Minggu, 08 Januari 2012

BAHASA-BAHASA YANG TERDAPAT DI WILAYAH JAKARTA SELATAN

BAHASA-BAHASA YANG TERDAPAT DI WILAYAH JAKARTA SELATAN


Dosen:
Muhamad Nurjaman

Makalah
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi

Disusun oleh :
Kelompok II Kelas YF

Ketua : Harry Pramono                             NPM   201014500621
Anggota : - Nurahman                              NPM   201014500618
       - Rd Ummul Syahidah            NPM   201014500558
       - Muhamad Irfan                       NPM   201014500573
       - Beja                                          NPM   201014500601
       - Kusmana                                 NPM   201014500604

Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indra Prasta
Jl. Nangka No.58C Tanjung Barat ( TB Simatupang )
Jaga karsa – Jakarta Selatan 12530
Tlp. ( 021 ) 7818718





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa, dipahami sebagai kumpulan norma-norma perkataan dari komunitas tertentu, juga termasuk bagian dari kultur yang lebih besar dari komunitas yang menggunakannya. Manusia menggunakan bahasa sebagai cara memberikan sinyal identitas antara grup kultur dan perbedaan dengan yang lainnya. Bahkan diantara pembicara dalam satu bahasa beberapa cara berbeda dalam menggunakan bahasa masih ada, dan setiap cara digunakan untuk memberikan sinyal pertalian antara subgrup dalam satu kultur yang besar.
Dalam suatu komunikasi bahasa memegang peranan penting, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam bahasa lisan, suatu ide, pikiran atau keinginan disampaikan secara langsung dengan cara diucapkan dan dengan bantuan udara pernapasan. Sedangkan bahasa tulis, ditulis dengan menggunakan sistem tulisan.
Untuk itu kami dari Kelompok II mencoba akan membahas bahasa-bahasa yang digunakan oleh sebagian masyarakat Kampung Setu Babakan, Jagakarsa di wilayah Jakarta Selatan. Kami tidak membahas semuanya, yang kami pilah adalah tiga suku terbesar yang tinggal disana ditambah bahasa yang dinamakan anak-anak muda sebagai bahasa Gaul.

B. Batasan Masalah
Masalah yang kami bahas adalah bahasa-bahasa yang di pergunakan sehari-hari oleh sebagian besar masyarakat Jakarta Selatan, khususnya masyarakat yang bermukim di daerah Setu Babakan, Jagakarsa.

C. Rumusan Masalah

1.  Apakah Bahasa itu ?
2.  Bahasa apa saja yang terdapat di wilayah Jakarta Selatan ?
3.  Apa saja Kelebihan dan Kekurangannya ?

D. Tujuan
  1. Untuk memenuhi beberapa syarat dalam proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi.
  2. Sebagai langkah lanjutan dalam mempelajari bidang studi umum khususnya Antropologi.
  3. Melatih mahasiswa dan mahasiswi menulis makalah untuk beberapa mata kuliah yang selanjutnya.









BAB II
PEMBAHASAN

A.        Apakah Bahasa itu ?

  1. Menurut Plato, seorang filsafat pada masa Yunani kuno. Bahasa pada dasarnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
  2. Menurut  Ludwig Wittgenstein, seorang ahli filsafat bahasa dari Austria. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis.
  3. Menurut  Sudaryono, seorang ahli bahasa dari Indonesia. Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalah pahaman.

B.  Bahasa apa saja yang terdapat di Wilayah Jakarta Selatan ?

1.           Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya.

2.           Bahasa Sunda
 Bahasa Sunda di wilayah yang kini disebut  Jakarta sebenarnya sudah ada sejak daerah ini masih bernama  Sunda Kelapa yang merupakan wilayah kerajaan Pajajaran atau kerajaan Sunda. Nama Sunda Kelapa sendiri mulai dikenal luas sejak  adanya perjanjian antara Prabu Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kelapa. Jadi secara historis sebenarnya masyarakat Sunda dengan bahasanya adalah penduduk asli Jakarta.
Tapi masyarakat Sunda di Jakarta khususnya di Jakarta Selatan saat ini, pada umumnya adalah bukan keturunan masyararakat  Sunda Kelapa yang dulu melainkan pendatang dari daerah. Menurut bapak Aam Aminudin, warga keturunan Sunda yang saat ini menetap di Kelurahan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Warga Sunda yang bermukim di daerah ini adalah pendatang dari daerah Kuningan, Serang, dan Tasik. Datang ke Jakarta setelah perang kemerdekaan dalam rangka untuk mencari penghidupan yang lebih baik, profesinya rata-rata adalah sebagai pedagang dan buruh atau karyawan. Ada yang menetap hingga beranak cucu, ada juga yang masih suka bolak-balik ke daerah asal mereka.
Penggunaan bahasa Sunda biasanya digunakan sebatas di rumah atau dalam keluarga dan digunakan di komonitas sesama masyarakat keturunan Sunda, kadang kala penggunaannya sudah bercampur dengan bahasa Indonesia.

3.           Bahasa Jawa
Keberadaan bahasa Jawa di Jakarta kira-kira sekitar tahun 1527.  Tepatnya tanggal 22 Juni tahun 1527, yaitu ketika pasukan kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah berhasil menaklukan Sunda Kelapa yang saat itu dikuasai Portugis. Kemudian oleh Fatahillah  nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.
Seperti halnya Bahasa Sunda, bahasa Jawa yang dipakai masyarakat Jawa di Jakarta sekarang ini bukan dari keturuna prajurit Demak jaman dulu. Melainkan dari para pendatang yang ke Jakarta setelah Indonesia merdeka. Mereka ke Jakarta sebagian ada yang veteran perang kemerdekaan, tapi lebih banyak yang datang sebagai buruh dan pedagang dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka kebanyakan datang dari daerah Solo,Pekalongan, Jogja, Tegal, dan Malang. Hal ini bisa dilihat dari dialek mereka. Berikut ini contoh-contoh dialek Jawa, sesuai dengan daerah asalnya.
a.     Dialek Jawa Pekalongan :
Dialek Pekalongan asli dapat terlihat penggunaannya di pasar-pasar kota dan kabupaten Pekalongan, sedangkan penggunaan sehari-hari telah bercampur dengan dialek daerah lain dan bahasa Indonesia. Umumnya Bahasa Pekalongan lebih dikenal sebagai bahasa lisan.
Contoh:  Lha kowe pak ring ndi si ? artinya: Kamu mau ke mana ?
Yo wis kokuwe po'o ra artinya: Ya sudah begitupun tak apa
Wallahi temenan po'o nyong ra ngapusi, yakin (pengaruh bahasa Arab) artinya: Demi Allah aku tak berdusta, yakin
Lha tadi sudah tak bilangke tapi ndak ngerti yo wis (pengaruh bahasa Tionghoa) artinya: Tadi sudah kukatakan namun tak mengerti ya sudahlah
Mbok diambilke (pengaruh bahasa Tionghoa) Bahasa Indonesia: Tolong ambilkan
Zaman sekarang banyak orang Pekalongan yang bekerja menjadi juragan Batik, tenun, dan tekstil, dan tetap menggunakan dialek tersebut yang mudah dimengerti orang Pekalongan sendiri. Adanya para juragan, pedagang juga para nelayan di daerah kota dan pinggiran Pekalongan, mewujudkan tersebarnya dialek ini.
b.     Dialek Jawa Malang:
Menurut Pakar bahasa dari Universitas Negeri Malang (UNM) Dr Imam Agus Basuki menyatakan, Bahasa Jawa dialek Malang itu sangat unik, karena sangat berbeda dengan kaidah Bahasa Jawa pada umumnya.
"Apalagi kalau kita bandingkan dengan Bahasa Jawa yang digunakan masyarakat Jawa Tengah, bahkan Jawa Timur sendiri. Dialek Malang ini memiliki ciri khas tersendiri dan sangat berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya,".
Menurut beliau, Bahasa Jawa dialek Malang sama sekali tidak terstruktur dan jauh dari kaidah Bahasa Jawa yang standar sehingga menjadi unik . Ia mengemukakan, setiap kata yang terucap dalam Bahasa Jawa dialek Malang, sebagian besar berakhiran dengan a atau an. Dialek itu akhirnya menjadi ciri khas, bahkan menjadi identitas diri bagi warga Malang.
Contoh : Mosok ?  jadi  mosoka? (Indonesia : Masa ?) Mreneo   jadi   mreneoa (Indonesia : kemarilah) Iyo?  Jadi   iyoa? (Iya ?)
c.     Dialek Jawa Tegal:
Selain pada intonasinya, dialek Tegal memiliki ciri khas pada pengucapan setiap frasanya, yakni apa yang terucap sama dengan yang tertulis. Secara positif -seperti dipaparkan oleh Ki Enthus Susmono dalam Kongres Bahasa Tegal I, hal ini dinilai memengaruhi perilaku konsisten masyarakat penggunanya. Untuk lebih jelas, mari kita amati beberapa contoh berikut ini:
  • padha, dalam dialek Tegal tetap diucapkan 'pada', seperti pengucapan bahasa Indonesia, tidak seperti bahasa Jawa wetanan (Yogyakarta, Surakarta, dan sekitarnya) yang mengucapkan podho.
  • saka, (dari) dalam dialek Tegal diucapkan 'saka', tidak seperti bahasa Jawa wetanan (Yogyakarta, Surakarta, dan sekitarnya) yang mengucapkan soko.
Dalam kasus tersebut, Enthus menilai masyarakat pengguna bahasa Jawa wetanan (Surakarta, Yogyakarta, dan sekitarnya) kurang konsisten ketika mengucapkan gatutkaca ditambah akhiran ne. Kata itu bukan lagi diucapkan gatutkocone, melainkan gatutkacane, seperti yang dituturkan oleh masyarakat Tegal.
d.     Dialek Jawa Surakarta:
Bahasa Jawa Surakarta adalah dialek bahasa Jawa yang diucapkan di daerah Surakarta dan sekitarnya. Dialek ini menjadi standar bagi pengajaran bahasa Jawa
Contoh:  “Lha piye tho, aku meh mangkat nanging ra duwe duit."  Artinya : "Bagaimana ini, saya akan berangkat tapi tidak punya uang."
"Mbok kowe mesake aku, dijilehi duit piro wae sak nduwekmu." Artinya : "Kasihani aku, dipinjami uang berapa saja yang kamu punya."
"Sesok tak baleke yen wis oleh kiriman soko mbakyu ku." Artinya : "Besok (dalam waktu yang tidak bisa ditentukan kapan) saya kembalikan kalau sudah dapat kiriman dari kakak perempuan saya."
Tapi seperti bahasa daerah yang lain, penggunaan bahasa Jawa di Jakarta hanya sebatas di dalam keluarga atau kepada rekan yang satu suku atau satu daerah. Bahkan generasi berikutnya yang lahir di Jakarta tidak fasih lagi berbahasa Jawa, ada kalanya bahkan mereka lebih bangga dengan mengaku sebagai orang Betawi.

4.           Bahasa Betawi
Bahasa Betawi atau Melayu dialek Jakarta adalah sebuah bahasa yang merupakan anak bahasa dari Melayu. Mereka yang menggunakan bahasa ini dinamakan orang Betawi. Bahasa ini hampir seusia dengan nama daerah tempat bahasa ini dikembangkan, yaitu Jakarta.
Bahasa Betawi adalah bahasa kreol (kreol adalah keturunan dari bahasa  yang menjadi  bahasa ibu bagi sekelompok orang yang berasal dari latar belakang berbeda-beda(Siregar, 2005) yang didasarkan pada bahasa Melayu Pasar ditambah dengan unsur-unsur bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa dari Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian), bahasa Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama bahasa Belanda dan bahasa Portugis.
Bahasa ini pada awalnya dipakai oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah pada masa-masa awal perkembangan Jakarta. Komunitas budak serta pedagang yang paling sering menggunakannya. Karena berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dari bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran -in (pengaruh bahasa Bali), serta peralihan bunyi a terbuka di akhir kata menjadi e.
Contoh kosa kata Betawi dan artinya:
Bahasa Betawi         Bahasa Indonesia               
siape                                    siapa                                    
ade                                       ada                                         
aye                                       saya                                        
emang                                    memang                               
kayak                                     seperti                                    
babe                                       ayah                                       
encang                                   paman                                    

saat ini, khususnya yang di daerah Jakarta Selatan. Mereka sudah tinggal turun-temurun. Menurut pak Miad, warga keturunan betawi yang tinggal di jalan Belimbing dalam Setu Babakan Jakarta Selatan. Masyarakat yang tinggal di daerahnya saat ini rata-rata masih  pribumi Jakarta asli, walaupun saat ini sudah banyak warga Betawi disini yang menjual tanah rumahnya dan pindah kedaerah pinggiran karena tak mampu bersaing dengan para pendatang. “ Ini emang problem hamper semue  warge Betawi dimane-mane” , katanya dengan dialek Betawi yang kental.
5.           Bahasa Prokem/Gaul
Masih ingat dengan bahasa prokem? Bahasa yang pernah populer digunakan dalam pergaulan anak muda Jakarta pada era tahun 80-an hingga awal 90-an. Coba baca dialog berikut ini:
Bedul : “Kenokap lu sendokiran di lokur?”
Jaki : “Lagi nunguin bokin.”
Bedul : “Emang kemoken doi?”
Jaki : “Doi bilang sih jokal-jokal ke snokay sama sedokurnya.”
Bagi pembaca yang lahir tahun 90-an kemungkinan tidak paham dengan dialog diatas, atau justru malah jadi geli membacanya. Tapi ada baiknya kita menelusuri sedikit mengenai bahasa yang kadang disingkat “okem” ini.
Bahasa ini kemungkinan dahulu muncul dari kalangan preman jalanan yang berusaha agar pembicaraan mereka tidak mudah dimengerti orang lain (lebih-lebih terhadap aparat kepolisian). Dengan cara itu para preman dapat lebih mudah berkomunikasi dengan kelompoknya untuk melakukan setiap kegiatan. Tidak diketahui dari siapa dan dari mana bahasa ini berawal.
Bahasa ini akhirnya berkembang menjadi bahasa yang sering dipergunakan kalangan remaja pada tahun 80-an. Bagi kalangan remaja pada saat itu, bahasa prokem cenderung dipakai untuk menunjukkan ekpresi rasa kebersamaan dan juga untuk menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.
Bahasa prokem sebenarnya bisa disebut juga bahasa OK, karena sesudah huruf awal sebelum huruf vokal selalu disisipkan “ok” dan suku kata atau satu huruf akhir dihilangkan. Misalnya seperti ini:
Prokem (Preman)
Awalannya Pr-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -em, -an dihilangkan.
Rokum (Rumah)
Awalannya R-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -um, -h dihilangkan.
Doku (Duit)
Awalannya D-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -u, -it dihilangkan.
Mokat (Mati)
Awalannya M-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -at, -i dihilangkan.
Mokal (Malu)
Awalannya M-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -al, -u dihilangkan.
Namun tidak selalu mengikuti aturan seperti contoh di atas, kadang malah menyimpang dari arti yang sebenarnya. Seperti contoh dibawah ini:
Rokar (Rokok)
Awalannya R-, disisipkan -ok-, -okok diganti -ar.
Sedokur (Saudara)
Awalannya Sed[Saud]-, disisipkan -ok-, -ara diganti -ur.
Atau pengembangan dari bahasa lain, seperti:
Bokep (BF=Blue Film atau film porno)
Awalannya B-, disisipkan -ok-, ditambah -ep [dialek dari konsonan "f"]
Ada juga yang malah membingungkan jika diartikan ke Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode OK tadi. Ada kemungkinan kata itu diambil dari bahasa daerah.
Dibawah ini adalah daftar beberapa kosakata bahasa prokem yang berhasil terhimpun:
Berokap               artinya            Berapa
Kenokap              artinya            Kenapa
Bokin                    artinya            Bini/Pacar
Bokap                   artinya            Bapak
Nyokap                artinya            Ibu
Mokat                   artinya            Mati
Kece                     artinya            Cantik
Pembokat            artinya            Pembantu
Sedokur               artinya            Saudara
Do’i/Doski            artinya            Dia
Doku                    artinya            Duit
Kokay                   artinya            Kaya
Kehadiran bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula di kalangan remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar lingkungan kelompoknya, bahasa yang digunakannya beralih ke bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan masyarakat tempat mereka berada. Jadi, kehadirannya di dalam pertumbuhan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.
Hingga saat ini bahasa Prokem sudah jarang sekali digunakan oleh kalangan anak muda sekarang. Sisa-sisanya mungkin seperti : nyokap, bokap, bokep, toket, gokil, boke yang kadang masih kita dengar dari dialog remaja sekarang. Itupun juga hanya tinggal menunggu kepunahannya saja seiring dengan berkembangnya bahasa pergaulan baru atau lebih disebut juga “bahasa gaul”.

C.             Apa saja Kelebihan dan Kekurangannya ?
1.            Bahasa Indonesia
Kelebihan Bahasa Indonesia,  digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia. Fonologi (ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya) dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Kekurangannya, Bahasa Indonesia dianggap terlalu formal dan kaku terutama bagi anak-anak muda. Akhirnya walaupun sehari-hari mereka menganggap telah berbahasa Indonesia, tetapi kalau disuruh berbahasa Indonesia dengan baik dan benar menurut kaidah tata bahasa mereka sering kebingungan.
2.            Bahasa Daerah ( Sunda & Jawa )
Kelebihannya, berbahasa daerah seperti  Sunda atau Jawa  di perantauan seperti Jakarta dapat menambah keakraban dan mempererat tali silaturahmi antar sesama suku. Juga dapat mengobati kerinduan akan kampung halaman, karena dengan bertemu teman yang sedaerah serasa berada dikampung halaman.
Kekurangannya, terkadang bisa membuat rasa tersinggung orang yang tidak satu suku. Karena terlalu asyik bercengkrama dengan rekan yang sedaerah, teman lain yang tidak sesuku/sedaerah merasa diabaikan. Bahkan akan curiga kalau mereka sedang memperbincangkan dirinya.
3.            Bahasa Betawi
Kelebihannya, bahasa ini hampir dipergunakan seluruh penduduk Jakarta, baik tua maupun muda. Bahkan para pendatang yang datang dari daerah akan dengan mudah terpengaruh bahasa Betawi karena terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya.
Kelemahannya, karena kemiripannya dengan bahasa Indonesia terkadang orang dengan berbahasa Betawi merasa sudah berbahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia dengan bahasa Betawi jelas berbeda, dan karena dianggap lebih merakyat orang lebih suka  berbahasa Betawi. Ini turut menyulitkan orang untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
4.            Bahasa Prokem/Gaul
Kelebihannya, bahasa prokem adalah bukti dari kreatifitas sekelompok orang yang merupakan pecahan atau pengembangan dari bahasa standar. Tanpa bahasa standar bahasa prokem tidak pernah ada. Berkembangnya bahasa prokem merupakan tuntutan dalam berkomunikasi pada sekelompok masyarakat, dengan menggunakan bahasa prokem, pergaulan menjadi lebih akrab, lebih komunikatif, dan lebih efektif.
Kekurangannya, bahasa prokem dianggap menyalahi aturan tata bahasa, dan merusak bahasa baku dan oleh sebagian orang dianggap sebagai “kemunduran” dalam berbahasa, bahkan menggunakan bahasa prokem dianggap “tidak sopan”. Karena suatu anggapan, bahwa bertutur yang sopan-santun itu, tidak menggunakan bahasa prokem.









BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Manusia menggunakan bahasa sebagai cara memberikan sinyal identitas antara grup kultur dan perbedaan dengan yang lainnya. Bahkan diantara pembicara dalam satu bahasa beberapa cara dalam menggunakan bahasa masih ada, dan setiap cara digunakan untuk memberikan sinyal pertalian antara subgrup dalam satu kultur yang besar.
Penggunaan bahasa dari daerah asal, tidak dapat dihindarkan mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang multi etnis, asalkan dapat menempatkan diri sesuai pada situasi dan kondisi sekitar kita. Contohnya, jangan berbicara dengan bahasa daerah pada teman sekampung atau sesuku padahal kita tau disebelah kita ada teman dari suku lain yang tidak mengerti pembicaraan kita.
Bahasa gaul atau bahasa prokem boleh-boleh saja digunakan karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani anak usia remaja, asalkan tetap menjaga sopan-santun. Jangan berbicara menggunakan bahasa prokem kepada orang tua kita atau kepada orang yang umurnya sebaya dengan orang tua kita karena bisa dianggap tidak sopan.
B.                Saran
Di linkungan masyarakat yang multi etnis di Jakarta Selatan khususnya didaerah Jagakarsa, penggunaan bahasa daerah sebaiknya hanya dilingkungan keluarga saja atau dilingkungan yang sudah dipastikan penghuninya adalah orang dari daerah yang sama. Bahasa yang digunakan ditempat umum(di masyarakat yang sudah multi etnis) akan lebih bijaksana kalo kita menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia, disamping untuk menghindari rasa curiga dari etnis atau suku lain juga untuk menanamkan rasa bangga berbahasa Indonesia.

Daftar Refrensi :
  1. Saidi, Ridwan, Profil Orang Betawi. Cetakan I, 1997, PT. Gunara Kata, Jakarta.
  2. Said, Wiseman. Bahasa Prokem.    http://danielsns.wordpress.com/2009/01/28/bahasa-prokem/
  3. Camp, Adsense,  Pengertian dan Definisi Bahasa Menurut Para Ahli. http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_info494.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar