JENGISKAN DAN HANCURNYA SEBUAH PERADABAN
(Sebuah Analisis Sejarah)
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang.
Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan dan tumpang tindih
memenuhi jalan-jalan, parit-parit dan lapangan-lapangan. Disekitarnya
bangunan-bangunan megah dan indah banyak yang tinggal puing-puing
dan rerontokan. Asap masih mengepul dari bangunan-bangunan yang
dibakar. Tentara dari pangkat rendah sampai tinggi sibuk memenggal
kepala ribuan manusia dan kemudian memisahkan kepala yang terpisah
dari tubuhnya itu menurut kelompok: kepala wanita, anak-anak, orang
tua, dipisahkan satu dari yang lain. Sungai Dajlah atau Tigris berubah
menjadi hitam disebabkan tinta ribuan manuskrip yang dilempar ke
dalamnya. Perpustakaan, rumah sakit, mesjid, madrasah, tempat
pemandian dan rumah para bangsawan, toko dan rumah makan –
semuanya dihancurkan.
Demikianlah, kota yang selama beberapa abad menjadi pusat
terbesar peradaban Islam itupun musnah dalam sekejap mata. Setelah
puas, pasukan penakluk itupun bersiap-siap pergi tanpa penyesalan
sedikitpun. Mereka kini hanya sibuk mengumpulkan barang-barang
jarahan yang berharga: timbunan perhiasan yang tak terni lai
harganya, berki lo-ki lo batangan emas dan uang dinar, batu permata,
intan berl ian – semua dimasukkan ke dalam ratusan karung dan
kemudian diangkut dalam iringan gerobak dan kereta yang sangat
panjang.
Penyair Sa’idi (1184 – 1291) pernah menyaksikan peristiwa
serupa sebelumnya, yaitu di kota Shiraz. Dia berhasil menyelamatkan
diri dan merekam peristiwa yang dia saksikan dalam sajaknya:
Maka langit pun mencurahkan
Hujan lebat darah ke atas bumi
Dan kebinasaan menyapu bersih
Kerajaan al-Mu’tasim, khalifah orang mukmin
Ya Muhammad ! Apabila hari pengadilan datang
Angkutlah kepala tuan dan lihat
Kesengsaraan umatmu ini !
Saksi lain menulis para musisi dan penyanyi dipanggil agar
bernyanyi dengan riang gembira, sementara bangsawan-bangsawan
kota diperintahkan merawat kuda-kuda mereka. Kitab sal inan al-Qur’an
yang tidak ternilai harganya dilempar dan diinjak-injak. Juwa1yni ,
©2003 Digitized by USU digital library 2
seorang sejarawan abad ke-13, yang berhasi l melarikan di ri dari
Bukhara ketika kota itu diserang beberapa tahun sebelumnya, mel ihat
bagaimana kota kelahiran Imam Bukhari ahli hadis yang masyhur itu
diratakan dengan tanah. Tul is Juwayni: “Mereka datang, merusak,
menghancurkan, membunuh, memperkosa wanita muda, dan tua,
menjarah harta, dan akhirnya pergi dengan tenang dan puas hati.”
Demikian gambaran sekilas kebengisan dan teror yang dilakukan
tentara Mongol di lebih separo daratan Asia dan Eropa Timur sejak
awal hingga pertengahn abad ke-13 M. Baghdad, Ibukota kekhalifahan
Abbasiyah, mendapat gi l i ran agak akhir, pada bulan Februari 1258 M.
Serbuan kal i ini dirancang dari Transoxania di Asia Tengah dan
dipimpin salah seorang cucu Jengis Khan yang tidak kalah bengis dari
kakeknya. Di antara catatan sejarah mengenai kebiadaban orang-orang
Mongol ialah catatan sejarawan terkemuka Ibnu ‘Athir (w. 1231 M) dan
ahli Geografi Yaqut al-Hamawi (w.1229 ). Menurut mereka, tokohtokoh
musl im terkemuka, amir, panglima perang, tabib, ulama,
budayawan, ilmuan, cendekiawan, ahli ekonomi dan pol i tik, serta
saudagar kaya – tewas dalam keadaan mengenaskan. Kepala mereka
dipenggal, dipisahkan dari badan, karena khawatir ada yang masih
hidup dan berpura-pura mati.
Timbul pertanyaan: jenis manusia dan bangsa macam apakah
orang-orang Mongol pada abad ke-13 itu ? Mengapa mereka tiba-tiba
muncul menjadi kekuatan yang menggemparkan dunia beradab dan
dapat menaklukkan wilayah yang sangat luas. Dari ujung timur negeri
Cina sampai ujung barat Polandia, dari batas utara Rusia hingga batas
selatan teluk Parsi – semua ditundukkan dan dikuasai hanya dalam
waktu kurang lebih 40 tahun ?
2. Masalah
Latar belakang sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah pokok dalam karya i lmiah ini
yaitu:
1. Bagaimanakah sejarah kepribadian Jengis Khan dan bangsa
Mongol pada umumnya.
2. Bagaimanakah hubungan Jengis Khan dengan Baghdad hingga ia
berambisi menguasainya.
3. Apakah akibat-akibat yang ditimbulkan dalam sebuah peradaban
tatkala Jengis Khan menguasai Baghdad.
4. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui sejarah kepribadian Jengis Khan dan bangsa
Mongol pada umumnya.
2. Untuk mengetahui hubungan Jengis Khan dengan Baghdad hingga
ia berambisi menguasainya.
3. Untuk dapat mengertahui dan memahami akibat-akibat yang
ditimbulkan dalam sebuah peradaban tatkala Jengis Khan
menguasai Baghdad.
©2003 Digitized by USU digital library 3
4. Metode Penulisan.
Dalam penulisan ini yang menjadi obyek penulisan adalah bidang
sejarah dengan pendekatan sejarah dan pendekatan budaya. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan pokok
permasalahan
2. Setelah data-data terkumpul maka penulis mendeskripsikan
manurut klasi fikasi .
3. Selanjutnya melakukan analisis terhadap data-data kemudian
diseleksi dan ditarik kesimpulan atas kecenderungan yang
dianggap lebih benar dal;am bentuk laporan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Riwayar Jengis Khan
Untuk mengenal watak suatu bangsa, dan kekuatan bangsa
tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita dapat bercermin pada
pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta
mengorganisasi bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad
ke-13 M adalah Jengis Khan serta anak cucunya yang perkasa seperti
Ogotai, Batu, Hulagu dan Kubilai Khan. Jengis telah berhasil
mempimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan Asia yang
menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri
yang ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa
bangsa Mongol menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekad.
Namanya ketika kecil adalah Temujin. Ayahnya Yasugei, adalah
seorang Khan (raja) yang mengepalai 13 kelompok suku Borjigin, salah
satu suku utama Mongol – Turk yang paling berapi dan gagah perkasa.
Sebagai Khan keci l, Yasugei tunduk kepada Khan yang lebih tinggi,
Utaq Khan. Ketika Temujin berusia 13 tahun terjadilah perebutan
kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh disebabkan
panah beracun Dario salah seorang lawan pol itiknya. Karena masih
muda, Temujin tidak diakui sebagai penggantinya. Malahan
keselamatan dirinya serta ibu dan adik-adiknya terancam.
Keluarga Yasugei melarikan diri dan mendapat perl indungan
salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada tahun 1182 Temujin
menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasi l
mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu
Bortai. Bortai mendampingi Temujin sampai akhir hayat dan setia
mengikuti suaminya ke daerah-daerah peperangan.
Bakat Temujin sebagai pemimpin telah kel ihatan pada waktu
berusia 20 tahun. Segala beluk ilmu perang dia pelajari, begitu pula
ketangkasan menunggang kuda dan penggunaan segala jenis senjata
perang. Secara diam-diam mengumpulkan para pengikut ayahnya dan
melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang tepat diapun
©2003 Digitized by USU digital library 4
menyerang bekas lawan pol i tik ayahnya dan berhasil merebut kembali
kedudukannya sebagai khan suku Borjigin. Tidak berapa lama setelah
itu dia berhasi l pula menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang
terpencar-pencar di wilayah luas antara sungai Dzungaria dan Irtish.
Pada tahun 1202 huraltai, majlis besar suku-suku Mongol, memberi
pengakuan kepada Temujin sebagai khan seluruh orang Mongol dengan
gelar Jengis Khan. Artinya raja diraja dan dalam bahasa Arab disebut
Sayyid al-Mutlaq.
Salah satu faktor keberhasilan Jengis Khan ialah kebengisan dan
kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan pol i tik yang
dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para
pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian direbus hidup-hidup
dalam air panas yang sedang mendidih dalam belanga besar.
Pengangkatannya sebagai khan besar seluruh orang Mongol semakin
memperkuat keyakinan dirinya dan keyakinan bahwa pasukan
tentaranya sangat kuat. Inilah yang mendorong Jengis mulai berpikir
bagaimana menaklukkan negeri-negeri disekitarnya yang wilayahnya
sangat luas dan makmur, seperti Cina, Khwarizmi di Asia tengah,
Persia, India, India utara serta Eropa Timur.
Jengis mulai melatih lebih keras pasukan tentaranya, dia
merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku dan
mengorganisasikannya menjadi kekuatan mi l i ter yang besar.
Tentaranya dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik teror dan
kekejaman yang canggih juga diajarkan kepada mereka. Percobaan
pertama untuk menguji keunggulan tentaranya ialah dengan menyerbu
Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasan penyerbuan cukup kuat:
Bangsa Kin sering menyerang Mongol (Tartar) karena menganggap
mereka bangsa biadab. Dalam serangan itu sudah banyak pemimpin
Mongol dibunuh dengan cara yang kejam. Ratusan tahun orang Mongol
menyimpan dendam itu. Dalam serbuan yang dipimpin Temujin tentara
Mongol dengan mudah sekal i dapat menundukkan Cina Utara. Penduduk
dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman,
perajin, sastrawan, guru, ahli bahasa, rohaniawan, dokter, ahli
sejarah, dan pakar strategi perang. Mereka sangat penting untuk
melatih dan mendidik orang Mongol sehingga menjadi bangsa yang
beradab.
Sebagai tokoh besar lain, Jengis Khan mempunyai idola yang ikut
membentuk kepribadian dan arah cita-citanya. Idolanya ialah tokoh
utama sebuah cerita rakyat Mongol yang populer bernama Kutula
Khan. Menurut cerita tersebut Kutula Khan bertubuh besar. Suaranya
bagaikan bunyi guruh dan guntur menyambar puncak gunung.
Tangannya yang kuat bagaikan beruang dengan mudah dapat
mematahkan anak panah. Walau udara dingin pada musim gugur dia
dapat tidur dengan nyenyak dekat api pendiangan tanpa pakai baju.
Percikan api yang melukai tubuhnya tidak dia pedulikan, seolah-oleh
gigitan nyamuk saja. Dalam sehari ia makan seekor domba dan satu
guci susu. Kepada seorang jenderalnya Jengis bertanya pernah
bertanya:” Apakah kebahagiaan terbesar dalam hidup ini, menurut
pendapatmu? “Jenderalnya menjawab: “Beburu dimusim semi
mengendarai seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” jawab
©2003 Digitized by USU digital library 5
Jengis Khan. “Kebahagiaan terbesar ialah menaklukkan musuh,
mengejar mereka sampai tertangkap, kemudian merampas harta milik
mereka, memandangi kerabat dekat mereka meratap dan menjeritjerit,
menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri dan anak-anak
gadis mereka serta memperkosa mereka.”
Ogatai, salah seorang putranya, mempraktekkan betul-betul apa
yang dikatakan ayahnya. Apabila Ogatai dan tentaranya berhasil
menduduki kota, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan
kemudian beberapa gadis paling cantik dipil ihnya untuk dirinya. Yang
agak cantik untuk jenderal-jenderalnya dan selebihnya untuk prajuritprajurit
yang lebih rendah pangkatnya. Amir Khusraw, penyair Persia
abad ke-13 yang melarikan diri dan tinggal di India, memberi
gambaran seperti berikut tentang orang-orang Mongol itu: “Mereka
mengendarai unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan
besi, wajah membara, tatapan muka garang, leher pendek, tel inga
lebar berbulu dan memakai anting-anting, kul it kasar penuh kutu dan
baunya amat tidak sedap.”
Penulis lain mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing
saja, wajah rajanya seperti binatang buas dan berkata bahwa tuhan
mencipta mereka dari api neraka. “Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan
ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara kerajaan Khwarizmi tidak
berkutik mengahapi keganasan dan kebengisan mereka. Juwayni
sejarawan abad ke-13 yang lain, menulis dalam bukunya Tarikh-IJehan
Gusan: “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid dan mengaku
sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang
yang penuh dosa.”
2. Perang dengan negeri Islam
Awal permusuhan dan peperangan dengan negeri Islam bermula
dari peristiwa tahun 1212 M. Pada suatu hari tiga orang saudagar
Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan
menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang Mongol
menangkap mereka dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang
dagangannya dirampas. Tidak lama setelah peristiwa itu Jengis Khan
mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk membel i barang dagangan
di Bukhara. Atas perintah amir Bukhara Gayur Khan, mereka ditangkap
dan menghukum mati. Jengis sangat marah dan merancang menyerbu
kerajaan Khwarizmi dan negeri lain di Asia tengah. Penyerbuan itu
baru terlaksana pada tahun 1219, hanya sel isih tiga tahun setelah
tentara Mongol menaklukkan seluruh wilayah Cina.
Pada tahun 1227 Jengis Khan meninggal dunia, sebelum seluruh
wilayah Khwarizmi dan Asia tengah, termasuk Afghanistan dan India
utara, berhasi l ditaklukkan. Dia digantikan putranya Ogatai (1229 –
1241). Dibawah pimpinannya semakin banyak wilayah taklukan Mongol.
Kekuasaan mereka mencapai Sungai Wolga dan Polandia. Sebagian
besar orang Mongol telah memeluk agama Budha, namun beberapa
bangsawan dan istri mereka ada yang memeluk agama Kristen.
Pengganti Ogotai ialah Kuyuk (1246 – 1249) dan Kuyuk digantikan oleh
Mangu (1251-1264), putra sulung Tulul dan Tulul ialah adik bungsu
©2003 Digitized by USU digital library 6
Ogotai. Pada masa kepemimpinan Mangu inilah konflik terjadi dalam
keluarga Jengis Khan.
Entah apa sebabnya pada suatu hari Mangu menuduh Ogul
Ghaimi, bekas permaisuri Ogatai yang beragama Kristen, bermaksud
menggulingkan kekuasaannya dan menghasut orang Mongol yang
beragama Budha melakukan makar. Ogul Ghaimi dihukum mati dan
hampir semua keturunan Ogotai dibunuh. Keputusan tersebut didukung
oleh Kubilai Khan, yang telah menjadi kaisar Cina, dan Hulagu. Cucu
Ogotai, Kaidu yang menjadi panglima di Subutai , tidak berhasil
melaksanakan niatnya membalas dendam. Ia malah dipaksa
menyerahkan wilayah kemaharajaan Kara Kita (Xinjiang, Cina) kepada
Mangu. Begitulah sejak itu kekuasaan Mangu menjadi bertambah luas.
Sebenarnya serangan terhadap Baghdad tidak pernah terpikirkan
oleh Mangu, sebab di samping tentara Abbasiyah masih dianggap kuat
dan berbahaya, beberapa ulama yang menjadi penasehat penguasa
Mongol dapat meyakinkan bahaya serangan tersebut. Menurut para
ulama, bagaimanapun Khalifah al-Mu’tasim ialah pemimpin kaum
muslimin dan barang siapa yang menistanya pasti akan mendapat
balasan setimpal dari Tuhan. Penyerbuan ke Baghdad terjadi setelah
Mangu memerintahkan Hulagu membasmi istana benteng Alamut dan
wilayah yang dikuasai orang-orang Assasin, yaitu cabang dari sekte
Isma’iliyah (Syi ’ah Imam Tujuh). Orang-orang Hassasin sangat
berbahaya karena sering merampok dan membunuh para saudagar,
termasuk saudagar Mongol.
Ketika mendapat perintah saudaranya itu Jenderal Hulagu juga
mendapat pesan khusus dari istrinya Dokuz Khatun yang beragama
Kristen. Dokuz Khatun mempunyai hubungan dengan pemimpin
pasukan perang sal ib yang sedang berperang dengan tentara Islam
merebut Yerusalem pada waktu itu, dan berkonspirasi dengan
misionaris Kristen untuk menghancurkan kaum Musl im. Dia meminta
kepada suaminya agar setelah menghancurkan benteng Alamut, yang
membentang sepanjang pegunungan di timur laut Iran dan Afghanistan
segera menaklukkan Iran dan Iraq. Demikianlah, sebelum menaklukkan
dan membasmi pengikut Hassasin di Alamut, Hulaghu dan ribuan
tentaranya berangkat dari Transoxiana disebelah utara Samarkand dan
Bukhara. Mula-mula ia menyerbu Merw, Rayya dan Nisyapur, kemudian
Hamadan dan dari situ berputar menuju dataran tinggi Marenda serta
menghancurkan Istana Benteng Alamut dan membinasakan ribuan
pengikut Hassasin. Setelah itu pasukan Hulagu menyerbu Azerbaijan
dan Armenia, yang dengan mudah dapat ditaklukkannya. Gerakan
selanjutnya ialah ke Arah selatan memasuki wilayah al-Jazirah. Setelah
beristirahat agak lama dan mengatur strategi perang diantaranya
mengirim mata-mata, pada hari Minggu 4 Safar H (Februari 1258)
pasukan Hulagu bergerak mendekati Baghdad. Walaupun perlawanan
yang diberikan oleh tentara Abbasiyah cukup sengit, namun tidak
begitu sukar bagi Hulagu untuk mengalahkan dan menghancurkan
mereka.
Catatan yang cukup menarik tentang kekalahan tentara kaum
Musl imin Baghdad itu terdapat dalam buku Tarikh al-Islam (hlm. 206-
©2003 Digitized by USU digital library 7
207) karangan sejarawan terkenal abad ke-13M Muhyiddin al-Khayyat:
“Sejak bertahun-tahun lamanya telah timbul pertentangan tajam
antara pengikut Sunni dan Syi ’ah, juga antara pengikut mazhab Syafi ’i
dan Hanafi. Pertumpahan darah telah sering pula terjadi dalam
pertikaian yang timbul diantara golongan-golongan yang sal ing
bertentangan itu. Pada saat itu khalifah yang berkuasa ialah al-
Mu’tasim, sedangkan wazirnya Muayyad al-Din al-Qami, seorang tokoh
Syi’ah terkemuka.
Amir Abu Bakar, putra khalifah, dan panglima Rukhnuddin al-
Daudar sudah lama menaruh dendam kepada wazir al-Qami. Pada suatu
hari dia memerintahkan tentara mengobrak-abrik tempat tinggal orang
Syi ’ah. Peristiwa ini oleh wazir dirasakan sebagai pukulan hebat
terhadap dirinya. Diam-diam dia berkorespondensi dengan Hulagu dan
mendorong panglima Mongol dari Transoxiana itu segera berangkat
merebut ibukota Baghdad.
Hulagu pun datang dengan ribuan tentaranya pada bulan Safar
656H dan mengepung Baghdad. Dengan persetujuan khalifah panglima
al-Daudar membawa pasukan tentara Baghdad untuk mengusir trntara
Mongol. Tetapi malang tidak dapat dielakkan . Pasukannya kalah telak
dan dia sendiri dengan kepala terpisah dari badan. Sisa pasukannya
menyelamatkan diri ke balik tembok ibukota yang kukuh dan sebagian
lagi melarikan diri ke Syiria.
Setelah itu wazir al-Qami menemui Hulagu, dan atas persetujuan
Khalifah al-Mu’tashim, dilakukan perundingan dengannya. Wazir dan
pengiringnya pulang ke dalam kota, dan setelah terjadi kericuhan
diapun berkata kepada khalifah: “Hulagu Khan berjanji akan tetap
menghormati dan Tuan sebagai khalifah, seperti mereka mengakui
Sultan Konya. Bahkan ia hendak mengawinkan seorang putrinya
dengan putra Tuanku, Amir Abu Bakar !”
Muhyiddin al-Khayyat selanjutnya melaporkan bahwa khalifah al-
Mu’tasim disertai seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta keluarga
mereka, berjumlah 3000 orang keluar dari istana menemui Hulagu.
Pada mulanya mereka disambut dengan ramah, tetapi tidak lama
kemudian dibantai habis. Wazir al-Qami dan keluarganya juga dibantai
dengan cara lebih bengis. Sebelum dibunuh wazir al-Qami dinista
Hulagu, “Kamu pantas mendapat hukuman berat karena berkhianat
kepada orang yang telah memberimu kedudukan istimewa.”
Selama 40 hari pasukan Hulagu membunuh, menjarah,
memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah dihancurkan.
Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil
ditusuk perutnya. Sejak saat itu pula kedaulatan dan kekuasaan
Mongol dinobatkan atau Bani Ilkhan berdiri kukuh di Persia (iran dan
Iraq). Hulagu Khan dinobatkan sebagai khan dan memilih Tabriz
sebagai ibukota kemaharajaannya. Hanya Mesir dan Syiria yang tidak
dapat ditaklukkan karena kuatnya pasukan kaum musl imin di situ.
©2003 Digitized by USU digital library 8
3. Orang Mongol Memeluk Islam
Dalam perjalanan sejarah suatu bangsa sering terjadi sesuatu
yang musykil dan tidak pernah terbayangkan. Orang Mongol yang
dahulunya merupakan musuh dan seteru sengit orang Islam, pada
akhirnya tunduk kepada kepercayaan penduduk negeri-negeri yang
mereka taklukkan. Tidak lama setelah jatuhnya kota Baghdad itu telah
banyak bangsawan dan pemimpin Mongol secara diam-diam memeluk
Islam. Pada awal abad ke-14 , belum seratus tahun maklumat
permusuhan terhadap umat Islam diumumkan oleh founding father
mereka Jengis Khan, sebagian besar orang Mongol dinegeri kaum
muslimin telah dirasuki agama Islam dan kebudayaan masyarakatnya.
Namun demikian, semua itu berjalan dalam proses yang berl ikuliku.
Sebelum berbondong-bondong memeluk Islam mereka telah
menjadi penganut Syamanisme dan Budhisme yang fanatik. Usaha
misionaris Kristen untuk mengkristenkan mereka bahkan hampir
berhasi l lebih dari dua tiga kali. Beberapa pemimpin Mongol bahkan
telah menjalin kerja sama dan konspirasi dengan saja-raja Eropa dan
pemimpin perang pasukan Salib merekla di tanah suci Yerusalem. Di
antara bentuk bentuk konspirasi itu ialah bersama-sama menghajar
dan menghancurkan negeri Islam.
Di antara pemimpin Mongol pertama yang memeluk Islam ialah
Barkha Khan (1256-1266 ), cucu Jengis Khan dari putranya Juchi Khan,
yang menguasai Eropa timur dan tengah dan berkedudukan di Sarai,
lembah Wolga. Dia dan para pengikutnya memeluk Islam pada tahun
1260 berkat dakwah para ulama sufi yang berada di daerah tersebut.
Pada tahun itu juga Barkha mengirim ribuan tentaranya untuk
membantu sultan Baybars di Mesir yang sedang menghadapi serangan
Hulagu Khan dan tentara Salib. Dalam pertempuran di Ain Jalut
pasukan Hulagu dapat dihancurkan. Sejak itu agama Islam berkembang
pesat do lembah Wolga dan orang-orang Mongol yang bermukim di
wilayah itu menyebut diri sebagai orang Kozak (Kystchak).
Adapun keturunan Hulagu Khan sendiri menempuh jalan berl iku
sebelum memeluk Islam. Ulama-ulama Islam juga tidak hanya bersaing
dengan misionaris Kristen, tetapi bersaing pula dengan sesama
mereka, yaitu ulama mazhab Syafi’I dengan Hanafi dan ulama Syi’ah.
Pada mulanya usaha misionaris Kristen hampir berhasi l . Pengganti
Hulagu Khan , yaitu Abagha (1265-1282) memeluk Kristen berkat
bujukan ibunya Dokuz Khatun. Dalam istanya banyak pendeta Kristen
tinggal, diantaranya sebagai penasehat pol itik. Pada tahun 1274,
Abagha mengirim utusan khusus menghadiri Konsili Lyon. Dia sering
berkirim-kiriman surat dengan Raja Louis (1266-1270) dari Prancis dan
raja Charles I (1268-1285 ) dari Sicilia. Tetapi malan, putra Abagha,
yang menggantikan ayahnya dan sejak kecil telah memeluk agama
Kristen, yaitu Tagudar (1281-1284) menjelang dewasa memeluk Islam.
Dia menyebut dirinya sebagai Sultan Muhammad Tagudar Khan. Namun
karena tindakannya memberi peluang terlalu besar bagi perkembangan
Islam, dia diadukan oleh-tokoh masyarakat Mongol kepada Kubilai
Khan di Khanbalik, Cina. Perebutan kekuasaan segera terjadi di bawah
©2003 Digitized by USU digital library 9
pimpinan Arghun, saudara kandung Tagudar. Dalam peristiwa itu
Tagudar mati terbunuh.
Setelah naik tahta, Arghun (1284-1290 ) segera menyingkirkan
pembesar-pembesar Islam dari kedudukan penting mereka. Mereka
digantikan oleh pembesar beragama Budha dan Kristen. Pengganti
Arghun, yaitu Baidu Khan (1293-1295) berbuat serupa. Namun justru
pada masa pemerintahan Baidu inilah terjadi peristiwa paling
bersejarah. Putranya yang menggantikan dia, Ghazan Khan (1295-
1302), walaupun sejak keci l dididik sebagai penganut Budhis yang
fanatik, ketika naik tahta menyatakan memeluk Islam.
Peristiwa tersebut merupakan kemenangan besar Islam. Ghazan
lahir pada tanggal 4 Desember 1271 M. Usianya ketika naik tahta
belum genap berusia 24 tahun. Pada umur 10 tahun dia diangkat
menjadi gubernur Khurasan. Pendamping dan penasehatnya ialah Amir
Nawruz, putra Arghhun Agha yang telah memerintah selama 39 tahundi
bebertapa provinsi Persia di bawah pengawasan langsung Jengis Khan
dan penggantinya. Amir Nawruz merupakan pembesar Mongol awal
yang memeluk agama Islam secara diam-diam. Atas usaha dialah
Ghazan Khan memeluk agama Islam.
Ajakan memeluk Islam itu berawal ketika Ghazan sedang
berjuang merebut tahta kerajaan dari saingan utamanya, Baidu. Amir
Nawruz berkata, “Tuanku ! Berjanjilah, apabila kelak Allah
menganugerahkan kemenangan kepada Tuan, sebagai ucapan syukur
Anda mesti memeluk agama Islam !” Atas petunjuk dan nasihat Amir
Nawruz itulah Ghazan Khan berhasi l mengalahkan Baidu dan naik tahta
pada tanggal 19 Juni 1295 (4 Sya’ban 644 H). Janjinya untuk memeluk
Islam dipenuhi hari itu juga. Bersama 10.000 orang Mongol lain,
termasuk sejumlah pembesar dan jenderal dia mengucapkan dua
kalimah syahadat di hadapan Syekh Sadruddin Ibrahim, putra tabib
terkemuka al-Hamawi.
Setelah empat bulan memerintah, Sultan Ghazan memerintahkan
tentaranya menghancurkan kui l Budha, gereja dan sinagor di seluruh
kota Tabriz. D atasnya kemudian dibangun kembali masjid dan
madrasah, sebab di tempat yang sama itulah dahulu Hulagu
menghancurkan puluhan masdrasah dan masjid yang megah. Denman
berbuat demikian dia telah menebus dosa leluhurnya kepada kaum
muslimin.
Menurut Edward G. Browne (Literary History of Persia), Vol. II,
1956), dalam sejarah Persia Sultan Ghazan merupakan raja Mongol
pertama yang mencetak uang dinar dengan inskripsi Islam. Syariat
Islam kemudian kembali ditegakkan dan undang-undang kerajaan
diganti dengan undang-undang baru yang bernafas Islam. Pada bulan
November 1297 amir-amir Mongol mulai memakai jubahdan surban ala
Persia, dan membuang pakaian adat nenek moyangnya. Walaupun
perubahan itu menyebabkan banyak orang Mongol yang masih
beragama Budha tidak puas, dan terus menerus menyebarkan intrikintrik
dan meletuskan sejumlah pemberontakan, namun pemerintahan
Ghazan relatif aman dan mantap. Reformasi lain yang dia lakukan ialah
©2003 Digitized by USU digital library 10
pengurangan pajak dan penyusutan jumlah pelacuran dan lokasinya
diseluruh negeri.
Sultan Ghazan wafat pada tanggal 17 Mei 1304 dalam usia 32
tahun disebabkan konspirasi pol itik yang bertujuan mengangkat
Alafrank, putra saudara sepupunya Gaykhatu, sebagai raja Mongol
beragama Budha. Kematiannya ditangisi diseluruh Persia. Dia bukan
hanya seorang negarawan muda yang bijak dan taat beribadah, tetapi
juga pel indung i lmu dan sastra. Dia menyukai seni, khususnya
arsitektur, karejinan dan ilmu alam. Dia mempelajari astronomi, kimia,
mineralogy, metalurgi, dan botani. Dia menguasai bahasa Persia, Arab,
Cina Mandarin, Tibet, Hindi dan Latin. Penggantinya, Uljaytu
Khudabanda (1304-1316), meneruskan kebijakannya. Tetapi raja
Mongol yang paling saleh ialah Abu Sa’id (1317-1334 M), pengganti
Uljaytu. Di bawah pemerintahan Abu Sa’id ini lah orang Mongol Persia
menjadi pembela gigih Islam serta pel indung utama kebudayaan Islam.
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah analisis ringkas tentang perjalan sejarah jenghis
Khan yang telah memberikan sebuah catatan hitam dalam lembaran
sejarah peradaban. Dahulunya bangsa Mongol memang sangat dikenal
sebuah bangsa yang memiliki keberanian maupun kenekatan yang
puncak kejayaan berada di tangan Jengis Khan sampai beberapa
generasi dibawahnya. Keberadaan, kekejaman maupun kebengisan
Jenghis Khan takkan pernah terlupakan dalam sejarah peradaban,
walaupun cucunya belakangan dianggap dapat menebus kesalahankesalahan
kakeknya namun hancurnya peninggalan-peninggalan
sejarah dalam sebuah peradaban mungkin tak akan dapat dilupakan.
DAFTAR PUSTAKA
Sidi Gazalba, 1987, Asas Kebudayaan Islam Pembaharuan Ilmu dan
Filsafat, Jakarta Bulan Bintang.
Omar Amin Husein, 1975, Kultur Islam, Sejarah Perkembangan
Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional,
Jakarta, Bulan Bintang.
Dewan Redaksi, 1994, Ensiklopedi Islam I, Jakarta, PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve.
Gibb, H.A.R., Modern Trend in Islam, Chicago, 1945
Rom Landaou, 1962, The Arab Heritage Of Western Civilization, New
York Arab Information Centre.
Titus Burchardt, 1976, Art Of Islam, Language and Meaning, London:
World of Islam Festival Trust
Nurchol ish Majid, 1997, Kaki Langit Peradapan, Jakarta, Paramadina.
Browne, Edward G., 1956, A Literary History of Persia, London: T.Fisher
Unwin, dan Cambridge, The University Press.
Hossen Nasr, Sayyed, 1986, Sains Dan Peradaban di Dalam Islam
(terjemahan), Pustaka, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar