Kerajaan Bizantium merupakan kerajaan yang terletak di bagian timur kerajaan Romawi. Kerajaan ini memiliki ibukota di Konstantinopel (kini bernama Istanbul) dan tetap berkuasa hingga satu milenium setelah kerajaan Romawi di bagian barat runtuh.
Kerajaan ini runtuh setelah Konstantinopel dikuasai dinasti Ottoman pada 1453. Era keemasan dari kerajaan Bizantium berada di bawah kekuasaan Justinian I (527-565) yang berhasil memperluas wilayah hingga Eropa bagian barat. Sepanjang sejarah, masyarakat Bizantium sering menganggap diri mereka bangsa “Romawi”, padahal masyarakat Bizantium hampir tidak pernah menguasai Roma dan berbicara dalam bahasa Yunani.
Asal Mula Kerajaan Bizantium
Pada Oktober tahun 312, Raja Constantine 1 mengambil alih kekuasaan kerajaan Romawi setelah memenangkan peperangan di Jembatan Milvian. Naiknya Constantine sebagai raja Romawi membawa sejumlah perubahan penting di kerajaan Romawi yang nantinya menjadi dasar lahirnya kerajaan Byzantine. Perubahan paling signifikan adalah kemunculan Kristen sebagai agama negara dan pembuatan Konstantinopel sebagai pusat kehidupan baru dari kerajaan.
Theodisius I kemudian menjabat sebagai raja Romawi setelah kematian Constantine. Ia menjadi satu-satunya penguasa kerajaan Romawi sebelum akhirnya terpecah menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur. Bagian Romawi Barat akhirnya runtuh setelah berjalan satu abad, sementara Romawi Timur terus berkembang hingga akhirnya kita kenal dengan nama Bizantium.
Kerajaan Bizantium mengalami perkembangan ketika Justinian I menjadi raja pada tahun 527. Hanya lima tahun setelah pemerintahannya, Konstantinopel diserang oleh pemberontak Nika. Konstantinopel menjadi terpecah dalam dua bagian yang saling berusaha untuk merebut kekuasaan di kota ini. Namun pemberontakan tersebut justru memberi keuntungan.
Upaya pemusnahan pemberontak tersebut justru menjadi situasi yang menguntungkan bagi Justinian I. Gereja Hagia Sophia, yang dihancurkan pemberontak, dibangun kembali menjadi katedral yang baru dan jauh lebih megah. Dengan pembangunan sebuah katedral yang sangat indah, Justinian berusaha memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Ia mengambil kembali wilayah Afrika Utara, Italia, dan beberapa wilayah Eropa Barat.
Pada masa pemerintahannya, Justinian berhasil membangkitkan berbagai pencapaian intelektual yang sempat terhambat sebelumnya. Seni dan literatur berkembang pesat pada pemerintahannya. Para pegawainya berhasil merumuskan hukum Romawi yang menjadi dasar dari sistem hukum yang kebanyakan berlaku di Eropa hingga saat ini.
Pada tahun 541-542, sebuah wabah menyebar di kerajaan Bizantium. Wabah ini sampai melanda pihak kerajaan, meski Justinian masih tetap bertahan hidup. Menurut para sejarawan, wabah ini menewaskan sepertiga dari populasi Konstantinopel. Dampak dari wabah ini semakin menguat seiring dengan kondisi cuaca yang semakin dingin sehingga membuat terjadinya kekurangan pasokan pangan. Beberapa riset memperkirakan bahwa kondisi ini terjadi akibat melintasnya komet Halley pada tahun 536 hingga menutupi permukaan bumi, sehingga membuat temperatur menurun. Selain itu ada juga faktor erupsi vulkanis gunung El Salvador.
Dark Age
Beberapa abad setelah kematian Justinian I, Bizantium memasuki “Dark Age”, dan kerajaan sepertinya ditimpa kesialan yang terus menerus. Memasuki abad ke 7, bagian barat wilayah yang ditaklukkan Justinian mulai terlepas satu per satu. Italia dikuasai Lombard, Gaul diperintah Frankish, dan bagian pantai dari Spanyol direbut oleh kerajaan Visigoth.
Selain itu, sepanjang tahun 630 sampai 660, wilayah timur dari kerajaan termasuk Mesir direbut oleh bangsa Arab. Kondisi kerajaan Bizantium menjadi semakin memburuk. Bangsa Arab terus menerus menekan wilayah kekuasaan Bizantium, diikuti perlawanan bangsa Slavia, dan orang-orang dari Eropa Tengah yang masuk ke wilayah Balkan.
Pada akhir abad ke 7, berbagai kota kekuasaan Bizantium telah banyak kehilangan identitas sosial dan budaya. Meski konstantinopel masih bertahan, kota tersebut telah banyak mengalami penurunan dibanding sebelumnya.
Kerajaan ini tidak pernah kembali ke masa kejayaannya saat diperintah oleh Justinian I. Akan tetapi, situasi militer di kerajaan Bizantium menjadi stabil memasuki abad ke 9. Pada abad ke 11, Bizantium merebut kembali sejumlah wilayah yang sebelumnya lepas. Memasuki 1025, Bizantium menjadi kekuatan dominan di wilayah Balkan dan Timur Tengah. Bizantium masih berusaha mempertahankan momentum kebangkitan. Ada begitu banyak nomaden yang memasuki wilayah Turki dan sekitarnya, begitu juga wilayah Italia yang mulai diramaikan bangsa Normandi.
Pada tahun 1203, sekelompok pasukan perang salib mencari uang untuk membiayai ekspedisi mereka ke Mesir mendapat ajakan Pangeran Alexius Angelos dari Bizantium yang mengundang mereka menuju Konstantinopel sebelum berangkat ke Mesir. Mereka diminta membantu Pangeran ini memperoleh Konstantinopel untuk bayaran sekitar 200.000 marks, mendapat pasokan yang mereka butuhkan, dan menyediakan 10.000 prajurit.
Saat itu, militer Bizantium sedang dalam kondisi terburuk. Kematian raja Comnesus membuat perebutan kekuasaan dan kudeta berlangsung secara terus menerus. Saat pasukan perang salib menguasai Konstantinopel pada 1204, mereka menurunkan raja saat itu dan memberikan tahta kekuasaan kepada penguasa “Latin” dari barat. Penguasa tersebut tetap bertahan hingga akhirnya jenderal dari Mesir bernama Michael Palaeologus kembali merebut Konstantinopel dan menjadi raja bernama Michael VIII.
Runtuhnya Kerajaan Bizantium
Situasi di Bizantium semakin memburuk ketika perang sipil berlangsung setelah kematian Andronikos III. Perang sipil ini berlangsung selama 6 tahun dan menghancurkan kerajaan tersebut. Ditengah berlangsungnya perang sipil, penguasa Serbia Stefan IV Dushan mengambil alih sebagian wilayah kekuasaan Bizantium. Wilayah tersebut disatukan dalam kekuasaan kerajaan Serbia.
Kondisi kerajaan Bizantium diperburuk dengan munculnya dinasti Ottoman muncul sebagai kekuatan baru di Eropa. Ottoman berhasil mengalahkan kerajaan Serbia dan menguasai seisi wilayah Balkan.
Kerajaan Bizantium terkepung. Mereka mencari bantuan dari penguasa di wilayah Eropa barat, sembari berupaya menyatukan kembali Gereja Ortodoks di Timur dengan Katolik Roma. Ajakan penyatuan ini dipertimbangkan oleh pihak Katolik Roma dan disampaikan lewat dekrit raja di Ottoman, akan tetapi, penduduk kota dan pendeta Kristen Ortodoks menolak kebijakan ini.
Menghadapi ancaman dari Dinasti Ottoman, kerajaan Bizantium mendapatkan bantuan dari pasukan katolik Roma untuk melindungi Konstantinopel. Akan tetapi, pada akhirnya, para pasukan ini sibuk dengan urusannya masing-masing dan tidak berbuat apa-apa untuk melindungi wilayah Bizantium. Saat menghadapi ancaman Dinasti Ottoman, Konstantinopel sedang kekurangan penduduk dan mengalami kebobrokan. Populasi di kota ini berkurang drastis sehingga lebih terlihat seperti wilayah pedesaan yang punya banyak lahan kosong.
Pada tahun 1453, pasukan Sultan Mehmed berjumlah 80.000 orang dan mengepung kota tersebut. Kerajaan Bizantium melakukan peperangan dengan membuat parit pertahanan di pinggiran kota. Namun pasukan Ottoman akhirnya berhasil merebut Konstantinopel dari kerajaan Bizantium setelah pertempuran selama 2 bulan.
Dengan jatuhnya Konstantinopel dibawah kekuasaan Ottoman, wilayah kerajaan Bizantium yang tersisa tinggal Despotate di Yunani. Wilayah ini kemudian menjadi negara merdeka dengan membayar pajak tahunan kepada kerajaan Ottoman. Pada 1460, karena berbagai ketidakmampuan negara tersebut, wilayah Morea akhirnya dikuasai Dinasti Ottoman sekaligus menjadi akhir dari sejarah Kerajaan Bizantium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar