BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia
pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah
puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari
kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan
jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan
manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur
apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu,
tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur
dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan
pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan
manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin
menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang
berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu
teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia
sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat
ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti
pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu
manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
- Apa yang bisa diketahui manusia
- Apakah sumber-sumber pengetahuan itu
- Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
- Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Epistemologi
(filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam
pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung
berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia.
Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan
pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic
kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme”
dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan
yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.
Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai
hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah
utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan,
Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah
sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan
epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini
menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar
manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan
masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan
dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga
ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
Epitemologi
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,
sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara
memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan
metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal,
akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik,
sehingga dikenal model‑model epistemologik seperti rasionalisme,
empirisme, Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan
kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi
pengetahuan (ilmiah).
Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara
benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu
melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan
kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan,
cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan
yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan
analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah)
menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,
matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang
sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai
penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan
kenyataan empiris atau tidak.
Kebenaran pengetahuan dilihat dari
kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain
yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya
teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan
kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan
untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas
dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam
nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita
amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami
penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan
berkembang.
B. Apa yang bisa diketahui manusia
Immanuel
Kant (lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12
Februari 1804 pada umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya
Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam
bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain
“apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan
tiga pertanyaan:
- Apakah yang bisa kuketahui?
- Apakah yang harus kulakukan?
- Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
- Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
- Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
- Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.
C. Sumber-sumber pengetahuan
Sebelum kita memasuki pembahasan inti dari makalah ini, maka perlu kiranya kita mengetahui pengertian dari ilmu pengetahuan.
Dalam
komperensi ilmu pengetahuan nasional (KIPNAS) ini LIPI yang berlangsung
di Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 di dasarkan agar
dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan pengetahuan untuk
Knowledge adapun alasannya yaitu:
- Ilmu (Spesies) adalah sebagian dari pengetahuan (Genus)
- Dengan demikian maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu ciri-ciri ilmiah atau ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)
- Dalam buku bahasa Indonesia berdasarkan hukum D (diterangkan) dan M (menerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan penyatuan ini pada hakikatnya adalah salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah
- Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak) penafsiran yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan.
Ternyata ada juga yang berpendapat bahwa:
- Ilmu termasuk genus dimana terdapat dapat banyak spesies seperti ilmu kebathinan, ilmu agama, ilmu filsafat, dan ilmu pengetahuan
- Terminologi ilmu pengetahuan sinomia dengan scientific knowledge
- Ilmu adalah sinomia dengan knowledge danpengetahuan tentang science dimana berdasarkan hukum DM maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (Knowledge) yang bersifat pengetahuan (scientific)
Jika
demikian, ilmu pengetahuan hanya merupakan istilah yang lazim
dibahasakan orang-orang tetapi tidak mampu memberikan defenisi yang
jelas, tetapi orang pasti sudah mengerti maksud ilmu pengetahuan bila
mendengarnya
Di dalam makalah ini akan kami uraikan beberapa defenisi istilah ilmu pengetahuan berdasarkan beberapa buku filsafat.
Kata
“Ilmu” merupakan terjemahan dari kata (Science) yang secara etimologi
berasal dari bahasa latin (scinre) artinya “to Know”. Dalam pengertian
yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam
yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Dari pengungkapan para ahli kita dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:
- Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.
- Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya
- Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.
Dengan
kita memasuki lapangan filsafat dengan mencoba merenungkan semua
permasalahan manusia yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengetahuan
itu.
Dalam kajian filsafat ilmu sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh
manusia melalui: Pengalaman, intuisi, agama (wahyu), filsafat dan ilmu
D. Cara – cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
Dalam
filsafat ilmu, cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah
melaui sebuah rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang
lazimnya disebutnya metode ilmiah
a. Pengertian metoda Ilmiah
Menurut
Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal dari bahasa
Latin methodos, yang secara umum artinya cara atau
jalan untuk memperoleh
pengetahuan sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah.
The
Liang Gie (1991 : 110), menyatakan bahwa metoda ilmiah adalah
prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata
langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.
Dalam
beberapa literatur seringkali metoda dipersamakan atau
dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode),
pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang
berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang Gie, 1991:116).
Dengan mengutip pendapat benerapa pakar, The Liang Gie menjelaskan
perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan pada
pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data
yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk mendapatkan dan
mempergunakan data. Pendekatan dalam menelaah suatu masalah dapat
dilakukan berdasarkan atau dengan memakai sudut tinjauan dari
ilmu-ilmu tertentu, misalnya psikologi, sosiologi, politik, dst.
Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut
dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep psikologi.
Sedangkan bila masalah tersebut ditinjau berdasarkan
pendekatan sosiologis, maka konsep- konsep sosiologi yang dipakai
untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.
Pengertian
metoda juga tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah adalah
berbagai prosedur yang mewujudkan
pola-pola dan tata langkah
dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Pola dan tata langkah
prosedural tersebut dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan
teknis yang lebih rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi,
teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali bercorak
rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani
data dalam penelitian (The Liang Gie (1991 : 117).
b. Unsur-unsur metoda ilmiah
Metoda
ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana
digambarkanoleh The Liang Gie, memuat
berbagai unsur atau komponen yang saling berhubungan.
Unsur-unsur utama metoda ilmiah menurut The Liang Gie (1991 :
118) adalah pola proSedural, tata langkah, teknik, dan instrument..
Pola
prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan,
peng-ukuran, survai, deduksi, induksi, dan analisis. Tata
langkah, mencakup : penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila
perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan
pengujian hasil. Teknik, antara lain terdiri dari :
wawancara, angket, tes, dan perhitungan. Aneka instrumen yang
dipakai dalam metoda ilmiah antara lain : pedoman wawancara,
kuesioner, timbangan, meteran, komputer.
c. Macam-macam Metoda ilmiah
Johson
(2005) dalam arkelnya yang berjudul ”Educational Research
: Quantitative and Qualitative”, yang termuat dalam situs
internet membedakan metoda ilmiah menjadi dua metoda deduktif dan
metoda induktif. Menurut Johnson, metode deduktif terdiri tiga langkah
utama, yaitu : first, state the hypothesis (based on theory or research
literature); nex, collect data to test hypothesis; finally, make
decision to accept or reject the hypothesis. Sedangkan tahapan
utama metoda induktif menurut Johnson adalah : first, observe the
world; next, search for a pattern in what is observed; and finally, make
a generalization about what is occuring. Kedua metoda tersebut
selanjutnya oleh Johnson divisualisasikan sebagai berikut.
Metoda
deduktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian
kuantitatif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima
kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya.
Sedangkan metoda induktif merupakan metoda
yang diterapkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian
ini dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan penemuan teori.
1) Metoda Deduktif
Jujun
S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral,
Sosial, dan Politik (1996 : 6) menyatakan bahwa pada dasarnya
metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan :a) kerangka pemikiran yang bersifat
logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; b)
menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka
pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis
termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara
faktual.
Selanjutnya
Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127-128).
a)
Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek
empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan
faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b)
Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi
permasalahan.
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan
faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c)
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d)
Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang
relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau
tidak.
e) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
2) Metoda Induktif
Metoda
induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian
kualitatif. Metoda ini memiliki dua macam tahapan : tahapan
penelitian secara umum dan secara siklikal
(Moleong, 2005 : 126).
a) Tahapan penelitian secara umum
Tahapan
penelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap
utama, yaitu (1)tahap pralapangan, (2)tahap pekerjaan lapangan, dan (3)
tahap analisis data. Masing- masing tahap tersebut terdiri dari
beberapa langkah.
b) Tahapan penelitian secara siklikal
Menurut
Spradley (Moleong, 2005 :148), tahap penelitian kualitatif,
khususnya dalam etnografi merupakan proses yang berbentuk
lingkaran yang lebih dikenal dengan proses penelitian
siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah:(1) pengamatan deskriptif,
(2) analisis demein, (3) pengamatan terfokus, (4) analisis
taksonomi, (5) pengamatan terpilih, (6) analisis komponen, dan (7)
analisis tema.
E. Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan
a. Metode Empirisme
Empirisme
berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman
inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang
memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang
dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut
dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Asal
kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap
pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal,
sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena
pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta.
Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan
melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru
sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang
diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to
experience).
Tokoh-tokoh
empirisme antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes
(1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan
dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan
dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui
pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil
eksperimen.
Pandangan
Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia,
apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan
secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai
penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan
mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan
adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah
srigala bagi manusia lain.
Menurut
aliran ini bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
indranya. Bapak aliran ini adalah John Lock (1632-1704) dengan teorinya
“tabula rasa” yang artinya secara bahasa adalah meja lilin. Menurut
paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada
pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan
tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti
petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris
adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka
pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Proses terjadinya
pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat
dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan
rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber
rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan
mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya
adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme
adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa
ditangkap oleh panca indera manusia.
Kelemahan aliran ini adalah sangat banyak :
- Indera terbatas ; Benda yang jauh kelihatan kecil.
- Indera menipu ; Orang yang sedang sakit malaria, gula rasanya pahit.
- Terkadang objek yang menipu, seperti ilusi dan patamorgana.
- Kekurangan terdapat pada indera dan objek sekaligus; indera (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat kerbau secara keseluruhan, begitu juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.
Pada
dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme.
Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio,
sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang
kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling
jelas dan sempurna.
Seorang
yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan
didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya
dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu
pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan
dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat
dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan
bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat
inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan
tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah
merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme
memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali
merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut
penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai
pengadilan yang tertinggi.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Francis Bacon (1210 -1292)
2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3. John Locke ( 1632 -1704)
4. George Berkeley ( 1665 -1753)
5. David Hume ( 1711 -1776)
6. Roger Bacon ( 1214 -1294)
b. Metode Rasionalisme
Para
penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang.
Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang
dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650)
yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang
terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Berbeda
dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode
untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti
rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman
dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa
kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang
terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:
- Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
-
Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat
ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi
pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu
atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme
adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio,
ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang
hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII
sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu
pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio)
untuk menemukan kebenaran.
Ternyata,
penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari
ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut
orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai
sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi
pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara
lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac
Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu
menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang
berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat.
Semua
gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui
bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang
batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan.
Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama
kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam
abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan
masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada
abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu disimpulkan beberapa hal :
- Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah
- Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.
- Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
- Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Nakosteen, Mehdi. History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
Titus, Harold H., et al. Living Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan judul Persoalan-Persoalan Filsafat. Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.
Zaqzu>q, Mah}mu>d H{amdiy. Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>sah. Cet. II; Kairo: Da>r al-T{iba>‘at al-Muh}ammadiyyah, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar