwa nilai rata-rata potassium nitrat adalah 75%.

Komposisi ideal untuk bahan peledak sebagaimana dikatakan sejarawan modern adalah 75% potassium nitrat, 10%
belerang, dan 15% karbon. Rata-rata komposisi di kitab Ar-Rammah tersebut adalah 75% potassium nitrat,9.06%
belerang, dan 15.94% karbon. Komposisi yang sangat mendekati komposisi ideal bahan peledak modern.

Analisi komposisi bahan peledak di militer Islam pada abad XIII dan XIV juga serupa dengan resep Ar-Rammah. Termasuk yang digunakan pada perang mengusir Tartar di Ain Jalut pada 1260 M.

Formula ini tidak pernah diketahui orang Cina dan Eropa sampai satu abad kemudian.

Meriam dan Torpedo

Dugaan penemuan bahan peledak sebelum penulisan kitab Ar-Rammah tersebut memang berdasar. Ar-Razi, Al-Hamdani, dan manuskrip dari abad ke-10 telah menerangkan potassium nitrat. Ibnu Al-Bitar menulisnya pada 1240 M.
Manuskrip Suriah pada abad ke-10 menuliskan beberapa resep serbuk mesiu.

Bukti penggunaan serbuk peledak selama Perang Salib di Fustat, Mesir pada 1168 M ditemukan dalam bentuk sisa residu potassium nitrat. Residu seperti ini juga ditemukan dalam saat pengepungan Dumyat dan pertempuran Al-
Manshurah pada 1249 M.

Pada perang muslimin mengusir Tartar yang bersejarah di Ain Jalut, 1260 M, bahkan telah digunakan meriam. Sebuah
manuskrip dari 1320 M mendeskripsikan meriam portable tersebut. Ini adalah meriam portable pertama. Deskripsi ini
secara dasar, sama dengan yang ada pada senapan masa kini.

Kitab Ar-Rammah juga menerangkan senjata yang belum pernah ada pada bangsa lain pada saat itu, senjata yang
menjadi cikal bakal torpedo.

J.R. Partington dalam A History of Greek Fire and Gunpowder menulis, “Hassan Ar-Rammah menerangkan beberapa jenis panah api dan menggambarkan suatu senjata yang diduga sebagai sebuah torpedo. Ia dinamai ‘telur yang
bergerak sendiri lalu meledak’. Ilustrasi dan teks yang ada pada kitab itu menggambarkan bahwa ‘torpedo’ ini dibuat
agar berjalan di atas permukaan air. Dua buah ‘wajan’ besi saling dilekatkan dan dikaitkan dengan pelat, sebelumnya
diisi dengan nafta, logam, dan serbuk campuran (sepertinya berisi sendawa), dan ‘telur’ itu disangga dengan dua
batang (sepertinya untuk kemudi) dan didorong oleh sebuah roket besar.”
Sayang, catatan penggunaan senjata ‘baru’ ini tidak ditemukan.

Barat Tahu dari Arab

Saat orang Eropa masih menggunakan senjata tajam, orang Islam sudah menggunakan senjata api.
Muslim Spanyol menggunakan meriam untuk mempertahankan Seville (pada 1248 M), Granada (1319 M), Baza
/Albacete (1324 M), Huescar dan Martos (1325 M), Alicante (1331 M), dan Algeziras (1342-1344 M). Partington berkata,
“Sejarah artileri di Spanyol erat kaitannya dengan meriam orang Arab.”

Ia menambahkan, “Orang Arab-lah yang mengenalkan senjata api ke Spanyol, kemudian ke Italia, lalu ke Prancis, dan akhirnya Jerman.”

Buku latin, Liber Ignium, tulisan Marcus Graceus, sebenarnya merupakan terjemahan dari sebuah kitab Arab yang memberikan resep pembuatan serbuk mesiu.

Orang Eropa yang membawa resep rahasia bahan peledak dan meriam dari orang Muslim ke Inggris adalah Earls of
Derby and Salisbury, yang ikut dalam pengepungan Al-Jazira pada 1342-1344 M.

Frank H. Winter, dalam The Genesis of the Rocket in China and its spread to the East and West, berkata, “Orang Arab dalam banyak peristiwa, tampaknya merupakan orang yang pertama kali mewarisi (bahkan mungkin menemukan)
rahasia roket. Dan lewat kitab-kitab Arab-lah –daripada naskah Mongol- orang-orang Eropa mengenal roket

Sejarah Meriam





Meriam kuno yang dipajang di Bucharest.

Tiongkok
Meriam pertama diketahui dibuat oleh Ctesibius dari Alexandria pada abad ke-3 SM. Hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai temuan primitif ini, dikarenakan sebagian besar karya Ctesibius hilang. Namun tercatat oleh Philo dari Bizantium bahwa meriam Ctesibius menembak menggunakan tekanan udara. Salah satu meriam pertama yang digunakan dalam pertempuran adalah tombak api, tabung yang diisi dengan bubuk mesiu, dipasang pada ujung tombak, dan digunakan seperti pelontar api. Serpihan juga kadang-kadang dimasukkan ke dalam tabung tersebut, agar terlempar bersama api. Pada akhirnya, kertas dan bambu yang membentuk laras tombak api mulai diganti dengan logam. Gambaran senjata api paling tua yang diketahui adalah sebuah patung di sebuah goa di Sichuan, yang diperkirakan dibuat pada abad ke-12. Patung ini menggambarkan seseorang membawa meriam berbentuk vas yang menembakkan api dan bola meriam. Senjata api tertua, yang diperkirakan dibuat pada 1288, memiliki diameter laras sebesar 2,5 cm; senjata api kedua tertua, tahun 1332, memiliki diameter 10,5 cm.

Pertempuran menggunakan artileri mesiu yang pertama kali didokumentasikan terjadi pada 28 Januari 1132, ketika Jenderal Dinasti Song, Han Shizhong, menggunakan huochong untuk merebut sebuah kota di Fujian. Ilustrasi meriam pertama diperkirakan dibuat pada 1326. Pada 1341, dalam puisi yang ditulis oleh Xian Zhang berjudul Masalah Meriam Besi, tertulis bahwa bola meriam yang ditembakkan dapat "menembus jantung atau perut manusia atau kuda, bahkan dapat menembus lebih dari satu orang sekaligus."

Dunia Islam
Meriam Raksasa Turki yang digunakan pada masa Kesultanan Utsmaniyah.
Meriam genggam (bahasa Arab "midfa") pertama kali digunakan oleh Mesir untuk menangkal serang Mongol pada pertempuran Ain Jalut tahun 1260, lagi pada 1304. Komposisi bubuk mesiu yang dipakai pada pertempuran ini tercatat dalam beberapa tulisan sejarah, yang ditulis pada awal abad ke-14. Ada empat jenis campuran bubuk. Bubuk yang daya ledaknya paling tinggi memiliki komposisi (74% potasium nitrat, 11% sulfur, 15% karbon) yang hampir serupa dengan bubuk mesiu modern (75% potasium nitrat, 10% sulfur, 15% karbon). Campuran ini memiliki kekuatan yang lebih besar daripada bubuk mesiu yang di Tiongkok dan Eropa pada masa itu. Pertempuran Ain Jalut juga menjadi pertama kali dipakainya peluru bubuk mesiu, yang digunakan Mesir pada tombak api dan meriam genggam.

Senjata lain yang pertama kali dikembangkan oleh Dunia Muslim adalah meriam otomatis, yang khusus dibuat untuk membunuh infanteri. Senjata ini ditemukan pada abad ke-16 oleh Fathullah Shirazi, seorang cendikiawan dan insinyur mesin Persia-India, yang bekerja untuk Akbar yang Agung di Kekaisaran Mughal. Berbeda dengan polybolos Yunani Kuno dan chu-ko-nu Tiongkok, meriam otomatis Shirazi memiliki banyak laras.

Abad Pertengahan Eropa
Di Eropa, tulisan tertua mengenai komposisi mesiu muncul pada "De nullitate magiæ" karya Roger Bacon di Oxford, yang diterbitkan pada 1216. Penggunaan bubuk mesiu pertama di Eropa adalah meriam Moor yang digunakan oleh Andalusia di Iberia pada pengepungan Seville tahun 1248, dan pengepungan Niebla pada 1262. Diperkirakan pada masa ini meriam genggam sudah digunakan, karena scopettieri, atau "pembawa senjata api", dituliskan tergabung bersama pembawa busur salib pada tahun 1281. Pada masa yang sama, tertulis bahwa para "master artileri pertama tanjung Iberia" mulai dipekerjakan.

Meriam logam pertama Eropa adalah pot-de-fer. Meriam ini diisi dengan semacam panah yang dibungkus dengan kulit, dan dinyalakan dengan kawat panas. Senjata jenis ini digunakan oleh Perancis dan Inggris pada Perang Seratus Tahun, pada saat inilah meriam mulai digunakan di medan perang Eropa. Pada masa peperangan ini meriam semakin banyak dipakai. "Ribaldis", yang menembakkan panah besar dan peluru anggur pertama kali disebutkan dipakai pada pertempuran Crécy, antara tahun 1345 sampai 1346. Florentine Giovanni Villani menuliskan tentang daya hancur senjata ini, dengan menyebutkan bahwa pada akhir pertempuran, "seluruh lapangan dipenuhi tentara yang mati terkena panah dan bola meriam." Meriam-meriam serupa juga digunakan pada pengepungan Calais pada tahun yang sama, dan pada tahun 1380-an meriam "ribaudekin" mulai diberi roda.

Meriam di Nusantara
Dalam era Kesultanan Melayu abad ke-17 dan ke-18 di nusantara yang kerap berdagang dan berperang, digunakan meriam putar berdesain unik yang disebut "lela" (Bahasa Melayu) dan juga "rentaka", versinya yang lebih kecil dan lebih mudah dipindahkan. Lela yang digunakan oleh Kesultanan-kesultanan Melayu dikenal dengan desainnya yang tidak mengikuti desain meriam Eropa, karena pola-pola ukiran, moncongnya yang mengembang atau membentuk mulut naga, dan bagian belakangnya yang berekor (disebut "Ekor lotong"). Meriam-meriam putar tersebut digunakan di atas kapal-kapal dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau bajak laut dan juga dalam perang maritim. 
Awal Masa Modern
Berbagai jenis meriam abad ke-16.
Pada tahun 1500-an, meriam mulai dibuat dengan panjang dan diameter yang sangat bervariasi, dengan aturan utama bahwa semakin panjang laras, semakin jauh jangkauan meriam. Beberapa meriam yang dibuat pada masa ini memiliki panjang lebih dari 3 meter dan berat sampai 9.100 kg. Akibatnya, mesiu dalam jumlah yang besar dibutuhkan untuk menembakkannya. Pada pertengahan abad, kerajaan-kerajaan di Eropa mulai mengklasifikasikan jenis-jenis meriam agar tidak membingungkan. Henry II dari Perancis menggunakan enam jenis ukuran meriam, tapi kerajaan lain memiliki lebih banyak jenis: Spanyol menggunakan 12 jenis ukuran, dan Inggris 16. Bubuk mesiu yang lebih baik juga telah dikembangkan pada masa ini. Sebelumnya, bubuk mesiu dihaluskan menjadi butiran kecil, namun ini digantikan dengan butiran besar seukuran biji jagung. Bubuk yang lebih kasar ini memiliki udara di antara butiran-butirannya, yang membuat api bisa lebih cepat menyebar.

Pada akhir abad ke-15, beberapa teknologi baru dikembangkan untuk membuat meriam menjadi lebih mudah digerakkan. Kereta meriam beroda dan trunnion menjadi banyak digunakan, dan ditemukannya limber semakin memudahkan transportasi artileri. Akibatnya muncul adanya artileri medan, yang mulai digunakan bersama dengan meriam besar yang biasa digunakan dalam pengepungan. Perkembangan bubuk mesiu, peluru meriam, dan adanya standardisasi kaliber membuat meriam ringan pun jadi sangat mematikan. Dalam The Art of War, Niccolò Machiavelli mengamati bahwa "benar kalau arquebus dan artileri kecil lebih berbahaya dari artileri berat." Pengamatan ini terealisasikan pada pertempuran Flodden Field pada 1513, saat meriam medan Inggris mengalahkan artileri pengepungan Skotlandia, dengan menembak dua sampai tiga kali lebih cepat. Walaupun meriam menjadi lebih mudah bergerak, meriam tetap jauh lebih lambat dari tentara: meriam Inggris yang besar membutuhkan 23 kuda untuk menariknya, dan sebuah culverin membutuhkan sembilan. Dengan ditarik kuda, meriam tetap hanya bergerak secepat kecepatan berjalan kaki manusia.
Inovasi meriam terus berlanjut, salah satu inovasi penting adalah mortir yang dikembangkan oleh Jerman. Mortar merupakan meriam yang pendek dan tebal yang menembak ke atas dengan sudut yang tinggi. Mortar menjadi berguna dalam pengepungan, karena dapat ditembakkan melewati atas tembok dan pertahanan lain. Mortar dikembangkan lebih lanjut oleh Belanda, yang menemukan cara untuk menembakkan peluru meriam berisi bahan peledak yang menggunakan sumbu.
Abad ke-18 dan ke-19
Pada abad ke-17, kapal kelas rendah Inggris, kapal garis, umumnya dipersenjatai dengan meriam-demi, yaitu meriam seberat 1.500 kg yang menembakkan peluru padat seberat 15 kg. Meriam-demi dapat menembakkan peluru logam ini dengan kekuatan yang luar biasa, sampai dapat menembus kayu setebal satu meter dari jarak 90 m (300 kaki), dan dari jarak dekat dapat menghancurkan tiang layar kapal-kapal terbesarpun. Meriam asli menembakkan peluru seberat 19 kg, namun meriam jenis ini sudah tidak dipakai pada abad ke-18, karena ukurannya yang menyulitkan. Pada akhir abad ke-18, Angkatan Laut Britania Raya mengadopsi meriam berdasarkan prinsip-prinsip dan pengalaman yang sudah dikembangkan di daratan Eropa. Di Amerika, Angkatan Laut Amerika Serikat menguji meriam dengan menembakkannya dua sampai tiga kali, kemudian melihat apakah penembakan mengakibatkan kebocoran di kapal.
Meriam carronade mulai dipakai Angkatan Laut Britania Raya pada 1779. Meriam ini menembak peluru meriam dengan kecepan yang lebih rendah, dengan tujuan menghasilkan serpihan kayu lebih banyak ketika terkena kapal, serpihan ini juga dipercaya dapat mematikan. Meriam carronade jauh lebih pendek dan beratnya hanya sepertiga atau seperempat dari meriam panjang. Karena itulah meriam carronade lebih mudah dioperasikan dan membutuhkan bubuk mesiu yang lebih sedikit, serta dapat dijalankan oleh lebih sedikit kru. Meriam carronade dibuat dalam kaliber angkatan laut umum, tapi tidak dihitung dalam daftar meriam kapal garis. Akibatnya, klasifikasi kapal Angkatan Laut Britania Raya masa itu sedikit tidak akurat, karena kapal membawa lebih banyak meriam dari yang terdaftarkan.
Pada tahun 1810-an dan 1820-an, keakuratan dan jarak jangkau meriam lebih diutamakan dari faktor berat. Meriam carronade akhirnya berhenti dipakai oleh Angkatan Laut Britania Raya pada tahun 1850-an, setelah dikembangkannya meriam baja berjaket oleh William George Armstrong dan Joseph Whitworth. Namun, carronade tetap dipakai pada Perang Saudara Amerika Serikat.
Abad ke-20 dan ke-21
Artileri
Artileri Britania Raya pada Perang Dunia I.
Pada awal abad ke-20, senjata infanteri sudah semakin kuat dan akurat, membuat artileri harus dijauhkan dari garis depan medan perang. Perubahan kepada tembakan tidak langsung ini ternyata tetap efektif pada Perang Dunia I, menyebabkan 75% dari jumlah semua kematian. Karena adanya peperangan parit pada awal Perang Dunia I, howitzer semakin banyak dipakai, karena howitzer menembak dengan sudut yang tinggi, cocok untuk mengenai target di dalam parit. Selain itu, pelurunya juga dapat berisi bahan peledak dengan jumlah lebih banyak. Jerman menyadari hal ini dan memulai perang dengan howitzer yang lebih banyak dari Perancis. Perang Dunia I juga ditandai dengan adanya Meriam Paris, meriam terjauh yang pernah ditembakkan. Meriam berkaliber 200 mm ini digunakan Jerman untuk menembak ke Paris, dan mampu menembak ke target yang jauhnya 122 km.

Perang Dunia II mencetuskan perkembangan baru dalam teknologi meriam, antara lain peluru sabot, proyektil bahan peledak hampa, dan sumbu berjarak, semuanya cukup penting. Sumbu berjarak mulai dipakai di medan perang Eropa pada akhir Desember 1944. Teknologi ini kemudian dikenal sebagai "hadiah Natal" untuk tentara Jerman, dan banyak dipakai di Pertempuran Bulge. Sumbu berjarak efektif dipakai melawan infanteri Jerman di ruang terbuka, dan digunakan untuk menghentikan serangan. Teknologi ini juga dipakai pada proyektil anti pesawat, dan digunakan di medan perang Eropa dan Pasifik untuk menghadapi peluru kendali V-1 dan pesawat kamikaze. Meriam anti tank dan meriam tank juga sangat berkembang pada perang ini. Misalnya, Panzer III yang awalnya dirancang untuk menggunakan meriam 37 mm, diproduksi dengan meriam 50 mm. Pada tahun 1944, KwK 43 8,8 cm—dan berbagai variasinya—mulai dipakai oleh Wehrmacht, dan digunakan sebagai meriam tank dan meriam anti tank PaK 43. Meriam ini menjadi salah satu meriam paling kuat pada Perang Dunia II, yang mampu menghancurkan tank Sekutu apapun dari jarak jauh.
Perkembangan ke arah meriam yang lebih besar berubah pada masa kini. Misalnya pada Angkatan Darat Amerika Serikat, yang menggantikan meriam-meriam lamanya dengan meriam yang lebih ringan dan mudah bergerak. Howitzer M198 dipilih untuk menggantikan meriam-meriam era Perang Dunia II mereka pada tahun 1979. Walau sampai sekarang masih dipakai, M198 mulai secara bertahap digantikan oleh howitzer M777 Ultralightweight, yang beratnya hanya setengahnya M198, dan bisa ditransportasikan menggunakan helikopter. Sedangkan M198, membutuhkan pesawat C-5 atau C-17 untuk transportasi udara. Selain artileri darat seperti M198, artileri laut juga menjadi semakin ringan, dan ada yang digantikan oleh peluru kendali jelajah. Walaupun begitu, meriam tetap menjadi bagian penting dari persenjataan Angkatan Laut Amerika Serikat, dikarenakan penggunaanya jauh lebih murah dari pemakaian peluru kendali
Meriam Otomatis
Meriam otomatis adalah meriam yang memiliki kemampuan untuk menembak secara otomatis, seperti sebuah senapan mesin. Meriam ini memiliki mekanisme yang secara otomatis mengisi amunisi, sehingga dapat menembak jauh dan lebih cepat daripada artileri, hampir secepat—bahkan pada senapan Gatling lebih cepat—dari sebuah senapan mesin. Umumnya kaliber meriam otomatis lebih besar dari senapan mesin, dan sejak Perang Dunia II, umumnya berkaliber di atas 20 mm.

Banyak negara yang menggunakan meriam otomatis ini pada kendaraan lapis baja ringan, menggantikan meriam yang lebih berat dan kuat tapi lambat, yaitu meriam tank. Contoh meriam otomatis yang sering digunakan adalah meriam rantai "Bushmaster" 25 mm yang dipakai pada kendaraan tempur infanteri LAV-25 dan M2 Bradley.

Meriam otomatis GAU-8/A Avenger.
Banyak negara yang menggunakan meriam otomatis ini pada kendaraan lapis baja ringan, menggantikan meriam yang lebih berat dan kuat tapi lambat, yaitu meriam tank. Contoh meriam otomatis yang sering digunakan adalah meriam rantai "Bushmaster" 25 mm yang dipakai pada kendaraan tempur infanteri LAV-25 dan M2 Bradley.

Meriam otomatis juga sering ditemukan pada pesawat udara, untuk mendukung atau bahkan menggantikan senapan mesin tradisional, sekaligus memberikan daya tembak yang lebih besar. Meriam udara pertama kali dipakai pada Perang Dunia II, namun satu pesawat hanya bisa membawa satu atau dua, karena beratnya yang lebih besar dari senapan mesin. Dikarenakan sedikitnya jumlah meriam per pesawat, pesawat pada Perang Dunia II tetap dipersenjatai dengan senapan mesin. Kini, hampur semua pesawat tempur modern dipersenjatai dengan meriam otomatis yang dikembangkan dari Perang Dunia II. Meriam otomatis udara paling besar, berat, dan kuat yang digunakan oleh militer Amerika Serikat adalah meriam tipe Gatling GAU-8/A Avenger, yang besarnya hanya dikalahkan oleh meriam artileri udara khusus yang dipakai pada pesawat AC-130.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Meriam

10 Senjata Api Terbaik Di Dunia



1. AK-47
Type: Semi or Fully Automatic Assault Rifle
Country of Origin: Soviet Union
Caliber: 7.62 x 39 mm (.30 inch)
Cartridge Capacity: 30 rounds
Muzzle Velocity: 2,329 feet per second
Rate of Fire: 600 rounds per minute

Dengan produksi lebih dari 75 juta di seluruh dunia, AK-47 (a.k.a., “Kalashnikov”) adalah senjata api legendaris yang mungkin memberi kerusakan paling mematikan daripada seluruh senjata api apapun. Dibuat dengan desain yang sama dengan StG.44, AK-47 diisi dengan peluru 7.62 mm dan dibuat dari bagian yang dirakit. AK-47 tidak hanya mudah diproduksi dan murah, tetapi juga mudah dirawat dan “kebal” terhadap kondisi yang bisa merusak senjata lainnya. Akurasinya tidak terlalu bagus, tapi AK-47 menggantinya dengan kemampuannya melepaskan serangan mematikan.




2. M16
Type: Semi or Fully Automatic Assault Rifle
Country of Origin: United States
Caliber: 5.56 x 45 mm (.223 inch)
Cartridge Capacity: 20-30 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 3,281 feet per second
Rate of Fire: 700-950 rounds per minute
Walaupun butuh waktu mengatasi masalah kemacetan senapan sewaktu latihan bertempur di awal 1960, M16 membuktikan kehandalannya lewat akurasi, penanganan, masa digunakan, serta keefektifan dalam perang. Senapan M16 memuaskan petinggi militer AS untuk mengembangkan senapan serbu yang ringan untuk menggantikan M1 dan M14. Fitur inovatifnya meliputi bahan campuran plastik dan logam ringan, sistem reload (mengisi ulang peluru) yang mudah dan penggunaan peluru kaliber 5.56mm.



3. LEE-ENFIELD SMLE
Type: Bolt-Action Rifle
Country of Origin: United Kingdom
Caliber: 7.7 x 56 mm (.30 inch)
Cartridge Capacity: 10 rounds
Muzzle Velocity: approximately 2,438 feet per second
Rate of Fire: 15-20 rounds per minute

Senapan standar infantri Inggris dari Perang Dunia I hingga krisis Suez, Lee-Enfield SMLE (baca: “smelly”) membangun reputasinya dari akurasi, kehandalan, serta jumlah tembakan per menit yang fenomenal. Magasinnya membawa 10 peluru, jumlah terbanyak dari senapan apapun di 50 tahun awal abad 20. Bolt actionnya terkokang saat menutup, dan kepala larasnya mencegah debu dan lumpur masuk ke dalam senapan. Di tangan tentara yang terlatih dengan baik, Lee-Enfield bisa melakukan apa yang disebut “mad minute,” yaitu, 30 peluru menembak target pada jarak 200 meter dalam satu menit. Jumlah tembakan yang menandingi senapan semi otomatis modern.

4. M1 GARAND

Type: Semiautomatic
Rifle Country of Origin: United States
Caliber: 7.62 x 63 mm (.30-06 inch)
Cartridge Capacity: 8 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 2,838 feet per second
Rate of Fire: 30 rounds per minute
Diadopsi oeh angkatan bersenjata AS pada tahun 1936, M1 Garand terbukti menjadi senapan yang tangguh 5 tahun kemudian. Jendral Patton mengatakan di akhir Perang Dunia II M1 Garand adalah peralatan perang paling hebat yang pernah diciptakan. Walaupun terdapat sedikit cacat, tidak diragukan lagi M1 Garand adalah senapan semi otomatis pertama yang sukses dan akurasi M1 Garand mendominasi medan perang. Lebih dari 6 juta senapan dibuat pada masa itu dan dihentikan masa tugasnya di akhir 1960.


5. FN FAL

Type: Semi or Fully Automatic Rifle
Country of Origin: Belgium
Caliber: 7.62 x 51 mm (.30 inch)
Cartridge Capacity: 20 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 2,700 feet per second
Rate of Fire: 650-700 rounds per minute
Terinspirasi oleh StG.44, Pabrik senjata Belgia, Fabrique Nationale (FN) mengembangkan FAL yang pelurunya sama dengan StG.44. Namun ketika NATO mengeluarkan kebutuhan peluru standar 7.62 mm, FN merombak desainnya dan membuat senapan yang bisa diisi banyak peluru dan kuat. FN FAL dengan segera menjadi senjata klasik selama perang dingin, digunakan oleh 50 negara biarpun FAL susah ditembakkan bila menggunakan mode full auto. Senapan ini memberikan pelayanan bagus pada tentara Australia pada perang Vietnam, pada tentara Israel selama perang 6 hari and dan digunakan oleh Inggris dan Argentina pada perang Falklands.


6. MAUSER K98k CARBINE
Type: Bolt-Action Rifle
Country of Origin: Germany
Caliber: 7.92 x 57 mm (.30 inch)
Cartridge Capacity: 5 rounds
Muzzle Velocity: approximately 2,822 feet per second
Rate of Fire: 10-15 rounds per minute
Pertama kali diproduksi pada akhir abad 19, Mauser 98 adalah gabungan sempurna dari inovasi senapan yang berlangsung di akhir abad 19: serbuk mesiu tanpa asap, bisa diisi dengan magasin, dan terutama, fitur ‘bolt action’ dimana menjadi dasar senapan berburu pada jaman sekarang. Model aslinya digunakan selama perang dunia 1 dan menghasilkan efek yang besar, tetapi ketika Jerman mulai mempersenjatai ulang pada tahun 1930-an, senapan 98 mendapat upgrade yang membuat lenih ringan dan lebih mudah dibidik. Walaupun tidak dapat dihindari bahwa senjata ini dikalahkan oleh senapan otomatis, senapan ini bertahan sebagai senjata terbaik sepanjang masa.


7. STEYR AUG
Type: Semi or Fully Automatic Bull-Pup Assault Rifle
Country of Origin: Austria
Caliber: 5.56 x 45 mm (.22 inch)
Cartridge Capacity: 30 and 42 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 3,084 feet per second
Rate of Fire: 650 rounds per minute
Mencari senjata yang lebih mirip di film-film sains fiksi, “cacat” paling serius dari Steyr AUG adalah bentuknya yang menakuti pembeli potensial setalah dikenalkan tahun 1977. Dalam konfigurasi “Bull-pup” yang radikal ini, hampir semua sistemnya berada di belakang pelatuk, dan hasilnya adalah senjata yang ringkas dan mudah digunakan.


8. 1903 SPRINGFIELD
Type: Bolt-Action Rifle
Country of Origin: United States
Caliber: 7.62 x 63 mm (.30-06 inch)
Cartridge Capacity: 5 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 2,700 feet per second
Rate of Fire: 10 rounds per minute
Performa buruk pada senapan Norwegia Krag-Jorgensen yang dipakai tentara AS pada perang Amerika-Spanyol membuat para perancang senjata mencari lagi senjata standar infantri. Mereka “meminjam”senapan Jerman, 7mm Mauser, menambah sedikit modifikasi, dan menciptakan senapan yang bermagasin, yang secara fenomenal menambah akurasi. 1903 dengan cepat mendapat reputasi sebagai senjata api yang Akurat dan kuat – pada perang di hutan Belleau pada tahun 1918, Marinir AS bersenjatakan 1903 springfield memotong serangan balasan musuh dari jarak 700-800 yards. Senapan ini terus digunakan pada Perang dunia II, perang Korea, bahkan sebagai senapan sniper pada perang Vietnam.

9. STURMGEWEHR 44/STG 44

Type: Semi or Fully Automatic Assault Rifle
Country of Origin: Germany
Caliber: 7.92 x 33 mm
Cartridge Capacity: 30 rounds
Muzzle Velocity: Approximately 2,133 feet per second
Rate of Fire: 500 rounds per minute

Jerman sudah lama tidak berperang dengan Rusia ketika menjadi jelas bahwa pasukan infantri Jerman bersenjatakan bolt action Mausers tidak mendapat posisi baik dalam pertempuran melawan senjata otomatis Rusia . Sebagai jawabannya, para pengembang senjata Jerman datang dengan senjata baru yang revolusioner, yang disebut “senapan serbu/ assault rifle (terjemahan langsung dari kata Sturmgewehr). kunci kesuksesan senjata ini terletak pada peluru 7.92 mm yg memungkinkan tembakan otomatis dan efektif. Para tentara juga bisa membawa lebih banyak amunisi. Biarpun kehadirannya sudah terlambat untuk membalikkan keadaan Jerman yang sudah kalah, tetapi senjata ini adalah inovasi baru pada jamannya.

10. M14

Type: Semi or Fully Automatic Rifle
Caliber: 7.62 x 51 mm (.30 inch)
Muzzle Velocity: Approximately 2,799 feet per second
Rate of Fire: 700-750 rounds per minute
[IMG][/IMG]
Di akhir Perang Dunia II, dengan pleton infantri Amerika membawa 4 senjata berbeda -dan juga 4 tipe Amunisi berbeda-.Angkatan bersenjata AS memutuskan mengembangkan sebuah senjata yang bisa melakukan banyak tugas. Hasilnya adalah M14. Pertama kali digunakan pada tahun 1957, senjata baru yang akurat ini mempunyai stopping power yang bagus dengan peluru standar NATO 7.62mm. digunakan secara besar-besaran di Vietnam, para tentara menyukai kekuatan dan akurasi tetapi bermasalah dengan berat senjata dan amunisi. Tidak lama, senjata ini digantikan dengan M16 yang lebih ringan. Tetapi beberapa garis depan tetap memakainya, terutama untuk sniper rifle.



SEJARAH PELURU

Bahasa Inggris dari kata “peluru” yaitu kata “bullet” berasal dari kata “boulette” dalam Bahasa Prancis yang berarti “bola kecil”. Sejarah peluru jauh lebih dahulu dibanding dengan sejarah senjata api. Awalnya, peluru merupakan bola logam atau bola batu yang ditembakkan dengan menggunakan ketapel sebagai senjata dan sebagai alat untuk berburu. Setelah senjata api ditemukan, peluru ditembakkan dengan menggunakan bahan peledak seperti bubuk mesiu.

[Image: peluru+ketapel.jpg]

Sejarah Perkembangan Peluru
Dibandingkan dengan perkembangan teknologi senjata api yang lebih maju, pada kurun waktu antara tahun 1500 sampai 1800, teknologi peluru berkembang dengan sangat lambat. Peluru masih berbentuk bulat sederhana (bola) dan terbuat dari timah, dan hanya berbeda dalam diameternya saja.

[Image: peluru+bulat.jpg]

Peluru pada awalnya merupakan bola timah yang berukuran lebih kecil dari lubang laras senapan. Peluru kemudian dibungkus dalam kertas tambalan sehingga peluru tetap berada di depan bubuk mesiu. Karena jika peluru tidak berada di depan bubuk mesiu maka akan berisiko menyebabkan laras senapan meledak. Peluru tidak dibuat lebih pas dengan lubang laras senapan karena menyebabkan peluru lebih sulit untuk diisikan, terutama setelah lubang laras dipakai untuk menembak sebelumnya. Dan karena alasan ini, senapan awalnya tidak digunakan untuk tujuan militer.
Peluru “kerucut” pertama dirancang oleh Kapten John Norton dari Angkatan Darat Inggris pada tahun 1823. Peluru Norton memiliki cekungan pada dasarnya sehingga ketika ditembakkan dasar peluru akan menjadi lebih luas karena pengaruh tekanan agar peluru lebih stabil ketika melesat di dalam laras senjata. Dewan Ordnance Inggris menolak rancangan peluru tersebut karena mereka lebih percaya dengan peluru berbentuk bola yang telah digunakan selama 300 tahun.

[Image: minie+ball.jpg]

Seorang pembuat senjata api berkebangsaan Inggris yang bernama William Greener menemukan peluru Greener pada tahun 1836. Peluru buatannya sangat mirip dengan peluru buatan Norton kecuali bahwa cekungan pada dasar pelurunya dilengkapi dengan sebuah sumbat kayu sehingga dapat memaksa dasar peluru untuk melebar dan peluru pun dapat meluncur dengan baik di dalam laras senjata dan ditembakkan dengan lebih akurat. Pengujian membuktikan bahwa peluru Greener sangat efektif tetapi peluru rancangannya juga ditolak untuk penggunaan militer karena dinilai terlalu rumit untuk dibuat.
Bola timah lunak yang disebut “Minié Ball” diperkenalkan pertama kali pada tahun 1847 oleh Claude Étienne Minié, Seorang kapten di Angkatan Darat Perancis. Minié Ball buatannya ini sangat mirip dengan peluru Greener. Peluru tersebut berbentuk kerucut dengan cekungan di bagian dasarnya, dan dilengkapi dengan sumbat besi kecil. Ketika ditembakkan, sumbat besi akan mendorong rongga cekungan di bagian dasar peluru, sehingga memperbesar sisi peluru yang menyebabkan peluru meluncur dengan baik di dalam laras senjata.

[Image: Minie_Balls.jpg]

Pada tahun 1855, Inggris menggunakan Minié Ball untuk senapan Enfield mereka. Minié Ball pertama kali digunakan secara luas dalam Perang Saudara di Amerika Serikat. Sekitar 90% dari korban medan pertempuran dalam perang ini disebabkan oleh Minié Ball yang ditembakkan dari senapan.

Antara tahun 1854 dan 1857, Sir Joseph Whitworth melakukan serangkaian percobaan panjang dengan menggunakan senapan dan menemukan bahwa sebuah peluru akan lebih efektif jika dibuat dalam bentuk yang lebih kecil dan memanjang. Peluru Whitworth dibuat agar sesuai dengan alur dari senapan mekanis. Senapan Whitworth tidak pernah diadopsi oleh pemerintah, meskipun digunakan secara luas untuk tujuan perlombaan menembak antara tahun 1857 dan 1866.
Sekitar tahun 1862, W.E. Metford melakukan serangkaian percobaan lengkap pada peluru dan senapan, dan menemukan sistem penting senapan ringan dengan ditambahkan spiral pada laras senapannya, dan peluru yang lebih keras. Senapan dan peluru buatannya ini akhirnya diadopsi untuk dipakai oleh tentara Inggris.
Perubahan penting berikutnya dalam sejarah peluru terjadi pada tahun 1882, ketika Mayor Eduard Rubin, direktur di Laboratorium Swiss Army di Thun, menemukan peluru terselubung tembaga. Permukaan timah pada peluru yang ditembakkan dapat meleleh karena suhu panas dan gesekan dengan laras senapan. Karena tembaga memiliki titik lebur yang lebih tinggi, dan lebih keras, peluru terselubung tembaga dapat ditembakkan dengan kecepatan yang lebih tinggi.

[Image: peluru.jpg]

Kemajuan Eropa dalam ilmu aerodinamika mengilhami pembuatan peluru Spitzer. Pada awal abad ke-20, sebagian besar tentara dunia mulai berpindah memakai peluru Spitzer. Peluru ini dapat ditembakkan untuk jarak yang lebih jauh, lebih akurat dan lebih bertenaga.
Kemajuan terakhir dalam bentuk peluru adalah “ekor perahu”, basis efisien untuk peluru Spitzer. Desain ekor perahu akan mengurangi gesekan dengan udara dengan cara mengalirkan udara sepanjang permukaan peluru. Kombinasi pertama peluru Spitzer dengan peluru perahu-ekor dilakukan oleh seorang letnan kolonel Desaleux yang bernama Balle “D”. Peluru ini diperkenalkan sebagai amunisi militer standar pada tahun 1901, untuk senapan Lebel Perancis 1886.:)