Sabtu, 24 September 2011

Bagaimana Teori Evolusi Runtuh Di Hadapan Ilmu Pengetahuan Modern

ASAL USUL MANUSIA

Darwin mengajukan penyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man, terbitan tahun 1871. Sejak saat itu hingga sekarang, para pengikut jalan Darwin telah mencoba mendukung pernyataannya. Tatapi meskpun berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan mengenai "evolusi manusia" tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya dalam hal fosil.
Kebanyakan masyarakat awam tidak menyadari kenyataan ini, dan berfikir bahwa pernyataan evolusi manusia didukung oleh banyak bukti yang kuat. Penyebab adanya opini yang keliru ini adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan dihadirkan sebagai fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam masalah ini menyadari bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan evolusi manusia. David Pilbeam, ahli paleoanthropologi dari Harvard University, mengatakan:
Jika Anda mengundang seorang ilmuwan dari bidang ilmu yang lain dan menunjukkan padanya sedikitnya bukti yang kita miliki ia tentu akan mengatakan, "Lupakan saja; itu tidak cukup untuk diteruskan." 181
Dan William Fix, seorang penulis sebuah buku penting dalam bidang paleoanthropologi, berkomentar:
Seperti yang telah kita lihat, ada banyak ilmuwan dan orang-orang populer saat ini yang memiliki nyali untuk mengatakan bahwa ‘tidak ada keraguan’ tentang bagaimana manusia berasal. Jika saja mereka memiliki bukti… 182

Tiada petunjuk ilmiah bagi pernyataan bahwa manusia berevolusi. Yang diajukan sebagai "bukti" tidak lebih dari ulasan sepihak atas sedikit fosil.
Pernyataan evolusi ini, yang "miskin akan bukti," memulai pohon kekerabatan manusia dengan satu kelompok kera yang telah dinyatakan membentuk satu genus tersendiri, Australopithecus. Menurut pernyataan ini, Australopithecus secara bertahap mulai berjalan tegak, otaknya membesat, dan ia melewati serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan manusia sekarang (Homo sapiens). Tetapi rekaman fosil tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan bahwa semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara jejak fosil manusia dan kera. Lebih jauh lagi, telah terungkap bahwa spesies yang digambarkan sebagai nenek moyang satu sama lain sebenarnya adalah spesies masa itu yang hidup pada periode yang sama. Ernst Mayr, salah satu pendukung utama teori evolusi abad ke-20, berpendapat dalam bukunya One Long Argument bahwa "khususnya [teka-teki] bersejarah seperti asal usul kehidupan atau Homo sapiens, adalah sangat sulit dan bahkan mungkin tidak akan pernah menerima penjelasan akhir yang memuaskan." 183
Tetapi apakah landasan gagasan evolusi manusia yang diajukan oleh para evolusionis? Ialah adanya banyak fosil yang dengannya para evolusionis bisa membangun tafsiran-tafsiran khayalan. Sepanjang sejarah, telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan kebanyakan dari mereka telah punah. Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di bumi. Enam ribu atau lebih spesies kera ini, di mana sebagian besar telah punah, merupakan sumber yang melimpah bagi evolusionis.
Di lain pihak, terdapat perbedaan yang berarti dalam susunan anatomi berbagai ras manusia. Terlebih lagi, perbedaannya semakin besar antara ras prasejarah, karena seiring dengan waktu ras manusia setidaknya telah bercampur satu sama lain dan terasimilasi. Meskipun demikian, perbedaan penting masih terlihat antara berbagai kelompok populasi yang hidup di dunia saat ini, seperti, sebagai contoh, ras Scandinavia, suku pigmi Afrika, Inuits, penduduk asli Australia, dan masih banyak lagi yang lain.
Tidak terdapat bukti untuk menunjukkan bahwa fosil yang disebut hominid oleh ahli paleontologi evolusi sebenarnya bukanlah milik spesies kera yang berbeda atau ras manusia yang telah punah. Dengan kata lain, tidak ada contoh bagi satu bentuk peralihan antara manusia dan kera yang telah ditemukan.
Setelah semua penjelasan umum ini, sekarang mari kita telaah bersama hipotesis evolusi manusia.

Pohon Kekerabatan Manusia Yang Dibuat-Buat
Pernyataan Darwinis mendukung bahwa manusia moderen berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip kera. Selama proses evolusi tanpa bukti ini, yang diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara manusia moderen dan nenek moyangnya. Menurut skenario yang sungguh dibuat-buat ini, ditetapkanlah empat kelompok dasar sebagai berikut:
1. Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Genus yang dianggap sebagai nenek moyang manusia yang mirip kera tersebut oleh evolusionis digolongkan sebagai Australopithecus, yang berarti "kera dari selatan." Australophitecus, yang tidak lain adalah jenis kera purba yang telah punah, ditemukan dalam berbagai bentuk. Beberapa dari mereka lebih besar dan kuat ("tegap"), sementara yang lain lebih kecil dan rapuh ("lemah")
Para evolusionis menggolongkan tahapan selanjutnya dari evolusi manusia sebagai genus Homo, yaitu "manusia." Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak begitu berbeda dengan manusia moderen. Manusia moderen saat ini, yaitu spesies Homo sapiens, dikatakan telah terbentuk pada tahapan evolusi paling akhir dari genus Homo ini. Fosil seperti "Manusia Jawa," "Manusia Peking," dan "Lucy," yang muncul dalam media dari waktu ke waktu dan bisa ditemukan dalam media publikasi dan buku acuan evolusionis, digolongkan ke dalam salah satu dari empat kelompok di atas. Setiap pengelompokan ini juga dianggap bercabang menjadi spesies dan sub-spesies, mungkin juga. Beberapa bentuk peralihan yang diusulkan dulunya, seperti Ramapithecus, harus dikeluarkan dari rekaan pohon kekerabatan manusia setelah disadari bahwa mereka hanyalah kera biasa. 184
Dengan menjabarkan hubungan dalam rantai tersebut sebagai "Australopithecus > Homo Habilis > Homo erectus > Homo sapiens," evolusionis secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang jenis selanjutnya. Akan tetapi, penemuan terbaru ahli paleoanthropologi mengungkap bahwa australopithecines, Homo habilis dan Homo erectus hidup di berbagai tempat di bumi pada saat yang sama. Lebih jauh lagi, beberapa jenis manusia yang digolongkan sebagai Homo erectus kemungkinan hidup hingga masa yang sangat moderen. Dalam sebuah artikel berjudul "Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens ini Southeast Asia," dilaporkan bahwa fosil Homo erectus yang ditemukan di Jawa memiliki "umur rata-rata 27 ± 2 hingga 53.3 ± 4 juta tahun yang lalu" dan ini "memunculkan kemungkinan bahwa H. erectus hidup semasa dengan manusia beranatomi moderen (H. sapiens) di Asia tenggara" 185
Lebih jauh lagi, Homo sapiens neanderthalensis (manusia Neanderthal) dan Homo sapiens sapiens (manusia moderen) juga dengan jelas hidup bersamaan. Hal ini sepertinya menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa yang satu merupakan nenek moyang bagi yang lain.
Pada dasarnya, semua penemuan dan penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa rekaman fosil tidak menunjukkan suatu proses evolusi seperti yang diusulkan para evolusionis. Fosil-fosil, yang dinyatakan sebagai nenek moyang manusia oleh evolusionis, sebenarnya bisa milik ras lain manusia atau milik spesies kera.
Lalu fosil mana yang manusia dan mana yang kera? Apakah mungkin salah satu dari mereka dianggap sebagai bentuk peralihan? Untuk menemukan jawabannya, mari kita lihat lebih dekat pada setiap kelompok.

Australopithecus
Kelompok pertama, genus Australopithecus, berarti "kera dari selatan," seperti yang telah kita katakan. Diperkirakan makhluk ini pertama kali muncul di Afrika sekitar 4 juta tahun yang lalu, dan hidup hingga 1 juta tahun yang lalu. Terdapat banyak spesies yang berlainan di antara Australopithecine. Evolusionis beranggapan bahwa spesies Australopithecus tertua adalah A. afarensis. Setelah itu muncul A. africanus, dan kemudian A. robustus, yang memiliki tulang relatif lebih besar. Khusus untuk A. Boisei, beberapa peneliti menganggapnya sebagai spesies lain, sementara yang lainnya sebagai sub-spesies dari A. Robustus.
Tengkorak dan kerangka Australopithecus sangat mirip dengan kera masa kini. Gambar di samping menunjukkan simpanse di kiri dan kerangka Australopithecus afarensis di kanan. Adrienne L. Zhilman, profesor anatomi yang menggambarnya, menekankan bahwa struktur kedua kerangka ini sangat mirip. (kiri)
Tengkorak Australopithecus robustus. Memiliki kemiripan yang dekat dengan kera masa kini. (kanan)

" SELAMAT TINGGAL LUCY "
Penemuan ilmiah telah membuat anggapan evolusionis tentang "Lucy", yang kali pertama dijadikan sebagai contoh penting genus Australopithecus, sama sekali tak berdasar. Majalah ilmiah terkenal di Perancis, Science et Vie, mengakui kebenaran ini dengan judul sampul "Selamat Tinggal Lucy" pada terbitan Februari 1999-nya, dan menegaskan bahwa Australopithecus tak bisa dijadikan sebagai moyang manusia.
Semua spesies Australopithecus adalah kera punah yang mirip dengan kera masa kini. Volume tengkorak mereka adalah sama atau lebih kecil daripada simpanse masa kini. Terdapat bagian menonjol pada tangan dan kaki mereka yang mereka gunakan untuk memanjat pohon, persis seperti simpanse saat ini, dan kaki mereka terbentuk untuk mencengkeram dan bergelantung pada dahan pohon. Banyak karakteristik yang lain—seperti detail pada tengkorak mereka, dekatnya jarak antara kedua mata, gigi geraham yang tajam, struktur rahang, lengan yang panjang, dan kaki yang pendek—merupakan bukti bahwa makhluk ini tidaklah berbeda dengan kera masa kini. Namun demikian, evolusionis menyatakan bahwa, meskipun australopithecine memiliki anatomi kera, mereka berjalan tegak seperti manusia, tidak seperti kera.
Pernyataan bahwa australopithecine berjalan tegak ini adalah suatu pendapat yang dipegang oleh ahli paleoanthropologi seperti Richard Leakey dan Donald C. Johnson selama beberapa dasawarsa. Namun banyak ilmuwan yang melakukan banyak penelitian pada struktur tengkorak australopithecine telah mengungkap ketidakabsahan dari pendapat tersebut. Penelitian luas terhadap berbagai spesimen Australopithecus oleh dua ahli anatomi terkenal dari Inggris dan Amerika, Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, menunjukkan bahwa makhluk ini tidak berjalan tegak seperti manusia. Setelah mempelajari tulang-tulang fosil makhluk ini selama 15 tahun atas dana dari pemerintah Inggris, Lord Zuckerman dan timnya yang terdiri dari lima orang spesialis, mencapai kesimpulan bahwa australopithecine hanyalah spesies kera biasa, dan sama sekali tidak berjalan tegak, walaupun Zuckerman sendiri adalah seorang evolusionis. 186 Bersamaan dengan itu, Charles E. Oxnard, seorang ahli anatomi evolusi yang terkenal di bidangnya, juga mempersamakan struktur rangka australopithecine dengan orang utan moderen. 187
Bahwa Australopithecus tidak bisa dijadikan sebagai nenek moyang manusia belakangan ini telah diterima oleh sumber-sumber evolusionis. Majalah ilmiah populer terkenal dari Perancis, Science et Vie, menjadikan hal ini sebagai sampul depan edisi Mei 1999. Dengan tajuk "Adieu Lucy (Selamat tinggal Lucy)"—Lucy merupakan contoh fosil terpenting dari spesies Australopithecus afarensis—majalah tersebut melaporkan bahwa kera-kera spesies Australopithecus seharusnya disingkirkan dari pohon kekerabatan manusia. Dalam artikel ini, berdasarkan pada penemuan satu lagi fosil Australopithecus yang dikenal sebagai St W573, kalimat yang muncul adalah sebagai berikut:
Sebuah teori baru menyatakan bahwa genus Australopithecus bukanlah cikal bakal ras manusia… Hasil ini didapat dari satu-satunya wanita yang diberi kewenangan untuk meneliti, St W573 berbeda dari teori normal berkenaan dengan nenek moyang manusia: ini meruntuhkan pohon kekerabatan hominid. Primata besar, yang dianggap sebagai nenek moyang manusia, telah dihilangkan dari susunan pohon kekerabatan ini… Australopithecus dan spesies Homo (manusia) tidak muncul dalam cabang yang sama. Nenek moyang langsung manusia masih menunggu untuk ditemukan. 188

AFARENSIS DAN SIMPANSE
Gambar atas adalah tengkorak Australopithecus afarensis AL 444-2, dan di bawahnya tengkorak simpanse masa kini. Kesamaan yang jelas di antara keduanya adalah sebuah tanda yang nyata bahwa A. afarensis itu spesies kera biasa, tanpa sifat-sifat manusia.

Homo habilis
Kemiripan besar antara rangka dan struktur tengkorak dari australopithecine dan simpanse, serta ditolaknya pernyataan bahwa makhluk ini berjalan tegak, telah menyebabkan kesulitan besar bagi ahli paleoanthroppologi evolusi. Alasannya adalah, sesuai dengan skema evolusi rekaan, Homo erectus muncul setelah Australopithecus. Sebagaimana yang tersirat dari nama genusnya, Homo (berarti "manusia"), Homo erectus adalah spesies manusia, dan kerangkanya tegak. Kapasitas tengkoraknya dua kali lebih besar daripada Australopithecus. Peralihan langsung dari Australopithecus, kera yang mirip dengan simpanse, ke Homo erectus, yang rangkanya tidak berbeda dengan manusia moderen, adalah tidak mungkin, bahkan menurut teori evolusionis sekalipun. Oleh karena itu, dibutuhkan "penghubung"—yaitu, bentuk peralihan. Gagasan mengenai Homo habilis muncul dari kebutuhan ini.
Tulang paha KNM-ER 1472. Tulang paha ini tiada bedanya dengan manusia modern. Penemuan fosil di lapisan tanah yang sama dengan fosil Homo habilis, walaupun berjarak beberapa kilometer, memunculkan pandangan yang salah, misalnya bahwa Homo habilis berjalan tegak. Fosil OH 62, ditemukan pada tahun 1987, menunjukkan bahwa Homo habilis tidak berjalan tegak, seperti yang telah diyakini. Sebagian besar ilmuwan kini menerima bahwa Homo habilis adalah spesies kera yang sangat mirip dengan Australopithecus.
Pengelompokan Homo habilis diajukan pada tahun 1960 oleh keluarga Leakey, sebuah keluarga "pemburu fosil." Menurut Leakey, spesies baru ini, yang mereka kelompokkan sebagai Homo habilis, memiliki kapasitas tengkorak yang relatif besar, kemampuan untuk berjalan tegak dan menggunakan perkakas batu dan kayu. Oleh karena itu, ia mungkin merupakan nenek moyang manusia.
Fosil baru dari spesies yang sama yang digali pada akhir tahun 1980-an ternyata benar-benar merubah pandangan ini. Beberapa peneliti, seperti Bernard Wood dan C. Loring Brace, yang bersandar pada fosil baru ini, menyatakan bahwa Homo habilis (yang berarti "manusia terampil," yaitu, manusia yang mampu menggunakan perkakas), seharusnya digolongkan sebagai Australopithecus habilis, atau "kera terampil dari selatan," karena Homo habilis memiliki banyak ciri yang sama dengan kera australopithecine. Ia memiliki lengan panjang, kaki pendek dan struktur rangka yang mirip kera persis seperti Australopithecus. Jari tangan dan kakinya cocok untuk memanjat. Rahang mereka sangat mirip dengan kera masa kini. Kapasitas rata-rata 600 cc tengkorak mereka juga menunjukkan bukti bahwa mereka adalah kera. Singkatnya, Homo habilis, yang dihadirkan sebagai spesies tersendiri oleh para evolusionis, pada kenyataannya adalah spesies kera sama seperti australopithecine yang lain.
Penelitian yang dilakukan di tahun-tahun setelah penemuan Wood dan Brace menunjukkan bahwa Homo habilis sebenarnya tidaklah berbeda dengan Australopithecus. Tengkorak dan kerangka fosil OH62 yang ditemukan oleh Tim White menunjukkan bahwa spesies ini memiliki kapasitas tengkorak yang kecil, dan juga lengan yang panjang dan kaki yang pendek, yang memudahkan mereka memanjat pohon sama seperti kera moderen.
Analisa terperinci yang dilakukan oleh ahli anthropologi Amerika, Holly Smith di tahun 1994 menunjukkan bahwa Homo habilis sama sekali bukanlah Homo atau, manusia, ,tetapi tak diragukan lagi adalah seekor kera. Berbicara tentang analisa yang dilakukannya pada gigi Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus dan Homo neanderthalensis, Smith menyatakan sebagai berikut:
Dengan membatasi analisa fosil pada spesimen-spesimen yang memenuhi kriteria ini, pola perkembangan gigi dari australopithecus yang mungil dan Homo habilis tetap segolongan dengan kera Afrika. Sedangkan pola dari Homo erectus dan Neanderthal adalah segolongan dengan manusia. 189
Pada tahun yang sama, Fred Spoor, Bernard Wood dan Frans Zonneveld, semuanya adalah ahli anatomi, mencapai kesimpulan yang serupa melalui metode yang sama sekali berbeda. Metode ini didasarkan pada analisa perbandingan saluran setengah lingkaran dari telinga dalam manusia dan kera, [saluran] yang membuat mereka mampu menjaga keseimbangan. Spoor, Wood dan Zonneveld menyimpulkan bahwa:
Di antara fosil hominid, spesies paling awal yang menunjukkan morfologi manusia moderen adalah Homo erectus. Sebaliknya, bentuk dan ukuran saluran setengah lingkaran pada tengkorak dari Afrika selatan yang dimiliki oleh Australopithecus dan Paranthropus mirip dengan yang dimiliki kera besar yang masih ada saat ini. 190
Spoor, Wood dan Zonneveld juga mempelajari spesimen Homo habilis, yang dinamakan Stw 53, dan menemukan bahwa "Stw 53 lebih tidak mengandalkan perilaku berdiri di atas kedua kaki dibandingkan australopithecine." Ini berarti bahwa spesimen H. habilis lebih mirip kera daripada spesies Australopithecus. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa "Stw 53 bukanlah merupakan bentuk peralihan secara morfologis antara australopithecine dan H. erectus."191
Penemuan ini membuahkan dua hasil penting:
1. Fosil yang disebut sebagai Homo habilis sebenarnya bukan tergolong genus Homo, atau manusia, tetapi tergolong Australopithecus, atau kera.
2. Homo habilis dan Australopithecus adalah makhluk yang berjalan membungkuk ke depan—jadi bisa dikatakan mereka memiliki kerangka seekor kera. Mereka sama sekali tidak memiliki hubungan dengan manusia.


Pernyataan bahwa Australopithecus dan Homo habilis berjalan tegak dibantah oleh analisis telinga dalam yang dilakukan oleh Fred Spoor. Ia bersama kelompoknya membandingkan pusat-pusat keseimbangan di telinga dalam, dan menunjukkan kedua spesies bergerak dengan cara yang sama seperti kera masa kini.

Kesalahpahaman tentang Homo rudolfensis
Istilah Homo rudolfensis adalah nama yang diberikan untuk beberapa potongan kecil fosil yang tergali di tahun 1972. Spesies yang dianggap sebagai perwujudan fosil ini disebut sebgai Homo rudolfensis karena potongan fosil ini ditemukan di sekitar danau Rudolf di Kenya. Kebanyakan ahli paleontologi setuju bahwa fosil ini bukanlah milik spesies yang berbeda, tetapi makhluk yang disebut Homo rudolfensis ini pada dasarnya tidak bisa dibedakan dari Homo habilis.
Richard Leakey, sang penemu fosil, menggambarkan tengkorak yang dinamai KNM-ER 1470, yang dikatakannya berumur 2.8 juta tahun, sebagai penemuan terbesar dalam sejarah anthropologi. Menurut Leakey, makhluk ini, yang memiliki kapasitas tengkorak kecil seperti Australopithecus dengan wajah yang mirip dengan manusia masa kini, merupakan mata rantai yang hilang antara Australopithecus dan manusia. Namun, tak berapa lama, diketahui bahwa wajah mirip manusia dari tengkorak KNM-ER 1470, yang sering muncul pada sampul jurnal ilmiah dan majalah ilmiah populer, adalah hasil dari penyusunan potongan-potongan tengkorak yang salah, yang mungkin saja memang disengaja. Profesor Tim Bromage, yang melakukan kajian pada anatomi wajah manusia, mengungkap hal ini dengan bantuan simulasi komputer pada tahun 1992:
Ketika [KNM-ER 1470] direkonstruksi untuk pertama kalinya, wajahnya dipaskan dengan tengkorak dalam kedudukan yang hampir vertikal, amat mirip dengan wajah manusia moderen. Tetapi kajian terbaru pada hubungan anatomis menunjukkan bahwa dalam kenyataan wajah tersebut pastilah cukup menonjol, menghasilkan bentuk mirip kera, hampir seperti wajah Australopithecus.192
Richard Leakey menyesatkan diri dan dunia paleontologi tentang Homo rudolfensis.
Ahli paleontologi evolusi, J. E. Cronin dalam hal ini menyatakan sebagai berikut: …wajah yang dikonstruksi relatif lebih tegak, flattish naso-alveolar clivus, (merujuk pada wajah rata australopithecine), lebar tengkorak yang maksimum (di bagian pelipis), gigi taring yang kuat dan geraham yang besar (sebagaimana ditunjukkan oleh akar gigi yang tersisa) semuanya adalah sifat yang relatif primitif yang menjadikan spesimen tersebut tergolong sebagai anggota kelompok A. africanus.193
C. Loring Brace dari Michigan Unversity muncul dengan kesimpulan yang sama. Sebagai hasil dari analisa yang ia lakukan terhadap struktur rahang dan gigi tengkorak 1470, ia melaporkan bahwa "dari ukuran langit-langit mulut dan pelebaran daerah yang menjadi tempat akar geraham, akan terlihat bahwa ER 1470 sepenuhnya masih memiliki wajah dan gigi seukuran Australopithecus."194
Profesor Alan Walker, seorang ahli paleoanthropologi dari John Hopkins University yang telah melakukan penelitian terhadap KNM-ER 1470 sebagaimana Leakey, mengatakan bahwa makhluk ini seharusnya tidak digolongkan sebagai anggota Homo—atau sebagai spesies manusia—tetapi lebih tepat ditempatkan dalam genus Australopithecus. 195
Singkatnya, penggolongan semacam Homo habilis atau Homo rudolfensis, yang dihadirkan sebagai rantai peralihan antara australopithecine dan Homo erectus, seluruhnya hanyalah rekaan. Telah diakui oleh banyak peneliti saat ini bahwa makhluk ini adalah anggota kelompok Australopithecus. Semua ciri anatomis mereka mengungkap bahwa mereka adalah spesies kera.
Fakta ini telah dibuktikan lebih jauh oleh dua ahli anthropologi evolusionis, Bernard Wood dan Mark Collard, yang penelitiannya diterbitkan pada tahun 1999 dalam majalah Science. Wood dan Collard menjelaskan bahwa taksa Homo habilis dan Homo rudolfensis (tengkorak 1470) adalah rekaan, dan bahwa fosil yang dikatakan termasuk dalam kategori ini seharusnya dimasukkan ke dalam genus Australopithecus.
Labih baru lagi, fosil spesies telah ditetapkan sebagai Homo berdasarkan ukuran absolut otaknya, perkiraan tentang kemampuan berbahasa dan fungsi tangan, serta pengamatan tentang kemampuan mereka menghasilkan perkakas batu. Hanya dengan sedikit pengecualian, definisi dan penggunaan genus ini dalam evolusi manusia, dan pembatasan Homo, telah diperlakukan seolah-olah tidak ada yang dipermasalahkan. Tetapi …data terbaru, tafsiran baru atas bukti yang ada, dan keterbatasan dari catatan paleoanthropologi membantah kriteria yang ada yang dipakai untuk menentukan suatu taksa sebagai Homo… Dalam prakteknya, fosil spesies hominid ditetapkan sebagai Homo berdasarkan salah satu atau lebih dari empat kriteria. ...Namun, telah jelas sekarang bahwa tak satu pun kriteria ini yang memuaskan. Cerebral Rubicon dipermasalahkan karena kapasitas absolut tengkorak dipertanyakan artinya secara biologis. Demikian juga, terdapat bukti yang kuat bahwa kemampuan berbahasa tidak bisa dengan pasti diperkirakan dari penampakan luar otak, dan bahwa bagian yang berhubungan dengan bahasa pada otak tidaklah diketahui tempatnya dengan baik seperti yang ditunjukkan oleh kajian-kajian sebelumnya...
…Dengan kata lain, dengan ditetapkannya H. habilis dan H. rudolfensis sebagai anggotanya, genus Homo bukanlah genus yang bagus. Oleh karena itu, H. habilis dan H. rudolfensis (atau Homo habilis sensu lato bagi mereka yang tidak mengikuti pengelompokan taksonomik "Homo awal") seharusnya dihilangkan dari Homo. Alternatif taksonomi yang jelas, yaitu memindahkan satu atau dua kelompok tadi pada salah satu genus hominid awal yang ada, bukanlah tanpa masalah, tetapi kami menyarankan bahwa, untuk saat ini baik H. habilis dan H. rudolfensis seharusnya dipindahkan ke genus Australopithecus.196
Kesimpulan Wood dan Collard membenarkan kesimpulan yang telah kita tekankan di sini: "nenek moyang primitif manusia" tidak ada dalam sejarah. Makhluk yang dianggap sebagai nenek moyang manusia sebenarnya adalah kera yang seharusnya masuk ke dalam genus Australopithecus. Rekaman fosil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan evolusi antara kera punah ini dengan Homo, yaitu. spesies manusia yang muncul secara tiba-tiba dalam rekaman fosil.

Homo erectus
Menurut skema ‘indah’ yang diajukan oleh evolusionis, evolusi internal dari genus Homo adalah sebagai berikut: Pertama Homo erectus, kemudian apa yang disebut sebagai Homo sapiens "kuno" dan manusia Neanderthal (Homo sapiens neanderthalensis), dan akhirnya manusia Cro-Magnon (Homo sapiens sapiens). Akan tetapi semua pengelompokan ini sebenarnya hanyalah variasi dan ras-ras yang khas dalan keluarga manusia. Perbedaan antara mereka tidak lebih besar daripada perbedaan antara suku Inuit dengan suku Afrika, atau suku pygmi dengan orang Eropa.

Tonjolan besar alis pada tengkorak Homo erectus, dan ciri-ciri seperti dahi yang condong ke belakang, bisa dilihat dalam sejumlah ras zaman sekarang, seperti pribumi Malaysia yang ditunjukkan di sini.

Mari kita kaji terlebih dahulu Homo erectus, yang dikatakan sebagai spesies manusia paling primitif. Seperti yang tersirat dalam namanya, Homo erectus berarti "manusia yang berjalan tegak." Evolusionis harus memisahkan fosil-fosil ini dengan yang sebelumnya dengan menambahkan ciri "ketegakan," karena semua fosil Homo erectus yang ada benar-benar tegak dan tidak terlihat dalam spesimen australopithecine atau yang dikatakan sebagai Homo habilis. Tidak ada perbedaan kerangka di luar tengkorak antara manusia moderen dengan yang dimiliki oleh Homo erectus.
Alasan utama evolusionis mendefinisikan Homo erectus sebagai "primitif" adalah kapasitas otak tengkorak mereka (900 – 1.100 cc), yang lebih kecil daripada rata-rata manusia moderen, dan alis mata tebal mereka yang menonjol. Akan tetapi, banyak orang yang hidup saat ini di bumi yang memiliki kapasitas tengkorak yang sama dengan Homo erectus (suku pygmi, contohnya) dan ras lain memiliki alis yang menonjol (penduduk asli Australia, misalnya). Ada fakta yang secara umum disetujui bahwa perbedaan pada kapasitas tengkorak tidak selalu menunjukkan perbedaan dalam kecerdasan dan kemampuan. Kecerdasan lebih bergantung pada organisasi internal otak, daripada volumenya. 197
Fosil yang telah membuat Homo erectus terkenal diseluruh dunia adalah fosil dari manusia Peking dan manusia Jawa di Asia. Namun kemudian disadari bahwa kedua fosil ini tidak dapat dipercaya. Manusia Peking tersusun atas beberapa elemen buatan yang mana aslinya telah hilang, dan manusia Jawa tersusun atas pecahan tulang tengkorak ditambah tulang panggul yang ditemukan beberapa meter darinya tanpa ada petunjuk bahwa potongan ini berasal dari makhluk yang sama. Inilah mengapa fosil Homo erectus yang ditemukan di Afrika semakin dianggap penting. (Perlu dicatat bahwa beberapa fosil yang dikatakan sebagai Homo erectus dimasukkan di bawah spesies kedua yang dinamakan Homo ergaster oleh beberapa evolusionis. Terdapat pertentangan di antara para ahli dalam hal ini. Kita akan memperlakukan semua fosil-fosil ini di bawah kelompok Homo erectus.)
Spesimen Homo erectus paling terkenal yang ditemukan di Afrika adalah fosil "Homo erectus Narikotome," atau "Turkana Boy," yang ditemukan di dekat Danau Turkana di Kenya. Dipastikan bahwa fosil ini adalah dari seorang anak laki-laki berusia 12 tahun ini, yang mungkin tingginya 1.83 meter saat dewasa. Struktur rangka tegak dari fosil ini tidak ada bedanya dengan manusia moderen. Ahli paleoanthropologi Amerika, Alan Walker, mengatakan bahwa Ia meragukan jika "rata-rata ahli pa[leon]tologi bisa mengatakan adanya perbedaan antara kerangka fosil tersebut dengan kerangka manusia moderen." Mengenai tengkoraknya, Walker menulis bahwa Ia tertawa ketika melihatnya karena "ia mirip sekali dengan Neanderthal." 198 Seperti yang akan kita lihat pada bab selanjutnya, Neanderthal adalah ras manusia moderen.
HOMO ERECTUS BERUSIA 10 RIBU TAHUN

Dua tengkorak ini, yang ditemukan pada tanggal 10 Oktober 1967 di Kow Swamp, Victoria, Australia, diberi nama Kow Swamp I dan Kow Swamp V.
Alan Thorne dan Philip Macumber yang menemukan kedua tengkorak ini, menafsirkan keduanya sebagai tengkorak Homo sapiens, padahal keduanya memiliki banyak ciri yang mengingatkan kita pada Homo erectus. Satu-satunya alasan mengapa keduanya dianggap Homo sapiens adalah fakta bahwa keduanya diperkirakan berumur 10 ribu tahun. Para evolusionis tak berharap menerima fakta bahwa Homo erectus, yang mereka anggap sebagai spesies "purba" dan hidup 500 ribu tahun sebelum manusia masa kini, adalah suatu ras manusia yang hidup 10 ribu tahun yang lalu.

Bahkan evolusionis Richard Leakey menyatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dan manusia moderen tidak lebih dari variasi ras:
Seseorang juga akan melihat perbedaan: pada bentuk tengkorak, pada besarnya tonjolan wajah, [tulang] alisnya yang kokoh dan seterusnya. Perbedaan ini mungkin tidak lebih nyata daripada yang kita lihat saat ini antara ras manusia moderen yang dipisahkan secara geografis. Variasi biologis semacam ini muncul ketika populasi terpisah secara geografis satu sama lain dalam jangka waktu yang cukup lama. 199
Homo erectus DAN ORANG ABORIGIN
Kerangka Pemuda Turkana (Turkana Boy) yang ditunjukkan di samping adalah contoh terbaik Homo erectus yang sejauh ini telah ditemukan. Yang menarik adalah ketiadaan perbedaan besar antara fosil yang berumur 1,6 juta tahun ini dan manusia zaman sekarang. Kerangka orang Aborigin Australia di atas secara khusus menyerupai Pemuda Turkana. Keadaan ini menyingkapkan sekali lagi bahwa Homo erectus benar-benar ras manusia, tanpa ciri-ciri "purba".

Profesor William Laughlin dari University of Connecticut melakukan pemeriksaan anatomis yang luas atas suku Inuit dan penduduk kepulauan Aleut, dan melihat bahwa orang-orang ini benar-benar serupa dengan Homo erectus. Kesimpulan yang dicapai Laughlin adalah bahwa semua ras yang berlainan ini pada dasarnya merupakan ras-ras Homo sapiens (manusia moderen):

KEBUDAYAAN BERLAYAR HOMO ERECTUS "Ancient mariners: Early humans were much smarter than we suspected " (Pelaut purba: manusia kuno lebih pintar dari yang kita sangka). Menurut artikel New Scientist terbitan 14 Maret 1998 ini, manusia yang dinamai Homo erectus oleh evolusionis, telah melakukan pelayaran sejak 700 ribu tahun yang lalu. Tentu saja, mustahil menganggap manusia yang mempunyai pengetahuan, teknologi, dan budaya berlayar sebagai purba.
Ketika kita memperhatikan perbedaan besar yang terlihat antara kelompok yang saling berjauhan seperti Eskimo dan Bushmen, yang diketahui sebagai satu spesies Homo sapiens, kelihatannya wajar untuk menyimpulkan bahwa Sinanthropus [suatu spesimen erectus] tergolong ke dalam spesies yang beragam ini. 200
Adalah merupakan fakta yang semakin nyata dalam komunitas ilmiah saat ini bahwa Homo erectus adalah pengelompokan yang tidak diperlukan dan bahwa fosil ini dikatakan sebagai kelas Homo erectus sebenarnya tidaklah begitu berbeda dari Homo sapiens untuk dianggap sebagai spesies yang berbeda. Dalam majalah American Scientist, diskusi mengenai hal ini dan hasil dari konferensi yang diadakan tentang hal ini pada tahun 2000 diringkaskan sebagai berikut:
Sebagian besar peserta pada konferensi Senckenberg larut dalam debat panas mengenai status taksonomi Homo erectus, dimulai oleh Milford Wolpoff dari University of Michigan, Alan Thorne dari University of Canberra dan kolega mereka. Mereka dengan kuat berpendapat bahwa Homo erectus tidak memiliki keabsahan sebagai satu spesies dan seharusnya dihilangkan sama sekali. Semua anggota genus Homo, dari sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga sekarang, adalah spesies Homo sapiens yang sangat bervariasi dan menyebar luas tanpa ada pemutusan atau pembagian alami. Subyek dari konferensi ini, Homo erectus, tidak ada. 201
Kesimpulan yang dicapai oleh para ilmuwan yang mempertahankan pendapat di atas bisa disimpulkan sebagai berikut "Homo erectus bukanlah spesies yang berbeda dengan Homo sapiens, tetapi lebih merupakan satu ras dalam Homo sapiens." Di lain pihak, ada celah besar antara Homo erectus, ras manusia, dan kera yang mendahului Homo erectus dalam skenario "evolusi manusia" (Australopithecus, Homo habilis, dan Homo rudolfensis). Ini berarti bahwa manusia pertama muncul dalam rekaman fosil secara tiba-tiba dan tanpa adanya sejarah evolusi yang mendahului.

Neanderthal: Anatomi dan Kebudayaan Mereka
Neanderthal (Homo neanderthalensis) adalah manusia yang secara tiba-tiba muncul 100.000 tahun yang lalu di Eropa, dan kemudian menghilang, atau terasimilasi dengan ras yang lain, dengan tenang tetapi cepat sekitar 35.000 tahun yang lalu. Satu-satunya perbedaan mereka dari manusia moderen adalah bahwa rangka mereka lebih tegak dan kapasitas tengkorak mereka sedikit lebih besar.
Neanderthal adalah satu ras manusia, sebuah fakta yang diakui oleh hampir semua orang saat ini. Para evolusionis telah dengan keras mencoba untuk menghadirkan mereka sebagai "spesies primitif," namun semua penemuan menunjukkan bahwa mereka tidak berbeda dengan seorang manusia ‘kekar’ yang berlalu-lalang di jalan saat ini. Seorang ahli terkemuka dalam hal ini, Erik Trinkaus, seorang paleoanthropologi, dari New Mexico University, menulis:
Perbandingan yang teliti dari sisa-sisa kerangka Neanderthal dengan manusia moderen telah menunjukkan bahwa tidak ada satupun dalam anatomi Neanderthal yang secara meyakinkan menunjukkan kemampuan bergerak, berkarya, intelektual, atau berbahasa yang lebih rendah daripada manusia moderen.202
Banyak peneliti masa kini mendefinisikan manusia Neanderthal sebagai subspesies dari manusia moderen, dan menyebutnya Homo sapiens neanderthalensis.
Disisi lain, rekaman fosil menunjukkan bahwa Neanderthal memiliki kebudayaan yang telah maju. Salah satu contoh yang paling menarik adalah seruling yang terfosilkan buatan orang-orang Neanderthal. Seruling ini, terbuat dari tulang paha seekor beruang, ditemukan oleh arkeolog Ivan Turk dalam sebuah gua di Utara Yugoslavia pada bulan Juli 1995. Ahli musik Bob Fink kemudian menelitinya. Fink membuktikan bahwa seruling ini, yang menurut test karbon radioaktif berusia antara 43,000 dan 67,000 tahun, menghasilkan empat nada serta memiliki nada setengah dan nada penuh. Penemuan ini menunjukkan bahwa Neanderthal telah menggunakan skala tujuh nada, ramuan dasar dari musik barat. Fink, yang mengkaji seruling tersebut, menyatakan bahwa "jarak antara lubang kedua dan ketiga pada seruling tua ini adalah dua kali dari jarak antara yang ketiga dan keempat." Ini berarti bahwa jarak pertama mewakili nada penuh, dan jarak disebelahnya adalah nada setengah. Fink mengatakan, "Tiga nada ini… adalah tdak bisa tidak adalah diatonis dan akan dengan sempurna berbunyi tepat dalam skala diatonis acuan manapun, moderen maupun antik." Hal tersebut mengungkap bahwa Neanderthal adalah orang dengan telinga dan pengetahuan musik. 203
NEANDERTHAL: RAS MANUSIA
Di samping, tampak tengkorak Homo sapiens neanderthalensis Amud I, ditemukan di Israel. Tingginya diperkirakan 1,8 meter. Isi otaknya sama besar dengan manusia masa kini: 1,740 cc. Di bawah, tampak sebuah fosil kerangka ras Neanderthal, dan sebuah alat batu yang diyakini telah digunakannya. Ini dan penemuan-penemuan serupa menunjukkan bahwa Neanderthal benar-benar ras manusia yang punah ditelan waktu.
Beberapa penemuan fosil lain menunjukkan bahwa Neanderthal mengubur orang yang telah mati, merawat yang sakit, serta menggunakan kalung dan perhiasan serupa. 204
JARUM JAHIT NEANDERTHAL
Jarum berumur 26 ribu tahun: temuan menarik ini menunjukkan bahwa manusia Neanderthal berpengetahuan menjahit baju sejak puluhan ribu tahun yang lalu
(D. Johanson, B. Edgar, From Lucy to Language, h. 99).
SERULING NEANDERTHAL
Seruling Neanderthal terbuat dari tulang. Perhitungan yang dilakukan atas artefak ini menunjukkan bahwa lubang-lubang dibuat agar menghasilkan nada yang benar, dengan kata lain, inilah alat musik yang dirancang secara piawai.

Foto di atas adalah perhitungan Bob Fink atas seruling itu.

Bertentangan dengan propaganda evolusionis, penemuan-penemuan semacam ini menunjukkan bahwa manusia Neanderthal telah berperadaban, bukan manusia gua kuno.
(The AAAS Science News Service, "Neanderthals Lived Harmoniously," 3 April 1997).

Sebuah jarum jahit berusia 26,000 tahun, yang terbukti telah digunakan oleh orang-orang Neanderthal, juga ditemukan selama penggalian fosil. Jarum ini, yang terbuat dari tulang, sangat lurus dan memiliki sebuah lubang untuk dilalui benang. 205 Orang yang memakai pakaian dan membutuhkan sebuah jarum jahit tidak bisa dianggap "primitif."
Penelitian terbaik pada kemampuan membuat perkakas Neanderthal adalah yang dilakukan Steven L. Kuhn dan Mary C. Stiner, yang secara berturut-turut, seorang profesor antrophologi dan arkeologi, , pada University of New Mexico. Walaupun kedua orang ilmuwan ini adalah pendukung teori evolusi, hasil dari penelitian dan analisa arkeologis mereka menunjukkan bahwa Neanderthal yang hidup di dalam gua pada pantai barat daya Italia selama ribuan tahun melakukan aktifitas yang membutuhkan kapasitas berfikir yang sama kompleksnya dengan manusia moderen saat ini. 206
Kuhn dan Stiner menemukan sejumlah perkakas di dalam gua ini. Penemuan ini adalah alat pemotong yang tajam dan runcing, termasuk mata tombak, yang dibuat dengan menipiskan secara hati-hati lapisan di pinggiran batu. Membuat sisi tajam semacam ini dengan menipiskan lapisannya tak diragukan lagi merupakan pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan dan keterampilan. Penelitian telah menunjukkan bahwa salah satu permasalahan terpenting yang dihadapi dalam pekerjaan tersebut adalah pecah yang terjadi sebagai hasil dari tekanan pada sisi batu tersebut. Dengan alasan ini, orang yang melakukannya harus membuat mengukur dengan tepat besarnya tenaga yang digunakan untuk menjaga sisi-sisinya agar tetap lurus dan sudut yang tepat untuk memukulnya, jika ia membuat sebuah perkakas yang tajam.
Margaret Conkey dari University of Carolina menjelaskan bahwa perkakas yang dibuat pada masa sebelum Neanderthal juga dibuat oleh komunitas orang-orang cerdas yang sepenuhnya paham apa yang mereka lakukan:
PROPAGANDA
FAKTA YANG TAK ADA
Meskipun penemuan-penemuan fosil menunjukkan bahwa manusia Neanderthal tak bersifat "purba" jika dibandingkan dengan kita dan adalah satu ras manusia, prasangka para evolusionis terhadap mereka berlanjut tanpa berkurang. Kadang kala Manusia Neanderthal masih digambarkan sebagai "manusia kera" pada sejumlah museum evolusionis, sebagaimana ditunjukkan gambar di samping. Inilah suatu tanda bahwa Darwinisme bersandar pada prasangka dan propaganda, bukan pada penemuan ilmiah.
Jika anda melihat pada benda-benda yang dbuat oleh tangan-tangan manusia kuno, inti Levallois dan lain-lain, itu bukanlah sesuatu yang main-main. Mereka memiliki pengetahuan terhadap bahan yang mereka kerjakan dan memahami seluk beluknya. 207
Singkatnya, penemuan ilmiah menunjukkan bahwa Neanderthal adalah satu ras manusia yang tidak berbeda dari kita dalam tingkat kecerdasan dan keterampilan. Ras ini bisa jadi menghilang dari sejarah dengan berasimilasi dan bercampur dengan ras yang lain, atau menjadi punah karena sesuatu hal yang belum diketahui. Tetapi secara pasti mereka tidaklah "primitif" atau "setengah-kera."

Homo sapiens Kuno, Homo heidelbergensis dan Manusia Cro-Magnon
Homo sapien kuno adalah tahapan terakhir sebelum manusia masa kini dalam skema evolusi rekaan. Kenyataannya, evolusionis tidak bisa berkata banyak tentang fosil-fosil ini karena terdapat hanya sedikit sekali perbedaan antara mereka dan manusia moderen. Beberapa peneliti bahkan menyatakan bahwa wakil dari ras ini masih hidup saat ini, dan menunjuk penduduk asli Australia sebagai contohnya. Seperti Homo sapiens (kuno), penduduk asli Australia juga memiliki alis mata tebal yang menonjol, struktur rahang bawah yang melengkung ke dalam, dan kapasitas tengkorak yang sedikit lebih kecil.
Kelompok yang dicirikan sebagai Homo heidelbergensis dalam literatur evolusionis pada kenyataannya adalah sama dengan Homo sapiens kuno. Alasan mengapa dua istilah berlainan ini digunakan untuk mendefinisikan tipe ras manusia yang sama adalah adanya perselisihan pendapat di antara para evolusionis. Semua fosil yang dimasukkan di bawah kelompok Homo heidelbergensis menunjukkan bahwa manusia yang secara anatomis sangat mirip dengan manusia Eropa moderen pernah hidup 500,000 bahkan 740,000 tahun yang lalu, di Inggris dan Spanyol.
Sebuah tengkorak umum manusia Cro-Magnon.
Diperkirakan bahwa manusia Cro-Magnon hidup 30,000 tahun yang lalu. Ia memiliki tengkorak berbentuk kubah dan dahi yang lebar. Tengkorak 1,600 cc-nya adalah di atas rata-rata manusia saat ini. Tengkoraknya memiliki penonjolan alis mata yang tebal dan tonjolan tulang di bagian belakang yang merupakan ciri dari manusia Neanderthal dan Homo erectus.
Walaupun Cro-Magnon dianggap sebagai salah satu ras Eropa, struktur dan volume tengkorak Cro-Magnon terlihat sangat mirip dengan beberapa ras yang hidup di Afrika dan daerah tropis saat ini. Bersandar pada kesamaan ini, diperkirakan bahwa Cro-Magnon adalah ras Afrika kuno. Beberapa ahli paleoanthropologi yang lain menunjukkan bahwa Cro-Magnon dan ras Neanderthal bercampur satu sama lain dan merupakan pendahulu bagi ras-ras yang ada saat ini.
Alhasil, tidak satu pun dari manusia ini adalah "spesies primitif." Mereka merupakan manusia lain yang pernah hidup pada jaman dulu dan bisa jadi telah berasimilasi dan bercampur dengan ras yang lain, atau telah punah dan menghilang dalam sejarah.

Runtuhnya Pohon kekerabatan Manusia
Apa yang telah kita selidiki sejauh ini membentuk sebuah gambar yang jelas: Skenario "evolusi manusia" sepenuhnya hanyalah fiksi. Agar pohon kekerabatan seperti itu bisa menggambarkan kebenaran, suatu evolusi bertahap dari kera ke manusia harus terjadi dan suatu rekaman fosil dari proses ini seharusnya bisa ditemukan. Namun demikian, pada kenyataannya terdapat celah lebar antara kera dan manusia. Struktur rangka, kapasitas tengkorak, dan kriteria-kriteria seperti berjalan tegak atau membungkuk kedepan membedakan manusia dari kera. (Kita telah menyebutkan bahwa berdasarkan pada penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 1994 pada telinga bagian dalam, Australopithecus dan Homo habilis digolongkan sebagai kera, sementara Homo erectus digolongkan sebagai manusia moderen sepenuhnya.)
Satu lagi penemuan penting lain yang membuktikan bahwa tidak mungkin ada hubungan kekerabatan antara berbagai spesies ini adalah bahwa spesies yang digambarkan sebagai nenek moyang dari yang lain pada kenyataannya hidup bersamaan. Jika, seperti yang dinyatakan evolusionis, Australopithecus berubah menjadi Homo habilis, yang kemudian berubah menjadi Homo erectus, jaman di mana mereka hidup seharusnya berurutan satu sama lain. Akan tetapi, tidak terlihat adanya urutan kronologis semacam itu dalam rekaman fosil.
Menurut perkiraan evolusionis, Australopithecus pernah hidup dari 4 juta tahun hingga 1 juta tahun yang lalu. Makhluk yang digolongkan sebagai Homo habilis, di lain pihak, diperkirakan pernah hidup 1.7 hingga 1.9 juta tahun yang lalu. Homo rudolfensis, yang dikatakan telah lebih "maju" daripada Homo habilis, diketahui berusia sekitar 2.5 hingga 2.8 juta tahun! Jadi bisa dikatakan Homo rudolfensis adalah kira-kira 1 juta tahun lebih tua daripada Homo habilis, yang dianggap merupakan sebagai "nenek moyangnya". Di sisi lain, umur Homo erectus mundur sekitar 1.6 – 1.8 juta tahun yang lalu, yang berarti bahwa Homo erectus telah muncul di bumi dalam rentang waktu yang sama dengan Homo habilis yang dianggap sebagai nenek moyangnya.
Alan Walker memperkuat fakta ini dengan mengatakan bahwa "ada bukti dari Afrika Timur mengenai adanya individu-individu Australopithecus kecil yang bertahan hingga sejaman, pertama, dengan H. habilis, kemudian dengan H. erectus."208 Louis Leakey telah menemukan fosil Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hampir berdekatan satu sama lain di daerah Olduvai Gorge, Tanzania, dalam lapisan Bed II. 209
Secara pasti, tidak terdapat silsilah semacam itu. Stephen Jay Gould, ahli paleontologi dari Harvard University, menjelaskan jalan buntu yang dihadapi oleh evolusionis ini, meskipun ia sendiri seorang evolusionis:
Apa lagi yang tersisa dari pijakan kita jika terdapat tiga garis keturunan hominid yang hidup bersamaan (A. africanus, australopithecine kekar, dan H. habilis), tidak satu pun yang jelas-jelas menurunkan yang lain? Terlebih lagi, tidak satu pun dari ketiganya yang memperlihatkan hubungan evolusi selama kemunculan mereka di bumi. 210
Ketika kita beranjak dari Homo erectus ke Homo sapiens, kita akan melihat lagi bahwa tidak ada pohon kekerabatan untuk dibicarakan. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Homo erectus dan Homo sapiens kuno terus hidup hingga 27,000 tahun dan bahkan hingga 10,000 tahun sebelum masa kita. Di rawa Kow Australia, beberapa tengkorak Homo erectus berusia 13,000 tahun telah ditemukan. Di pulau Jawa, ditemukan sisa Homo erectus berusia 27,000 tahun. 211
Salah satu penemuan paling mengejutkan dalam hal ini adalah fosil Homo erectus berumur 30,000 tahun, Neanderthal, dan Homo sapiens yang ditemukan di Jawa pada tahun 1996. Harian New York Times menulis dalam berita utamanya: "Hingga sekitar dua dekade yang lalu, para ilmuwan membayangkan silsilah manusia sebagai urutan rapi dari satu spesies ke spesies selanjutnya dan umumnya berpikir tidak mungkin dua spesies ada dalam tempat atau waktu yang bersamaan." 212
Penemuan ini sekali lagi mengungkap ketidakabsahan dari skenario "pohon evolusi" berkenaan dengan asal usul manusia.

Bukti Terbaru: Sahelanthropus tchadensis dan Mata Rantai yang Hilang yang Tidak Pernah Ada
Bukti terakhir yang meruntuhkan pernyataan teori evolusi tentang asal usul manusia adalah fosil baru Sahelantrophus tchadensis yang tergali di kota Chad, Afrika Tengah pada musim panas 2002.
Fosil ini seolah ‘meletakkan kucing di antara merpati’ bagi dunia Darwinisme. Dalam sebuah artikel yang memberitakan penemuan ini, jurnal terkemuka Nature mengakui bahwa "Tengkorak yang baru ditemukan bisa jagi menenggelamkan gagasan kita selama ini tentang evolusi manusia." 213
Daniel Lieberman dari Harvard University mengatakan bahwa "[Penemuan] ini akan memberikan pengaruh seperti sebuah bom nuklir kecil." 214
Alasan untuk hal ini adalah bahwa meskipun fosil yang dibicarakan berumur 7 juta tahun, ia memiliki struktur yang lebih "mirip-manusia" (menurut kriteria yang selama ini digunakan evolusionis) daripada spesies kera Australopithecus berumur 5 juta tahun yang dianggap sebagai "nenek moyang tertua manusia." Ini menunjukkan bahwa hubungan evolusi yang dibangun antara spesies kera punah yang didasarkan pada kriteria "kemiripan dengan manusia" yang sangat subjektif dan penuh perkiraan adalah rekaan belaka.
John Whitfield, dalam artikelnya "Anggota Tertua Keluarga Manusia Ditemukan" yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada 11 Juli 2002, memperkuat pandangan ini dengan mengutip Bernard Wood, seorang antropolog evolusionis dari George Washington University di Washington:
Ia [bernard Wood] berkata "Ketika saya masuk ke sekolah kedokteran pada tahun 1963, evolusi manusia terlihat seperti tangga." Tangga tersebut beranjak dari kera ke manusia melalui perubahan bentuk-bentuk peralihan, masing-masing lebih tidak mirip kera daripada yang sebelumnya. Sekarang evolusi manusia terlihat seperti semak. Kita telah mempunyai segudang fosil hominid… Bagaimana mereka berhubungan satu sama lain dan yang mana, jika ada di antara mereka, adalah nenek moyang manusia masih diperdebatkan. 215
Komentar Henry Gee, editor senior Nature dan seorang ahli paleoanthropologi terkemuka, tentang penemuan fosil kera terbaru ini sangatlah perlu diperhatikan. Dalam artikelnya yang diterbitkan oleh The Guardian, merujuk pada debat mengenai fosil ini, Gee menulis:
Apapun hasilnya, tengkorak ini menunjukkan, untuk selamanya, bahwa gagasan lama tentang "mata rantai yang hilang" adalah omong kosong… Seharusnya sekarang cukup jelas bahwa gagasan mata rantai yang hilang, yang sebelumnya juga tidak kokoh, sekarang sepenuhnya tidak dapat dipertahankan. 216

Sejarah Rahasia dari Homo sapiens
Fakta paling menarik dan penting yang mementahkan gagasan dasar dari pohon kekerabatan rekaan teori evolusi adalah sejarah dari manusia moderen yang, tidak diduga, amat kuno. Penemuan paleoanthropologis mengungkap bahwa manusia Homo sapiens yang terlihat sangat mirip dengan kita telah hidup hingga 1 juta tahun yang lalu.

Sebuah tulang muka yang ditemukan di Atapuerca di Spanyol, menunjukkan bahwa manusia dengan struktur wajah yang sama dengan kita telah hidup pada 800 ribu tahun yang lalu.

Adalah Louis Leakey, ahli paleoanthropologi evolusi terkenal, yang mengungkap penemuan pertama mengenai hal ini. Pada tahun 1932, di daerah Kanjera sekitar Danau Victoria di Kenya, Leakey menemukan beberapa fosil yang berasal dari jaman Pleistocene Tengah dan tidak berbeda dari manusia moderen. Akan tetapi, Pleistocene Tengah adalah satu juta tahun yang lalu. 217 Karena penemuan ini menjungkirbalikkan pohon kekerabatan evolusionis, ia ditolak oleh beberapa paleoanthropolog evolusi. Tetapi Leakey selalu bertahan bahwa perkiraannya benar.

Reka-ulang tengkorak dari fosil Atapuerca (kiri) menggambarkan kesamaan yang luar biasa dengan manusia modern (kanan).

Tepat ketika kontroversi ini hampir terlupakan, sebuah fosil yang tergali di Spanyol pada tahun 1995 mengungkap dengan cara yang luar biasa bahwa sejarah Homo sapiens jauh lebih tua dari anggapan sebelumnya. Fosil tersebut ditemukan di dalam sebuah gua yang disebut Gran Dolina di daerah Atapuerca, Spanyol, oleh tiga orang paleoanthropolog Spanyol dari University of Madrid. Fosil tersebut menampakkan wajah seorang anak laki-laki berumur 11 tahun yang secara keseluruhan terlihat seperti manusia moderen. Namun, telah berlalu 800.000 tahun sejak anak itu mati. Majalah Discover memuat cerita ini secara lengkap pada edisi Desember 1997.
Fosil ini bahkan menggoyahkan keyakinan Juan Luis Arsuge Ferreras, yang memimpin penggalian Gran Dolina. Ferrera berkata:
Kami berharap sesuatu yang besar, kokoh, dan raksasa—Anda tahu, sesuatu yang primitif… Perkiraan kami dari fosil anak laki-laki berumur 800.000 tahun ini adalah sesuatu seperti Turkana Boy. Namun apa yang kami temukan benar-benar wajah moderen… Bagi saya ini paling spektakuler—ini adalah sesuatu yang menggoncangmu. Menemukan sesuatu yang sama sekali tidak diharapkan seperti itu. Bukan penemuan fosil; menemukan fosil tidak diharapkan juga, dan ini tidak masalah. Tetapi yang paling luar biasa adalah menemukan sesuatu yang Anda kira berasal dari masa kini, di masa lampau. Ini seperti menemukan sesuatu semacam—semacam kaset di Gran Dolina. Itu akan sangat mengejutkan. Kami tidak berharap kaset dan alat perekam pada lapisan Pleistocene Bawah. Menemukan sebuah wajah moderen 800.000 tahun yang lalu—ini adalah hal yang sama. Kami sangat terkejut ketika kami melihatnya. 218
Fosil ini menyingkap fakta bahwa sejarah Homo sapiens harus dimundurkan hingga 800.000 tahun yang lalu. Setelah sembuh dari keterkejutan awal, evolusionis yang menemukan fosil tersebut memutuskan bahwa fosil ini milik spesies yang berbeda, karena menurut pohon kekerabatan evolusi, Homo sapiens tidak hidup pada 800.000 tahun yang lalu. Oleh karena itu, mereka membuat suatu spesies rekaan yang disebut Homo antecessor dan memasukkan tengkorak Atapuerca ke dalam kelompok ini.

Pondok dan Jejak Kaki
Telah banyak penemuan yang menunjukkan bahwa Homo sapiens sebenarnya berasal lebih awal dari 800.000 tahun. Salah satunya adalah penemuan oleh Louis Lleakey pada awal tahun 1970-an di Olduvai Gorge. Di sini pada lapisan Bed II, Leakey menemukan bahwa spesies Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus telah hidup pada waktu yang sama. Yang lebih menarik adalah struktur yang ditemukan Leakey dalam lapisan yang sama (Bed II). Di sini, ia menemukan sisa sebuah pondok batu. Hal yang tidak biasa dalam penemuan tersebut adalah bahwa konstruksi ini, yang masih dipakai di beberapa tempat di Afrika, hanya mungkin dibangun oleh Homo sapiens! Jadi, menurut penemuan Leakey, Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus dan manusia moderen pastilah telah hidup bersama sekitar 1,7 juta tahun yang lalu. 219 Penemuan ini sudah tentu membantah teori evolusi yang menyatakan bahwa manusia moderen berevolusi dari spesies mirip-kera seperti Australopithecus.
Bahkan beberapa penemuan lain melacak asal usul manusia moderen kembali ke 1,7 juta tahun yang lalu. Salah satu penemuan penting ini adalah jejak kaki yang ditemukan di Laetoli, Tanzania, oleh Mary Leakey pada tahun 1977. Jejak kaki ini ditemukan pada lapisan yang diperkirakan berumur 3,6 juta tahun, dan lebih penting lagi, jejak itu tidak berbeda dengan jejak kaki yang ditinggalkan oleh manusia jaman sekarang.
Jejak kaki manusia yang berumur 3,6 juta tahun di Laetoli, Tanzania.

Jejak kaki yang ditemukan oleh Mary Leakey kemudian diteliti oleh sejumlah ahli paleoanthropologi terkenal, seperti Donald Johanson dan Tim White. Hasilnya tetap sama. White menulis:
Tidak ada kesalahan tetntangnya,… Mereka mirip dengan jejak kaki manusia moderen. Jika jejak itu ditinggalkan di pasir pantai California saat ini, dan seorang anak berusia empat tahun ditanyai jejak apakah itu, ia dengan segera akan mengatakan bahwa seseorang pernah berjalan di situ. Dia tidak akan mampu membedakannya dengan ratusan jejak lain di pantai, tidak juga Anda. 220
Setelah meneliti jejak kaki itu, Louis Robbins dari University of North Carolifornia berkomentar sebagai berikut:
Telapaknya melengkung naik—individu yang lebih kecil memiliki lengkungan yang lebih tinggi daripada saya—dan jempolnya besar dan sejajar dengan jari kedua… Jari-jari kakinya mencengkram tanah sama seperti jari manusia. Anda tidak akan melihat hal ini pada hewan yang lain. 221
AL 666-1: RAHANG MANUSIA YANG BERUMUR 2,3 JUTA TAHUN
Fosil AL 666-1 ditemukan di Hadar, Ethiopia, bersama-sama dengan fosil A. afarensis. Tulang rahang yang berumur 2,3 juta tahun ini berciri-ciri sama dengan Homo sapiens.
AL 666-1 tidak sama dengan tulang rahang A. afarensis yang ditemukan bersamanya, dan juga tidak sama dengan rahang Homo habilis yang berumur 1,75 juta tahun. Rahang kedua spesies ini, dengan bentuk sempit dan perseginya, sama dengan kera yang hidup sekarang.
Walaupun tiada keraguan bahwa AL 666-1 milik spesies "Homo" (manusia), ahli paleontologi evolusi tak menerima kenyataan ini. Mereka menahan diri membuat ulasan apa pun tentangnya, sebab rahang ini dihitung berumur 2,3 juta tahun—dengan kata lain, jauh lebih tua daripada umur yang mereka sepakati bagi ras Homo atau manusia.

AL-666-1, rahang Homo sapiens (manusia)
berumur 2,3 juta tahun.
Tampak samping AL 666-1

Fosil AL 222-1, sebuah rahang A. afarensis
dari masa yang sama dengan AL 666-1.

AL 222-1—tampak samping. Tampak samping kedua
rahang ini membuat perbedaan di antara keduanya
lebih menyolok. Rahang AL 222-1 menonjol. Inilah
ciri mirip kera. Namun, rahang AL 666-1 di atas
sepenuhnya berciri manusia.
Pengujian bentuk morfologis dari jejak kaki itu menunjukkan sekali lagi bahwa mereka harus diterima sebagai jejak kaki manusia, dan terlebih lagi, manusia moderen (Homo sapiens). Russel Tuttle, yang juga meneliti jejak kaki tersebut, menulis:
Sebuah kaki telanjang Homo sapiens bisa jadi telah membuatnya… Dalam semua ciri-ciri morfologi yang terlihat, kaki dari individu yang telah membuat jejak ini tidak bisa dibedakan dari kaki manusia moderen.222
Pengamatan jujur terhadap jejak kaki tersebut mengungkap siapa pemilik sebenarnya. Pada kenyataannya, jejak kaki ini terdiri atas 20 fosil jejak kaki dari manusia moderen berusia 10 tahun dan 27 jejak kaki dari yang, bahkan, lebih muda. Mereka pastilah manusia moderen seperti kita.
VARIASI KERANGKA DI ANTARA RAS MANUSIA MODERN
Ahli paleontologi evolusi menampilkan berbagai fosil manusia Homo erectus, Homo sapiens neanderthalensis, dan Homo sapiens kuno sebagai menandakan pelbagai spesies atau subspesies pada garis evolusi. Mereka mendasarkan ini pada perbedaan di antara tengkorak fosil-fosil ini. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan ini sebenarnya mencakup keanekaragaman di antara ras-ras manusia yang pernah ada, sebagiannya telah punah atau berbaur. Perbedaan ini makin tidak menyolok sambil ras-ras manusia saling bercampur sepanjang waktu.
Meskipun demikian, perbedaan yang cukup menyolok ini tetap dapat diamati di antara ras manusia yang hidup sekarang. Semua tengkorak pada halaman ini, yang dimiliki oleh manusia masa kini (Homo sapiens sapiens), adalah contoh perbedaan-perbedaan ini. Menunjukkan perbedaan struktur yang serupa di antara ras-ras yang hidup di masa lalu sebagai petunjuk bagi evolusi sekadar sangat sepihak.
Pribumi Peru dari abad ke-15.

Orang Bengali setengah baya.

Laki-laki dari Pulau Solomon (Melanesia) yang mati di tahun 1893.

Laki-laki Jerman berumur 25-30.

Laki-laki Kongo berumur 35-40.

Laki-laki Inuit berumur 35-40.

Keadaan ini membawa jejak kaki Laetoli menjadi topik utama diskusi selama bertahun-tahun. Ahli paleoanthropologi evolusi berusaha mati-matian untuk mengajukan suatu penjelasan, karena sulit bagi mereka untuk menerima bahwa seorang manusia moderen telah berjalan di muka bumi sejak 3,6 juta tahun yang lalu. Selama 1990-an, "penjelasan" berikut mulai memperoleh bentuk: Evolusionis memutuskan bahwa jejak kaki ini pasti telah ditinggalkan oleh Australopithecus, karena menurut teori mereka, tidak mungkin spesies Homo telah ada sejak 3,6 juta tahun yang lalu. Namun, Russel H. Tuttle menulis hal berikut ini dalam sebuah artikel tahun 1990:
Singkatnya, fosil jejak kaki berumur 3,5 juta tahun di situs G, Lateoli mirip dengan manusia moderen yang biasa tak beralas kaki. Tidak satu pun ciri-ciri mereka menunjukkan bahwa hominid Lateoli memiliki kemampuan bipedal yang kurang daripada kita. Jika jejak kaki G tidak diketahui sangat tuanya, kita akan dengan segera telah menyimpulkan bahwa mereka dibuat oleh anggota dari genus kita, yaitu Homo… Apapun keadaannya, kita harus mengesampingkan anggapan rapuh bahwa jejak kaki Laetoli dibuat oleh sejenis Lucy, Australopithecus afarensis.223
Singkatnya, jejak kaki yang diperkirakan berumur 3,6 juta tahun ini tidak mungkin milik Australopithecus. Satu-satunya alasan mengapa jejak kaki tersebut dianggap sebagai peninggalan Australopithecus adalah lapisan vulkanik berumur 3,6 juta tahun di mana jejak kaki tersebut ditemukan. Jejak tersebut dianggap milik Australopithecus hanya berdasarkan pada anggapan bahwa manusia tidak mungkin telah hidup sejak masa itu.
Penafsiran mengenai jejak kaki Laetoli ini menunjukkan satu fakta penting. Evolusionis mendukung teori mereka tidak berdasarkan penemuan ilmiah, tetapi malah mengenyampingkannya. Di sini kita melihat teori yang secara buta dipertahankan apapun yang terjadi, dengan mengabaikan atau membelokkan semua penemuan baru yang menghadapkan teori ini pada keraguan.
Singkatnya, teori evolusi bukanlah ilmu pengetahuan, tetapi sebuah dogma yang dipelihara dengan mengabaikan ilmu pengetahuan.

Permasalahan Bipedalisme
Terlepas dari rekaman fosil yang yang telah kita uraikan begitu jauh, perbedaan anatomis yang tidak bisa dijembatani antara manusia dan kera juga membantah cerita fiksi evolusi manusia. Salah satunya adalah berhubungan dengan cara berjalan.
Manusia berjalan tegak dengan dua kaki. Ini adalah cara berjalan yang sangat khas yang tidak terlihat pada spesies mamalia yang lain. Beberapa hewan lain juga memiliki kemampuan terbatas untuk berjalan sambil berdiri di atas dua kaki belakang mereka. Hewan seperti beruang dan kera bisa berjalan dengan cara ini hanya pada saat-saat tertentu, seperti ketika mereka mencoba meraih sumber makanan, dan ini pun hanya untuk waktu singkat. Secara normal, rangka mereka condong ke depan dan mereka berjalan dengan empat kaki.
Lalu, apakah bipedalisme (berjalan di atas dua kaki) telah berevolusi dari gaya berjalan quadrupedal (berjalan di atas empat kaki) kera, seperti yang dinyatakan oleh evolusionis?

Kerangka manusia dirancang berjalan tegak. Akan tetapi kerangka kera, dengan cara berdiri yang condong ke depan, kaki yang pendek, dan tangan yang panjang, cocok untuk berjalan dengan empat kaki. Tak mungkin ada "bentuk peralihan" di antara keduanya, sebab bentuk itu sama sekali tak bermanfaat.

Tentu saja tidak. Penelitian telah menunjukkan bahwa evolusi bipedalisme tidak pernah terjadi, dan juga tidak mungkin terjadi. Pertama, bipedalisme bukanlah suatu keuntungan secara evolusi. Cara kera bergerak adalah jauh lebih mudah, cepat, dan lebih efisien daripada cara bipedal manusia. Manusia tidak bisa melompat dari pohon ke pohon tanpa jatuh ke tanah, seperti simpanse, tidak juga lari dengan kecepatan 125 km per jam, seperti cheetah. Sebaliknya, karena manusia berjalan dengan dua kaki, ia bergerak lebih lambat di atas tanah. Untuk alasan ini, manusia adalah spesies yang paling tidak terlindungi di antara semua spesies di alam dalam hal pergerakan dan pertahanan. Menurut logika evolusi, kera seharusnya tidak berevolusi untuk memperoleh cara berjalan bipedal; sebaliknya, manusialah yang seharusnya berevolusi menjadi quadrupedal.

Tangan dan kaki kera melengkung dengan cara yang sesuai untuk hidup di pohon.
Satu lagi kebuntuan lain dari pernyataan evolusi adalah bahwa bipedalisme tidak sesuai dengan model "perubahan bertahap" dari Darwinisme. Model ini, yang merupakan landasan evolusi, mengharuskan adanya "gabungan" cara berjalan antara bipedalisme dan quadrupedalisme. Akan tetapi, Robi Crompton, seorang dosen anatomi senior pada Liverpool University, dengan penelitiannya yang menggunakan komputer pada tahun 1996, menunjukkan bahwa cara berjalan "gabungan" seperti itu tidak mungkin. Crompton mencapai kesimpulan sebagai berikut: Makhluk hidup bisa berjalan tegak atau dengan empat kaki.224 Cara berjalan antara keduanya adalah tidak mungkin karena akan menghabiskan energi yang berlebihan. Inilah sebabnya mengapa cara berjalan setengah bipedal tidak mungkin ada.
Celah lebar antara manusia dan kera tidak terbatas hanya pada bipedalisme saja. Masih banyak permasalahan lain yang belum terjelaskan, seperti kapasitas otak, kemampuan berbicara dan seterusnya. Elaine Morgan, seorang paleoanthropolog evolusi, membuat pengakuan sebagai berikut berkenaan dengan permasalahan ini:
Empat dari misteri yang paling tak terpecahkan tentang manusia adalah: 1) Mengapa mereka berjalan dengan dua kaki? 2) Mengapa mereka tidak berbulu? 3) Mengapa mereka memiliki kapasitas otak yang besar? 4) Mengapa mereka belajar berbicara?
Jawaban umum dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah: 1) Kita masih belum tahu, 2) Kita masih belum tahu, 3) Kita masih belum tahu, 4) Kita masih belum tahu. Daftar pertanyaan tersebut bisa diperpanjang tanpa mempengaruhi kesamaan jawabannya. 225

Evolusi: Sebuah Kepercayaan yang Tidak Ilmiah
Lord Solly Zuckerman adalah salah satu ilmuwan paling terkenal dan dihormati di Inggris. Selama bertahun-tahun, ia mempelajari rekaman fosil dan melakukan banyak penelitian mendalam. Ia telah dihormati atas sumbangannya pada ilmu pengetahuan. Zuckerman adalah seorang evolusionis. Oleh karena itu, komentarnya atas evolusi tidak bisa dianggap sebagai hal bodoh atau prasangka. Namun, setelah penelitian bertahun-tahun pada fosil-fosil yang dimasukkan dalam skenario evolusi manusia ia mencapai kesimpulan bahwa tidak ada kebenaran pada pohon kekerabatan yang diajukan.
Zuckerman juga mengajukan sebuah konsep menarik tentang "spektrum ilmu pengetahuan," dengan kisaran dari yang ia anggap bersifat ilmiah ke yang tidak ilmiah. Menurut spektrum Zukcerman, yang paling "ilmiah"—yaitu berdasarkan pada data nyata—adalah kimia dan fisika. Setelahnya baru ilmu biologi dan kemudian ilmu sosial. Pada ujung spekstrum, yang merupakan bagian yang paling "tidak ilmiah," adalah indera tambahan—konsep seperti telepati dan "indera keenam"—dan akhirnya evolusi manusia. Zuckerman menjelaskan pemikirannya sebagai berikut:
Kemudian kita beranjak dari kebenaran obyektif ke daerah ilmu biologi yang penuh perkiraan, seperti indera tambahan atau penafsiran sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang setia semuanya adalah mungkin – dan di mana penganut buta tersebut kadang-kadang bisa mempercayai beberapa hal yang saling bertentangan pada saat yang sama.226
Robert Locke, editor Discovering Archaeology, sebuah terbitan penting mengenai asal usul manusia, menulis dalam jurnal tersebut, "Pencarian terhadap nenek moyang manusia memberikan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban," dengan mengutip pengakuan seorang paleoanthropolog evolusionis terkenal, Tim White:
Kami semua frustasi dengan "semua pertanyaan yang belum bisa kami jawab." 227
Artikel Locke mengulas kebuntuan teori evolusi mengenai asal usul manusia dan tidak berdasarnya propaganda yang disebarkan tentang permasalahan ini:
Mungkin tidak ada bidang ilmu yang lebih sering diperdebatkan daripada pencarian asal usul manusia. Para ahli paleontologi terkemuka bahkan tidak menyepakati urutan dasar dari pohon kekerabatan manusia. Cabang-cabang [spesies] baru muncul dengan sambutan besar hanya untuk layu dan hilang ketika dihadapkan pada penemuan-penemuan fosil baru. 228
Fakta yang sama juga baru-baru ini diterima oleh Henry Gee, editor dari jurnal terkenal, Nature. Dalam bukunya In Search of Deep Time, yang diterbitkan tahun 1999, Gee menekankan bahwa semua bukti bagi evolusi manusia "antara sekitar 10 dan 5 juta tahun yang lalu—beberapa ribu generasi makhluk hidup–bisa dimasukkan ke dalam sebuh kotak kecil." Ia menyimpulkan bahwa teori konvensional mengenai asal usul dan perkembangan manusia adalah "sepenuhnya hanyalah rekaan manusia, yang dibuat setelah melihat fakta, dibentuk untuk disesuaikan dengan prasangka manusia,’ dan menambahkan:
Untuk membuat sebuah urutan fosil dan menyatakan bahwa mereka mewakili suatu silsilah bukanlah sebuah hipotesis ilmiah yang bisa diuji, tetapi sebuah pernyataan yang keabsahannya seperti cerita pengantar tidur-menghibur, bahkan mungkin mendidik, tetapi tidak ilmiah. 229
Seperti yang telah kita lihat, tidak ada penemuan ilmiah yang mendukung atau menopang teori evolusi, hanya beberapa ilmuwan yang secara buta mempercayainya. Para ilmuwan ini mempercayai mitos evolusi, walaupun tidak memiliki landasan ilmiah, dan juga membuat orang lain percaya dengan menggunakan media, yang bekerja sama dengan mereka. Dalam halaman-halaman selanjutnya, kita akan mengkaji beberapa contoh dari propaganda yang menipu yang dilontarkan atas nama evolusi ini.

Rekonstruksi yang Menipu
Bahkan jika evolusionis gagal dalam menemukan bukti ilmiah untuk mendukung teori mereka, mereka sangat berhasil pada satu hal: propaganda. Bagian terpenting dari propaganda ini adalah usaha menciptakan desain yang menipu yang dikenal sebagai "rekonstruksi."
Rekonstruksi bisa dijelaskan sebagai membuat sebuah gambar atau membangun sebuah model dari suatu makhluk hidup berdasarkan satu tulang—kadang hanya sebuah potongan—yang telah berhasil digali. "Manusia kera" yang kita lihat di koran, majalah, dan film-film semuanya adalah rekonstruksi.
Karena fosil biasanya terpotong-potong dan tidak lengkap, setiap perkiraan berdasarkan fosil tersebut akan sangat mungkin hanyalah perkiraan belaka. Kenyataannya, rekonstruksi (gambar atau model) yang dibuat oleh evolusionis berdasarkan sisa fosil dipersiapkan secara kira-kira dan disesuaikan dengan gagasan evolusi. David R. Pilbeam, seorang ahli antropologi terkenal dari Harvard menekankan fakta ini ketika berkata, "Setidaknya dalam paleoanthropologi, data sungguh masih sangat jarang sehingga teori sangat mempengaruhi penafsiran. Teori, di masa lampau, telah mencerminkan dengan jelas ideologi yang kita anut daripada data sebenarnya." 230 Karena orang sangat terpengaruh oleh informasi visual, rekonstruksi ini dengan sangat baik memenuhi tujuan evolusionis, yaitu untuk meyakinkan orang bahwa makhluk-makhluk rekontruksi ini benar-benar ada di masa lalu.

Gambar-gambar reka-ulang hanya mencerminkan khayalan evolusionis, bukan penemuan ilmiah.
Pada titik ini, kita harus menyoroti satu bagian penting: Rekonstruksi berdasarkan pada sisa tulang hanya bisa mengungkap ciri paling umum dari makhluk hidup, karena ciri-ciri morfologi yang benar-benar khas dari setiap hewan adalah jaringan lunak yang segera hancur setelah mereka mati. Oleh karena itu, karena penafsiran jaringan lunak sifatnya penuh perkiraan, gambar atau model yang direkonstruksi menjadi sepenuhnya tergantung pada imajinasi dari orang yang membuatnya. Enst A. Hooten dari Harvard University menjelaskan keadaan ini sebagai berikut:
Berusaha merekonstruksi jaringan lunak adalah usaha yang lebih berresiko. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak meninggalkan bekas apapun pada tulang di bawahnya. Dengan bahan yang sama, Anda bisa membuat dari tengkorak Neanderthal model dengan ciri-ciri simpanse atau roman muka seorang pemikir. Yang diakui sebagai rekonstruksi manusia kuno ini memiliki nilai ilmiah yang sangat sedikit, kalaupun ada, dan kemungkinan besar hanya akan menyesatkan masyarakat… Jadi, Anda jangan mempercayai rekonstruksi. 231
Kenyataannya, evolusionis membuat-buat cerita yang sungguh konyol sehingga mereka bahkan memberikan wajah yang berbeda pada tengkorak yang sama. Sebagai contoh, tiga gambar rekonstruksi berlainan yang dibuat untuk fosil yang dinamakan Australopithecus robustus (Zinjanthropus) adalah contoh populer dari pengelabuan ini.
Penafsiran yang subyektif dari fosil dan pemalsuan dari berbagai rekonstruksi rekaan adalah sebuah gambaran tentang betapa seringnya evolusionis mencari jalan keluar dengan pengelabuan. Namun sepertinya ini tidak apa-apanya jika dibandingkan dengan penipuan disengaja yang pernah dilakukan dalam sejarah evolusi.
Tidak ada bukti fosil nyata untuk mendukung gambaran "manusia-kera," yang tak henti-hentinya disebarkan oleh media dan lingkungan akademis evolusionis. Dengan kuas di tangan mereka, evolusionis menghasilkan makhluk-makluk rekaan; akan tetapi, fakta bahwa penggambaran ini tidak cocok dengan fosil manapun merupakan permasalahan serius bagi mereka. Salah satu metode menarik yang mereka terapkan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan "menciptakan" fosil yang tidak bisa mereka temukan. Manusia Piltdown, yang mungkin merupakan skandal terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan, adalah sebuah contoh dari metode ini.

Skandal Manusia Piltdown
Pada tahun 1912, seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoanthropologi amatir bernama Charles Dawson muncul dengan pernyataan bahwa ia telah menemukan tulang rahang dan potongan tengkorak dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris. Walaupun tulang rahang ini lebih mirip kera, gigi dan tengkoraknya mirip dengan manusia. Spesimen ini diberi nama "Manusia Piltdown." Diakui berumur 500,000 tahun, ia ditampilkan sebagai sebuah bukti nyata dari evolusi manusia pada beberapa museum. Selama lebih dari 40 tahun, banyak ditulis artikel ilmiah tentang "Manusia Piltdown," banyak penafsiran dan penggambaran telah dibuat, dan fosil ini ditampilkan sebagai bukti penting bagi evolusi manusia. Tidak kurang dari 500 tesis doktor telah dtulis dalam masalah ini. 232 Ketika mengunjungi British Musem pada tahun 1921, ahli paleontologi Amerika terkemuka, Henry Fairfiled Osborn, berkata "Kita harus selalu ingat bahwa alam penuh dengan paradoks" dan menyatakan Piltdown "sebuah penemuan yang sangat penting bagi prasejarah manusia." 233
Pada tahun 1949, Kenneth Oakley, dari Departemen Paleontologi British Museum, berusaha menggunakan "uji fluorin," sebuah tes baru yang digunakan untuk mengetahui umur fosil. Sebuah percobaan dilakukan pada fosil manusia Piltdown. Hasilnya sangat mengejutkan. Selama pengujian, disadari bahwa tulang rahang manusia Piltdown tidak mengandung fluorin. Ini menunjukkan bahwa tulang ini terkubur tidak lebih dari beberapa tahun. Tengkoraknya, yang mengandung sedikit flourin, menunjukkan bahwa ia hanya berumur beberapa ribu tahun.
Kemudian diketahui bahwa gigi pada tulang rahangnya, milik seekor orangutan, telah dibuat lebih tua dan bahwa perkakas "primitif" yang ditemukan bersama fosil ini hanyalah tiruan sederhana yang telah dipertajam dengan peralatan baja. Dalam analisa teliti oleh Joseph Weiner, pemalsuan ini diungkap ke depan umum pada tahun 1953. Tengkorak tersebut adalah milik manusia berumur 500 tahun, dan tulang rahangnys berasal dari kera yang baru saja mati! Giginys telah disusun secara khusus dalam susunan tertentu dan ditambahkan pada rahang tersebut, dan permukaan geraham telah dihaluskan supaya menyerupai geraham manusia. Kemudian semua potongan ini diwarnai dengan potasium dikromat untuk memberi kesan tua pada mereka. Warna ini mulai menghilang ketika dimasukkan ke dalam larutan asam. Sir Wilfred Le Gros Clark, yang termasuk dalam tim yang mengungkap penipuan ini, tidak bisa menyembunyikan keheranannya atas hal ini, dan berkata: "Bukti-bukti goresan buatan dengan segera terbuka di hadapan mata. Bahkan sungguh jelas terlihat, hingga perlu dipertanyakan—bagaimana mereka bisa lepas dari pengamatan sebelumnya?" 234 Setelah semua ini terungkap, "manusia Piltdown" dengan segera dikeluarkan dari British Museum, di mana ia telah dipamerkan selama lebih dari 40 tahun.
Selama 40 tahun, manusia Piltdown diterima sebagai petunjuk terbesar bagi evolusi manusia. Para pakar fosil evolusionis menyatakan telah menemukan banyak ciri peralihan pada tengkorak ini. Tak berapa lama kemudian diketahui bahwa fosil itu sebuah pemalsuan.

Skandal Manusia Nebraska
Pada tahun 1922, Henry Fairfield Osborn, direktur American Museum of Natural History, mengumumkan bahwa ia telah menemukan sebuah fosil gigi geraham yang berasal dari jaman Pliocene di Nebraska Barat dekat Snake Brook. Gigi ini diakui memiliki ciri-ciri gabungan antara manusia dan kera. Sebuah debat ilmiah yang luas segera terjadi seputar fosil ini, yang dinamai "manusia Nebraska," di mana beberapa menafsirkan gigi ini milik Pithecanthropus erectus, sementara yang lain menyatakan bahwa gigi ini lebih serupa dengan milik manusia. Manusia Nebraska dengan segera juga diberi sebuah "nama ilmiah," Hesperopithecus haroldcooki.
Banyak ahli memberikan dukungan mereka kepada Osborn. Berdasarkan satu gigi ini, rekonstruksi dari kepala manusia Nebraska dan tubuhnya digambarkan. Terlebih lagi, manusia Nebraska bahkan digambarkan bersama dengan istri dan anaknya, sebagai sebuah keluarga dalam lingkungan yang alami.
Semua skenario ini dikembangkan hanya dari satu gigi. Lingkaran evolusionis menempatkan kepercayaan yang sungguh-sungguh pada "manusia hantu" ini hingga ketika seorang peneliti bernama William Bryan menentang kesimpulan subyektif yang hanya berdasarkan pada satu gigi ini, ia dikritik dengan keras.
Pada tahun 1972, bagian lain dari kerangka tersebut juga ditemukan. Berdasarkan penemuan potongan baru ini, gigi tersebut bukanlah milik manusia ataupun kera. Disadari bahwa gigi tersebut berasal dari spesies babi liar Amerika yang telah punah yang dinamakan Prosthennops. William Gregory memberi judul artikelnya yang diterbitkan dalam majalah Science dimana ia mengungkapkan kebenaran ini, "Hesperopithecus Ternyata Bukan Seekor Kera ataupun Seorang Manusia." Kemudian semua gambar Hesperopithecus haroldcooki dan "keluarga" nya dengan segera dihapus dari literatur evolusionis.

Manusia Nebraska, dan Henry Fairfield Osborn, yang menamainya.

Kesimpulan
Semua penipuan ilmiah dan pengkajian penuh rekaan yang dibuat untuk mendukung teori evolusi menunjukkan bahwa teori ini adalah semacam ideologi, dan sama sekali tidak ilmiah. Seperti semua ideologi, ia juga memiliki pendukung fanatik, yang berusaha mati-matian untuk membuktikan evolusi, apapun caranya. Atau jika tidak mereka begitu terikat secara dogmatis pada teori ini sehingga setiap penemuan baru dipandang sebagai bukti besar bagi teori tersebut, bahkan jika penemuan tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan evolusi. Ini benar-benar sebuah gambaran yang amat menyedihkan bagi ilmu pengetahuan, karena ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan sedang dijerumuskan atas nama sebuah dogma.
Dalam bukunya Darwinism: The Refutation of a Myth, ilmuwan Swedia, Soren Lovtrup, mengatakan hal sebagai berikut:
Saya kira tidak seorang pun akan menolak bahwa adalah sebuah kemalangan besar jika keseluruhan cabang ilmu pengetahuan menjadi terikat pada teori yang keliru. Tetapi inilah yang terjadi dalam biologi; hingga sekarang telah cukup lama orang membahas permasalahan evolusi dalam kosakata "Darwinian" yang aneh—"adaptasi," "tekanan seleksi," "seleksi alam," dll.—yang dengannya mempercayai bahwa mereka berperan dalam menjelaskan fenomena-fenomena alam. Mereka tidak… Saya percaya bahwa suatu hari mitos Darwinian akan diranking sebagai penipuan terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan. 236
Bukti lebih jauh bahwa Darwinisme adalah penipuan terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan diberikan oleh biologi molekuler




BIOLOGI MOLEKULER DAN ASAL USUL KEHIDUPAN

Pada bab-bab sebelumnya, kami telah menunjukkan bagaimana catatan fosil membantah teori evolusi. Sebenarnya, tak perlu kami bercerita apa-apa soal fosil, sebab teori evolusi telah lama runtuh sebelum orang sampai ke pernyataan apa pun tentang petunjuk fosil. Perihal yang sedari awal menjadikan teori ini tidak bermakna adalah masalah cara kehidupan kali pertama muncul di muka bumi.
Ketika membahas masalah ini, teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan. Menurut skenario ini, empat miliar tahun yang lalu, berbagai macam senyawa kimia mengalami suatu reaksi di dalam atmosfer purba di bumi saat kekuatan petir dan tekanan atmosfer mendorong terbentuknya sel hidup pertama.
Hal pertama yang mesti dikatakan adalah pernyataan bahwa zat-zat mati bisa bergabung membentuk kehidupan sungguh sebuah pernyataan yang tak ilmiah, yang tak didukung oleh satu pun percobaan atau pengamatan. Kehidupan hanya bangkit dari kehidupan. Setiap sel hidup terbentuk dari penggandaan sel hidup lainnya. Tak seorang pun di dunia ini pernah berhasil membuat sebuah sel hidup dengan menggabungkan zat-zat mati, bahkan di laboratorium tercanggih sekalipun.
Teori evolusi menyatakan bahwa sebuah sel hidup—yang tak bisa dihasilkan bahkan dengan menyatukan segenap daya kecerdasan, ilmu pengetahuan, dan teknologi manusia—bagaimana juga berhasil dibentuk secara kebetulan di dalam lingkungan purba di bumi. Pada halaman-halaman berikut, kita akan menelaah mengapa pernyataan ini bertentangan dengan azas-azas paling dasar dari ilmu pengetahuan dan nalar.

Sebuah Contoh Cara Berpikir "Kebetulan"
Jika orang meyakini bahwa sebuah sel hidup bisa mewujud secara kebetulan, maka tidak ada yang menghalanginya dari memercayai cerita serupa yang akan kami uraikan berikut ini. Ini kisah sebuah kota.
Suatu hari, sebongkah tanah liat, yang terhimpit di antara bebatuan di sebidang lahan tandus, menjadi basah sehabis hari hujan. Tanah liat basah itu mengering dan mengeras ketika matahari bersinar, dan menjadi berbentuk kaku dan ulet. Setelah itu, bebatuan, yang juga bertindak sebagai cetakan, dengan suatu cara hancur berkeping-keping, dan lalu sebiji batu bata yang rapi, bagus bentuknya, dan kuat, muncul. Dalam keadaan alamiah yang sama, batu bata ini menunggu selama bertahun-tahun demi terbentuknya batu bata lain yang serupa. Ini terus berlanjut hingga ratusan bahkan ribuan batu bata terbentuk di lahan itu. Akan tetapi, secara kebetulan, tak satu pun batu bata yang sudah terbentuk rusak. Meskipun terpapar badai, hujan, angin, matahari yang membakar, dan dingin yang mencekam selama ribuan tahun, batu-batu bata ini tidak retak, pecah, atau tergeser, tetapi terus menunggu di tempat yang sama dengan ketabahan yang sama demi terbentuknya batu bata berikutnya.
Ketika jumlahnya telah mencukupi, batu-batu bata mendirikan sebuah gedung dengan saling menyusun diri ke samping dan ke atas, akibat terseret secara acak oleh kekuatan-kekuatan alam seperti angin, badai, atau tornado. Sementara itu, bahan-bahan seperti semen atau campuran tanah terbentuk di dalam "keadaan alamiah," pada waktu yang tepat, dan menyelusup di antara batu-batu bata, lalu merekatkan batu-batu itu. Selagi semua ini berlangsung, bijih besi di bawah tanah terbentuk di dalam "keadaan alamiah" dan meletakkan pondasi bagi gedung yang akan dibangun batu-batu bata itu. Pada tahap akhir proses ini, sebuah gedung yang utuh berdiri beserta segenap bahan-bahan, kusen-kusen kayu, dan perangkat-perangkatnya.
Tentu saja, sebuah gedung tak hanya terdiri dari pondasi, batu bata, dan semen. Lalu, bagaimanakah bahan-bahan yang belum ada harus diperoleh? Jawabannya sederhana: pelbagai bahan yang dibutuhkan bagi pembangunan gedung ada di dalam bumi di tempatnya didirikan. Silikon untuk kaca, tembaga untuk kabel listrik, besi untuk pilar, tiang, pipa air, dan lain-lain. Semua ada di bawah tanah dengan jumlah yang melimpah. Hanya diperlukan keterampilan sang "keadaan alamiah" untuk membentuk dan menempatkan bahan-bahan ini di dalam gedung. Semua perangkat, kusen kayu, dan pernak-pernik ditempatkan di antara batu-batu bata dengan bantuan hembusan angin, hujan, dan gempa bumi. Semuanya berjalan begitu sempurna sehingga batu bata tersusun dengan cara yang menyisakan ruang bagi jendela, seakan mengetahui sesuatu yang disebut kaca nantinya akan dibentuk oleh keadaan alamiah. Terlebih lagi, batu-batu ini tak lupa menyisakan sedikit ruang untuk menyisipkan perangkat-perangkat air, listrik, dan sistem pemanas, yang nanti juga akan dibentuk oleh kebetulan. Semuanya berjalan demikian baik sehingga "kebetulan" dan "keadaan alamiah" menghasilkan sebuah rancangan yang sempurna.
Jika Anda sejauh ini berhasil mempertahankan keyakinan Anda terhadap cerita ini, seharusnya Anda tak menghadapi kesulitan memperkirakan bagaimana gedung-gedung lain, pabrik-pabrik, jalan-jalan raya, trotoar-trotoar, bangunan-bangunan penunjang, sistem-sistem perhubungan dan pengangkutan kota terwujud. Jika Anda berpengetahuan teknik dan fasih dalam masalah ini, Anda dapat menulis buku yang amat "ilmiah" beberapa jilid untuk menguraikan teori-teori Anda tentang "proses evolusi sistem pembuangan dan keserasiannya dengan bangunan-bangunan yang ada." Anda mungkin akan diberi penghargaan akademis bagi kajian yang Anda lakukan, dan boleh menganggap diri orang yang mumpuni yang memberi pencerahan tentang sifat kemanusiaan.
Teori evolusi, yang menyatakan bahwa kehidupan mewujud secara kebetulan, tak kurang ganjilnya dari kisah kami itu, sebab, dengan segenap sistem kerja, dan sistem-sistem perhubungan, pengangkutan, dan pengelolaan, sebuah sel tidak kalah rumitnya dari sebuah kota. Di dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (Evolusi: Teori dalam Kegentingan), ahli biologi molekuler Michael Denton membahas struktur rumit sel:
Untuk memahami keniscayaan kehidupan sebagaimana diungkapkan oleh biologi molekuler, kita harus memperbesar sebuah sel ribuan juta kali hingga garis tengahnya mencapai 20 kilometer dan menyerupai sebuah kapal udara raksasa yang cukup besar untuk menutupi sebuah kota raya sekelas London atau New York. Yang akan kita lihat adalah sebuah benda dengan rancangan tiada tara rumitnya dan mudah menyesuaikan diri. Di permukaan sel, kita akan melihat jutaan celah, bak jendela-jendela di lambung kapal induk antariksa, membuka dan menutup untuk menjaga aliran zat keluar-masuk dengan sinambung. Bila kita masuki salah satu celah ini, akan kita dapati diri kita di dalam dunia berteknologi canggih dan kerumitan mencengangkan… Dapatkah dipercaya bahwa suatu proses yang acak telah membangun keniscayaan ini, yang unsur terkecilnya—sepotong protein atau gen fungsional—rumit di luar jangkauan pembayangan kita, keniscayaan yang bertolak belakang dengan kebetulan, yang dalam segala hal melampaui apa pun yang dihasilkan kecerdasan manusia? 237
Pada masa Darwin, telah terpikir bahwa sel mempunyai struktur yang sangat sederhana. Pendukung kuat Darwin, Ernst Haeckel mengusulkan bahwa lumpur yang diangkat dari dasar laut pada gambar kanan dapat menghasilkan kehidupan dengan sendirinya.

Struktur dan Sistem-Sistem Rumit di dalam Sel
Struktur rumit sel hidup tidak diketahui di zaman Darwin dan pada saat itu, mengasalkan kehidupan kepada "kebetulan dan keadaan alamiah" dipandang cukup meyakinkan oleh para evolusionis. Darwin menggagas bahwa sel pertama dapat dengan mudah terbentuk "di dalam suatu kolam kecil yang hangat." 238 Seorang pendukung Darwin, ahli biologi Jerman Ernst Haeckel, meneliti di bawah mikroskop suatu campuran lumpur yang dikeruk dari dasar laut oleh sebuah kapal penelitian, dan menyatakan bahwa inilah zat-zat mati yang berubah menjadi hidup. Yang disebut "lumpur yang menjadi hidup" ini, dikenal sebagai Bathybius haeckelii (lumpur Haeckel dari kedalaman), adalah sebuah tanda betapa sederhananya kehidupan digagas oleh para pelopor teori evolusi.
Teknologi abad ke-20 telah menyelami hingga ke partikel terkecil kehidupan, dan mengungkapkan bahwa sel adalah sistem paling rumit yang pernah ditemukan manusia. Saat ini, kita mengetahui bahwa sel terdiri dari pembangkit-pembangkit daya yang menghasilkan tenaga untuk dipakai sel, pabrik-pabrik yang menghasilkan enzim dan hormon yang penting bagi kehidupan, sebuah bank data tempat menyimpan segenap informasi penting tentang semua yang harus dihasilkan, sistem-sistem dan pipa-pipa pengangkutan rumit yang menyalurkan bahan-bahan mentah dan hasil-hasil dari satu tempat ke tempat lainnya, laboratorium-laboratorium dan kilang-kilang canggih untuk menguraikan bahan-bahan mentah dari luar menjadi bagian-bagian yang berguna, dan protein-protein membran sel khusus untuk mengatur keluar-masuknya bahan. Dan semua ini membentuk hanya sebagian kecil dari sistem yang luar biasa rumit ini.
W.H. Thorpe, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui bahwa "Jenis sel yang paling dasar membentuk sebuah ‘mekanisme’ yang tak terbayangkan lebih rumitnya daripada mesin apa pun yang pernah dipikirkan, apalagi yang dibuat, oleh manusia." 239

Sir Fred Hoyle
Sel begitu rumit sampai-sampai bahkan taraf teknologi tinggi yang dicapai saat ini tak mampu menghasilkannya satu saja. Tak satu pun upaya menciptakan sel buatan pernah berhasil. Malah, semua upaya ke sana telah dihentikan.
Teori evolusi menyatakan bahwa sistem ini—yang manusia, dengan seluruh kecerdasan, pengetahuan, dan teknologi di tangannya, tak bisa berhasil menirunya—mewujud "secara kebetulan" di dalam keadaan-keadaan bumi purba. Sebenarnya, peluang terbentuknya satu sel secara kebetulan sama dengan peluang menghasilkan satu salinan sempurna sebuah buku selepas sebuah ledakan di suatu percetakan.
Pakar matematika sekaligus astronom Inggris, Sir Fred Hoyle, membuat perbandingan serupa dalam sebuah wawancara yang disiarkan majalah Nature terbitan 12 November 1981. Meskipun dirinya seorang evolusionis, Hoyle menyatakan bahwa kemungkinan munculnya suatu bentuk kehidupan tingkat tinggi dengan cara [kebetulan] ini dapat disamakan dengan kemungkinan sebuah tornado yang menyapu sebidang lahan pembuangan membentuk sebuah pesawat Boeing 747 dari bahan-bahan yang ada di sana. 240 Berarti, sel tidak mungkin mewujud secara kebetulan, dan karena itu, sel semestinya "diciptakan."
Salah satu alasan dasar mengapa teori evolusi tak bisa menjelaskan cara sel mewujud adalah "kerumitan tak teruraikan" di dalamnya. Sebuah sel hidup merawat dirinya dengan keserasian kerjasama berbagai organel. Jika satu organel saja tak berfungsi, sel tak dapat bertahan hidup. Sel tidak mempunyai kesempatan menunggu mekanisme-mekanisme tak sadar seperti seleksi alam atau mutasi mengizinkan organel itu berkembang. Karena itu, sel pertama di bumi harus sebuah sel utuh beserta semua organel dan fungsi yang dibutuhkannya, dan ini pastilah berarti sel itu harus diciptakan.

Masalah Asal Usul Protein
Jangankan sel, evolusi bahkan tak mampu menjelaskan blok-blok pembangun sebuah sel. Pembentukan, di dalam keadaan alamiah, satu saja dari ribuan molekul protein rumit yang menyusun sel adalah mustahil.
Protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan lebih kecil yang disebut asam amino, yang ditata dalam urutan tertentu dengan jumlah dan struktur tertentu. Satuan-satuan ini membentuk blok-blok pembangun sebuah protein hidup. Protein paling sederhana terdiri dari 50 asam amino, namun beberapa protein berisi hingga ribuan asam amino.
Berikut ini sebuah hal yang amat penting. Ketiadaan, penambahan, atau penggantian satu asam amino di dalam struktur mengubah protein menjadi timbunan molekuler tak berguna. Setiap asam amino harus berada di tempat dan urutan yang tepat. Teori evolusi, yang menyatakan bahwa kehidupan muncul sebagai hasil kebetulan, sangat tak berdaya menghadapi masalah ini karena terlalu mencengangkan untuk dijelaskan dengan ketaksengajaan. (Lebih jauh lagi, teori evolusi bahkan tak bisa membuktikan pernyataan tentang pembentukan tak sengaja asam amino, sebagaimana nanti akan dibahas.)
Fakta bahwa sangat mustahil struktur fungsional seperti protein muncul secara kebetulan dapat dengan mudah dijelaskan bahkan melalui perhitungan peluang biasa yang dimengerti oleh siapa pun.
Misalnya, sebuah molekul protein ukuran rata-rata yang terdiri dari 288 buah asam amino dari 12 jenis, dapat dirangkaikan dengan 10300 cara berbeda. (Ini angka yang amat sangat besar, terdiri dari angka "1" yang diikuti oleh 300 angka "0".) Dari semua urutan yang mungkin ini, hanya satu yang membentuk molekul protein yang diinginkan. Sisanya adalah rantai-rantai asam amino yang tak berguna sama sekali, atau mungkin membahayakan makhluk hidup.
Dengan kata lain, peluang pembentukan hanya satu molekul protein adalah "1 per 10300." Peluang "1" ini sebenarnya boleh dianggap nol. (Pada praktiknya, peluang yang lebih kecil dari 1 per 1050 dianggap "peluang nol").
Struktur rumit tiga dimensi protein sitokrom-C. Perbedaan kecil saja pada urutan asam aminonya, yang diwakili bola-bola kecil, akan membuat protein tak berfungsi.

Lebih jauh lagi, sebuah molekul protein dengan 288 asam amino adalah sangat sederhana jika dibandingkan dengan beberapa molekul protein raksasa dengan ribuan asam amino. Jika menggunakan perhitungan peluang yang sama pada molekul raksasa ini, kita akan melihat bahwa bahkan kata "mustahil" pun tak cukup untuk menguraikan keadaan yang sebenarnya.
Saat maju selangkah lagi dalam ancangan kehidupan evolusi, kita mengamati bahwa protein tak berarti apa-apa jika berdiri sendiri. Salah satu bakteri terkecil yang pernah ditemukan, Mycoplasma hominis H39, mengandung 600 jenis protein. Dalam hal ini, kita harus mengulangi perhitungan peluang yang kita buat untuk satu protein di atas bagi tiap-tiap dari 600 jenis ini. Hasilnya menggerogoti bahkan konsep kemustahilan.
Sebagian orang yang membaca kalimat-kalimat ini dan sampai saat ini menerima teori evolusi sebagai suatu penjelasan ilmiah, mungkin menengarai bahwa angka-angka ini terlalu dibesar-besarkan dan tidak mencerminkan kebenaran sejati. Bukan demikian yang terjadi: inilah fakta-fakta yang nyata. Tak seorang evolusionis jua mampu membantah angka-angka ini.
Keadaan ini ternyata diakui oleh banyak evolusionis. Misalnya, Harold F. Blum, seorang ilmuwan evolusionis terkemuka, menyatakan bahwa "Pembentukan tiba-tiba suatu polipeptida seukuran protein terkecil yang diketahui tampak di luar semua kemungkinan." 241
Kaum evolusionis menyatakan bahwa evolusi molekuler terjadi dalam waktu sangat lama dan membuat kemustahilan menjadi mungkin. Namun demikian, tak peduli berapa lama waktu yang dapat diberikan, mustahil bagi asam amino membentuk protein secara kebetulan. William Stokes, seorang ahli geologi Amerika, mengakui fakta ini di dalam bukunya Essentials of Earth History (Saripati Sejarah Bumi), dengan menulis bahwa peluangnya begitu kecil "sehingga tak akan terjadi selama miliaran tahun di miliaran planet, yang masing-masing diselimuti selapis larutan encer asam amino yang diperlukan." 242
Jadi apakah arti semua ini? Perry Reeves, seorang profesor kimia, menjawab pertanyaan ini:
Jika orang meneliti besarnya jumlah struktur yang mungkin dihasilkan sebuah penggabungan acak asam amino di suatu kolam beruap purba, memercayai bahwa kehidupan telah muncul dengan cara ini adalah membingungkan. Lebih masuk akal bahwa diperlukan seorang Tukang yang Agung dengan sebuah rencana besar bagi tugas semacam itu. 243
Jika pembentukan tak sengaja bahkan satu protein saja mustahil, miliaran kali "lebih mustahil" bagi sekitar sejuta protein itu bergabung secara kebetulan membentuk satu sel utuh manusia. Terlebih lagi, pastilah mustahil sel terdiri dari timbunan protein belaka. Di samping protein, sel juga mengandung asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin, dan banyak lagi senyawa kimia seperti elektrolit-elektrolit yang diatur dengan kadar, keseimbangan, dan rancangan khusus, baik struktur maupun fungsinya. Setiap unsur ini berfungsi sebagai blok pembangun atau molekul mitra di dalam beraneka organel.
Robert Shapiro, seorang profesor kimia di New York University sekaligus pakar DNA, menghitung peluang pembentukan secara kebetulan dari dua ribu jenis protein yang ditemukan pada satu bakteri. (Ada 200 ribu jenis protein pada satu sel manusia.) Angka yang ditemukan adalah 1 per 1040,000.244 (Ini sebuah angka yang luar biasa yang didapat dengan meletakkan 40 ribu angka 0 setelah angka 1.)
Seorang profesor matematika terapan dan astronomi dari University College Cardiff di Wales, Chandra Wickramasinghe, mengulas:
Peluang terjadinya pembentukan seketika kehidupan dari benda mati adalah satu diikuti 40 ribu nol… Angka ini cukup besar untuk mengubur Darwin dan keseluruhan teori evolusi. Tiada kabut purba, baik di planet ini maupun di planet-planet lain; dan jika tidak acak, awal-awal kehidupan haruslah hasil kecerdasan yang bertujuan. 245
Sir Fred Hoyle mengulas angka yang tak masuk akal ini:
Memang, teori seperti itu (bahwa kehidupan dirakit oleh suatu kecerdasan) demikian jelas sehingga orang bertanya-tanya mengapa teori tidak diterima luas sebagai terbukti langsung. Alasannya lebih psikologis daripada ilmiah. 246
Sebuah artikel yang diterbitkan di dalam Science News terbitan Januari 1999 mengungkapkan bahwa belum ditemukan penjelasan tentang cara asam amino bisa berubah menjadi protein:
… tak seorang pun secara memuaskan pernah menjelaskan bagaimana bahan-bahan yang tersebar luas ini terangkai menjadi protein. Keadaan bumi purba sebagaimana yang diramalkan menggiring asam-asam amino ke keterkucilan yang sepi. 247

Protein-Protein Tangan Kiri
Kini, marilah kita telaah lebih rinci mengapa skenario evolusionis tentang pembentukan protein itu mustahil. Urutan yang benar dari asam-asam amino yang tepat bahkan masih belum cukup bagi pembentukan sebuah molekul protein fungsional. Di samping syarat-syarat ini, tiap-tiap dari 20 jenis asam amino yang ada dalam susunan protein haruslah bertangan kiri. Ada dua jenis asam amino—sebagaimana molekul-molekul organik lainnya—yang disebut "tangan kiri" and "tangan kanan." Perbedaan di antara keduanya terletak pada simetri pantul struktur tiga dimensinya, yang mirip dengan tangan kanan dan kiri kita.
L – Asam amino tangan kiri D – Asam amino tangan kanan Isomer tangan kiri (L) dan kanan (D) protein yang sama. Protein pada makhluk hidup hanya mengandung asam amino tangan kiri.

Asam-asam amino dari kedua jenis dapat saling mengikat dengan mudah. Tetapi, satu fakta mencengangkan yang telah diungkapkan oleh penelitian adalah semua protein pada tumbuhan dan hewan di planet ini, dari organisme tersederhana hingga terrumit, disusun dari asam amino tangan kiri. Jika ada satu saja asam amino tangan kanan terikat ke struktur sebuah protein, protein itu akan tidak berguna. Dalam serangkaian percobaan, bakteri yang terpapar asam-asam amino tangan kanan dengan mengejutkan segera menguraikan asam-asam amino itu. Dalam beberapa kejadian, bakteri menghasilkan asam amino tangan kiri yang berguna dari komponen-komponen hasil penguraian.
Mari untuk sementara kita anggap bahwa kehidupan muncul secara kebetulan sebagaimana dinyatakan oleh evolusionis. Dalam hal ini, asam-asam amino tangan kanan dan tangan kiri yang tak sengaja terbentuk seharusnya secara umum tersedia dalam kadar yang sama di alam. Karena itu, semua makhluk hidup seharusnya memiliki kedua jenis asam amino di dalam tubuhnya, sebab secara kimiawi tidak mustahil bagi kedua jenis asam amino saling mengikat. Akan tetapi, seperti yang kita ketahui, di dunia nyata, protein-protein pada semua organisme hidup hanya tersusun dari asam-asam amino tangan kiri.
Pertanyaan tentang cara protein dapat memilih hanya yang tangan kiri dari semua asam amino, dan mengapa tak satu pun asam amino tangan kanan terlibat di dalam proses kehidupan, adalah sebuah masalah yang masih membingungkan kaum evolusionis. Seleksi khusus dan sadar seperti itu membentuk salah satu kebuntuan terbesar yang dihadapi teori evolusi.
Terlebih lagi, tabiat protein ini membuat masalah yang dihadapi evolusionis dengan "kebetulan" malah lebih buruk. Supaya sebuah protein "berguna" dihasilkan, tak cukup bagi asam-asam amino ada dalam jumlah dan urutan tertentu, dan bergabung dengan rancangan tiga dimensi yang tepat. Di samping itu, semua asam amino ini harus tangan kiri: tak satu pun yang tangan kanan. Dan tiada mekanisme seleksi alam yang dapat mengenali bahwa suatu asam amino tangan kanan telah dimasukkan ke dalam urutan dan mengetahui bahwa asam amino ini harus dicopot dari rangkaian. Keadaan ini sekali lagi melenyapkan untuk selamanya peluang bagi ketaksengajaan dan coba-coba.
The Britannica Science Encyclopedia, yang merupakan pembela evolusi yang lantang, menyatakan bahwa asam amino semua organisme hidup di bumi, dan blok-blok pembangun polimer rumit seperti protein, memiliki asimetri tangan kiri yang sama. Buku ini menambahkan bahwa hal ini mirip dengan melontarkan sekeping koin jutaan kali dan selalu mendapatkan sisi muka. Ensiklopedi yang sama menyebutkan bahwa mustahil memahami mengapa molekul menjadi tangan kiri atau tangan kanan, dan bahwa pilihan ini secara mencengangkan terkait dengan asal mula kehidupan di muka bumi. 248
Jika sekeping koin selalu menampakkan sisi muka ketika dilontarkan jutaan kali, lebih masuk akalkah menghubungkannya dengan kebetulan, atau sebaliknya, menerima bahwa campur tangan yang sadar berlangsung? Jawabannya seharusnya sudah jelas. Akan tetapi, walaupun jelas, para evolusionis masih berlindung di balik kebetulan, sekadar karena tak ingin menerima adanya campur tangan yang sadar.
Keadaan yang serupa dengan kekirian asam amino juga terjadi pada nukleotida, satuan terkecil asam nukleat, DNA dan RNA. Berbeda dengan protein, yang hanya memilih asam amino tangan kiri, pada asam nukleat, bentuk yang lebih disukai komponen-komponen nukleotida selalu tangan kanan. Inilah fakta lain yang tak akan pernah bisa dijelaskan dengan kebetulan.
Sebagai kesimpulan, telah dibuktikan tanpa sedikit pun keraguan melalui peluang-peluang yang telah kita telaah bahwa asal mula kehidupan tak bisa dijelaskan dengan kebetulan. Jika kita berupaya menghitung peluang sebuah protein berukuran rata-rata yang tersusun dari 400 asam amino yang semuanya tangan kiri, kita akan sampai ke peluang 1 per 2400, atau 10120. Sekadar perbandingan, ingatlah bahwa jumlah elektron di alam semesta diperkirakan sekitar 1079, yang meskipun sangat besar, tetap sebuah angka yang jauh lebih kecil. Peluang asam-asam amino membuat urutan dan bentuk berguna yang diperlukan akan menghasilkan angka yang jauh lebih besar. Jika kita tambahkan semua peluang ini, dan terus menghitung peluang protein-protein dengan jenis dan jumlah asam amino yang lebih banyak, perhitungannya menjadi tak terbayangkan.

Keharusan Ikatan Peptida
Kesulitan-kesulitan yang tak bisa diatasi teori evolusi tentang perkembangan satu protein tak terbatas pada yang kami sampaikan sejauh ini. Tak cukup bagi asam-asam amino sekadar tersusun dalam jumlah, urutan, dan struktur tiga dimensi yang benar. Pembentukan sebuah protein juga mensyaratkan molekul-molekul asam amino dengan lebih dari satu lengan saling terikat dengan cara tertentu saja. Ikatan itu disebut "ikatan peptida." Asam amino dapat membentuk beraneka ikatan, tetapi protein terbentuk dari—dan hanya dari—asam-asam amino yang disatukan oleh ikatan-ikatan peptida.
Sebuah perbandingan akan menjelaskan hal ini. Anggaplah semua bagian mobil tersedia dan dirakit dengan benar, dan satu-satunya pengecualian adalah salah satu rodanya terpasang tidak dengan mur dan baut yang biasa, melainkan seutas kawat, dengan suatu cara sehingga sumbunya tegak lurus ke tanah. Mustahil bagi mobil itu menempuh bahkan jarak terpendek, secanggih apa pun teknologinya atau setangguh apa pun mesinnya. Kali pertama, semuanya terlihat ada di tempat yang benar, tetapi kekeliruan pemasangan satu saja roda membuat keseluruhan mobil tak berguna. Dengan cara yang sama, pada sebuah molekul protein, gabungan bahkan satu asam amino dengan yang lain dengan ikatan yang bukan ikatan peptida membuat keseluruhan molekul tak berguna.
Penelitian telah menunjukkan bahwa asam amino yang berikatan secara acak akan berikatan peptida hanya dalam 50 persen kejadian, dan selebihnya muncul ikatan lain yang tak dikenal di dalam protein. Agar berguna selayaknya, setiap asam amino yang menyusun protein harus digabungkan dengan asam-asam amino lain hanya dengan ikatan peptida, sama seperti asam amino harus dipilih hanya dari bentuk-bentuk tangan kiri.
Peluang hal ini terjadi sama dengan peluang setiap protein menjadi tangan kiri. Oleh karena itu, ketika kita memikirkan sebuah protein dengan 400 asam amino, peluang semua asam amino saling berikatan hanya dengan ikatan peptida adalah 1 per 2399.

Peluang Nol
Jika kita menggabungkan ketiga peluang (bahwa asam amino terbentuk dengan tepat, semua asam amino berbentuk tangan kiri, dan semuanya bergabung dengan ikatan peptida), maka kita akan menghadapi angka astronomis 1 per 10950. (Angka astronomis adalah angka amat besar atau amat kecil) Ini hanya peluang di atas kertas. Bisa dikatakan, peluang ini terwujud adalah nol. Sebagaimana telah kita lihat, dalam matematika, sebuah peluang yang kurang dari 1 per 1050 secara statistik berpeluang "nol" untuk berlangsung.
Bahkan jika kita menganggap bahwa asam amino bergabung dan terurai oleh sejenis cara "coba-coba", tanpa kehilangan sedikit pun waktu sejak pembentukannya di bumi, demi membentuk satu molekul protein saja, waktu yang dibutuhkan oleh sesuatu yang berpeluang 1 per 10950 masih sangat melampaui taksiran umur bumi.
SINTESIS PROTEIN
Ribosom membaca RNA kurir (mRNA), dan menyusun asam amino menurut informasi yang diterimanya di sini. Pada gambar, urutan berturut-turut asam-asam amino valin, sistein, dan alanin yang disusun oleh ribosom dan RNA transfer (tRNA) dapat terlihat. Semua protein di alam dihasilkan melalui proses rumit ini. Tak ada protein yang muncul karena "ketaksengajaan."

Kesimpulan yang ditarik dari semua ini adalah evolusi terperosok ke sumur tanpa dasar kemustahilan ketika berhadapan dengan pembentukan satu protein.
Seorang pendukung teori evolusi terkemuka, Profesor Richard Dawkins, menyatakan sebagai berikut tentang kemustahilan ke dalam mana teori telah terjatuh:
Jadi, jenis kejadian mujur yang kita cari dapat begitu sangat mustahil sampai-sampai peluang terjadinya, di suatu tempat di alam semesta, sekecil satu per satu trilyun miliar pada tahun kapan pun. Jika ini memang terjadi hanya di satu planet, di suatu tempat di alam semesta ini, planet itu haruslah planet kita—karena di sinilah kita sedang membicarakannya. 249
Pengakuan seorang pendukung terkemuka evolusi ini dengan jelas memperlihatkan kekacauan nalar teori evolusi. Pernyataan di dalam buku Dawkins Climbing Mount Improbable (Mendaki Gunung Kemustahilan) ini sebuah contoh telak penalaran berputar-putar yang sebenarnya tak menjelaskan apa pun: "Jika kita ada di sini, maka itu berarti evolusi terjadi."
Sebagaimana telah kita lihat, bahkan pendukung paling terkemuka evolusi mengakui bahwa teori ini telah terkubur ke dalam kemustahilan ketika berhadapan dengan tahap pertama kehidupan. Namun, betapa menariknya bahwa, bukannya menerima kemustahilan teori yang mereka bela, mereka lebih memilih berpegang teguh pada evolusi dengan sikap dogmatis! Inilah sebuah kerasukan ideologis sepenuh-penuhnya.

Adakah Mekanisme Coba-Coba di Alam?
Akhirnya, kita bisa menyimpulkan satu butir amat penting terkait dengan penalaran dasar dari perhitungan peluang, yang beberapa contohnya telah kita lihat. Kami telah menunjukkan bahwa perhitungan peluang yang dibuat di atas mencapai tingkat astronomis, dan bahwa kejanggalan-kejanggalan astronomis ini tak berpeluang untuk benar-benar terjadi.
Namun demikian, ada lebih banyak fakta penting dan menghancurkan yang menghadang evolusionis di sini. Dalam keadaan-keadaan alamiah, bahkan masa untuk coba-coba tak dapat dimulai, lepas dari kejanggalan-kejanggalan astronomisnya, sebab tiada mekanisme coba-coba di alam dari mana protein bisa muncul.
Perhitungan yang kami berikan di atas menunjukkan peluang pembentukan suatu molekul protein dengan 500 asam amino berlaku hanya untuk sebuah lingkungan coba-coba ideal, yang sebenarnya tak ada di dalam kehidupan nyata. Yakni, peluang mendapat satu protein fungsional adalah "1" berbanding 10950 hanya jika kita menganggap bahwa ada mekanisme khayalan di dalam mana sebuah tangan gaib menyatukan 500 asam amino secara acak dan lalu, melihat hasilnya bukan gabungan yang benar, melepaskan asam-asam itu satu demi satu, lalu menyusun kembali secara berbeda, dan begitu seterusnya. Dalam tiap percobaan, asam amino harus dilepaskan satu per satu, dan disusun kembali dengan cara baru. Sintesis seharusnya berhenti setelah asam amino ke-500 ditambahkan, dan harus dipastikan bahwa tak satu pun asam amino tambahan terlibat. Penggabungan seharusnya dihentikan untuk melihat apakah protein yang berfungsi telah terbentuk, dan, jika terjadi kegagalan, semuanya harus dicopot dan dicoba kembali dengan urutan lain. Di samping itu, dalam tiap percobaan, tak satu pun zat asing boleh terlibat. Yang juga penting adalah rantai yang terbentuk selama coba-coba seharusnya tidak diuraikan dan dihancurkan sebelum mencapai ikatan ke-499. Syarat seperti ini berarti bahwa peluang yang telah kami sebutkan di atas hanya bisa terjadi dalam suatu lingkungan yang terkendali dengan sebuah mekanisme sadar yang mengarahkan awal, akhir, dan setiap tahap peralihan proses itu, dan hanya "asam amino pilihan" yang mendapat kesempatan. Sudah jelas tak mungkin ada lingkungan seperti itu di dalam keadaan-keadaan alamiah. Oleh karena itu, pembentukan suatu protein di lingkungan alamiah secara nalar dan teknis tak mungkin.
Karena tak bisa melihat gambaran besar masalah ini, namun mendekatinya dari sudut pandang dangkal dan menganggap pembentukan protein adalah reaksi kimia sederhana, sebagian orang mungkin menarik kesimpulan tak wajar seperti "asam amino bergabung lewat reaksi dan lalu membentuk protein." Namun demikian, reaksi-reaksi kimia yang kebetulan terjadi pada struktur mati ini hanya bisa membawa ke perubahan sederhana dan mendasar. Jumlahnya telah diketahui dan terbatas. Untuk bahan kimia yang agak lebih rumit, pabrik-pabrik raksasa, kilang-kilang kimia, dan laboratorium-laboratorium harus dilibatkan. Obat-obatan dan banyak senyawa kimia yang kita gunakan sehari-hari dibuat dengan cara ini. Protein berstruktur lebih rumit daripada senyawa kimia yang dihasilkan industri. Karena itu, mustahil bagi protein, yang masing-masing merupakan keajaiban rancangan dan rekayasa, yang setiap bagiannya menempati tempatnya dalam urutan yang pasti, bermula sebagai hasil reaksi kimia yang serampangan.
Mari sejenak kita kesampingkan semua kemustahilan yang telah kami utarakan sejauh ini, dan anggaplah bahwa suatu molekul protein yang berguna masih berevolusi tiba-tiba "secara kebetulan." Walaupun demikian, evolusi lagi-lagi tak memiliki jawaban, sebab agar bisa bertahan, protein ini harus tersekat dari lingkungan alamiahnya dan terlindung di bawah keadaan yang sangat khusus. Jika tidak, protein akan hancur karena pengaruh keadaan alamiah bumi, atau bersatu dengan asam, asam amino, atau senyawa kimia lain, dan dengan begitu kehilangan sifat-sifat khususnya dan mengubahnya menjadi zat yang sama sekali lain dan tak berguna.
Yang telah kita bahas sejauh ini adalah kemustahilan kemunculan hanya satu protein secara kebetulan. Akan tetapi, dalam tubuh manusia saja ada sekitar 100 ribu protein yang berfungsi. Lebih-lebih, ada sekitar 1,5 juta spesies yang sudah dikenali, dan diperkirakan masih 10 juta yang belum. Walau banyak protein yang mirip digunakan dalam banyak bentuk kehidupan, diperkirakan bahwa setidaknya ada 100 juta atau lebih jenis protein di dunia tumbuhan dan hewan. Dan jutaan spesies yang telah punah tidak tercakup di dalam perhitungan ini. Dengan kata lain, ratusan juta kode protein telah ada di dunia. Jika seseorang menyadari bahwa tak satu pun dari protein ini bisa dijelaskan dengan kebetulan, jelaslah apa makna ratusan juta jenis protein.
Dengan mengingat kebenaran ini, bisa dipahami secara jernih bahwa konsep-konsep seperti "kebetulan" dan "coba-coba" tak berkaitan apa pun dengan keberadaan makhluk hidup.

Pandangan Evolusi tentang Asal Usul Kehidupan
Di atas segalanya, ada satu hal penting yang harus diperhatikan: jika sembarang tahap dalam proses evolusi terbukti mustahil, sudah cukup membuktikan bahwa keseluruhan teori ini sepenuhnya keliru dan tidak sahih. Misalnya, dengan membuktikan bahwa pembentukan protein secara serampangan mustahil, semua pernyataan lain tentang langkah-langkah selanjutnya juga terbantahkan. Setelah ini, mengambil beberapa tengkorak manusia dan kera dan terlibat dalam tebak-menebak tengkorak-tengkorak itu menjadi tanpa makna.
Cara organisme hidup mewujud dari zat mati adalah sebuah persoalan yang bahkan tak diinginkan evolusionis disebut-sebut untuk waktu lama. Akan tetapi, masalah ini, yang terus-menerus dihindari, akhirnya harus ditanggapi, dan upaya-upaya menyelesaikannya dilakukan dengan sederet percobaan di perempat kedua abad ke-20.
Pertanyaan utama adalah: bagaimanakah sel hidup pertama muncul dalam keadaan atmosfer bumi di purba? Dengan kata lain, penjelasan seperti apakah yang bisa ditawarkan evolusionis?
Orang pertama yang memberikan perhatian pada masalah ini adalah seorang ahli biologi Rusia, Alexander I. Oparin, penemu konsep "evolusi kimia." Sekalipun didukung semua kajiannya teoretisnya, Oparin tak mampu menghasilkan apa pun yang memberikan setitik cahaya tentang asal usul kehidupan. Ia mengatakan yang berikut di dalam bukunya The Origin of Life (Asal Usul Kehidupan) yang diterbitkan di tahun 1936:
Akan tetapi, sayangnya, masalah asal usul sel mungkin titik tersuram dalam keseluruhan kajian tentang evolusi organisme. 250
Sejak Oparin, kaum evolusionis telah melakukan tak terhitung percobaan, melaksanakan penelitian, dan membuat pengamatan untuk membuktikan bahwa satu sel bisa terbentuk secara kebetulan. Akan tetapi, setiap upaya semacam itu hanya membuat kerumitan rancangan sel kian jelas, dan malah kian membantah hipotesis evolusionis. Profesor Klaus Dose, presiden Institute of Biochemistry di University of Johannes Gutenberg, menyatakan:
Lebih dari 30 tahun percobaan tentang asal usul kehidupan di bidang kimia dan evolusi molekuler telah membawa kita ke penghayatan lebih baik atas besarnya masalah asal usul kehidupan di bumi, bukan pemecahannya. Saat ini, semua pembahasan tentang teori dan percobaan utama di bidang ini berakhir dengan kebuntuan atau pengakuan akan kebodohan. 251
Di dalam bukunya The End of Science (Akhir Ilmu Pengetahuan), penulis ilmiah evolusi John Horgan mengatakan tentang asal usul kehidupan, "Sejauh ini, inilah pegas terlemah dari rangka (sasis) biologi mutakhir." 252
Pernyataan berikut dari ahli geokimia Jeffrey Bada, dari Scripps Institute yang berpangkalan di San Diego, membuat ketakberdayaan evolusionis makin jelas:
Saat ini, selagi meninggalkan abad ke-20, kita masih menghadapi masalah tak terpecahkan yang terbesar yang kita miliki ketika memasuki abad ke-20: bagaimanakah kehidupan berasal di bumi?" 253
Sekarang, mari kita lihat lebih rinci "masalah tak terpecahkan yang terbesar" dari teori evolusi. Pokok pertama yang harus kita perhatikan adalah percobaan Miller yang tersohor.

Percobaan Miller
Kajian yang paling terpandang tentang asal usul kehidupan adalah percobaan Miller yang dilakukan oleh Stanley Miller, seorang peneliti Amerika, pada tahun 1953. (Percobaan ini juga disebut "percobaan Urey-Miller" karena sumbangan dosen Miller di University of Chicago, Harold Urey.) Percobaan ini satu-satunya "petunjuk" yang dimiliki kaum evolusionis untuk katanya membuktikan "tesis evolusi kimia;" mereka mengajukannya sebagai tahap awal proses evolusi yang diperkirakan yang mengantarkan ke kehidupan. Meskipun hampir setengah abad berlalu, dan berbagai kemajuan teknologi telah dicapai, tak seorang pun membuat kemajuan lebih jauh. Walau demikian, percobaan Miller masih digunakan di dalam buku-buku acuan sebagai penjelasan evolusi generasi pertama makhluk hidup. Itu karena para peneliti evolusionis, yang menyadari fakta bahwa kajian-kajian semacam itu bukan mendukung, tetapi malah membantah tesis mereka, sengaja menghindari terlibat dalam percobaan-percobaan sejenis.
Tujuan Stanley Miller adalah menunjukkan lewat percobaan bahwa asam-asam amino, unsur penyusun protein, bisa mewujud "secara kebetulan" di bumi yang tanpa kehidupan miliaran tahun yang lalu. Dalam percobaannya, Miller menggunakan campuran gas yang diperkirakannya ada pada keadaan bumi purba (yang kemudian terbukti tidak mendekati kenyataan), terdiri dari amonia, metana, hidrogen dan uap air. Karena dalam keadaan alamiah gas-gas ini tak saling bereaksi, ia menambahkan energi ke campuran itu untuk memulai reaksi di antara gas-gas. Dengan menganggap bahwa energi mungkin datang dari petir dalam atmosfer purba, Miller menggunakan arus listrik untuk tujuan ini.
Miller memanaskan campuran gas ini pada 100° C selama sepekan dan menambahkan arus listrik. Di akhir pekan, ia menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar tabung, dan mengamati bahwa 3 dari 20 asam amino yang menyusun unsur-unsur dasar protein telah terbentuk.
Percobaan ini menimbulkan kegembiraan besar di kalangan evolusionis, dan disiarkan sebagai keberhasilan luar biasa. Terlebih lagi, dalam kegembiraan yang memuncak, beraneka media cetak menurunkan kepala berita seperti "Miller menciptakan kehidupan." Akan tetapi, yang telah dihasilkan Miller hanyalah sebagian kecil dari molekul mati.
Disemangati oleh percobaan ini, para evolusionis segera membuat skenario baru. Tahap-tahap berikutnya perkembangan asam amino segera disusun. Diperkirakan, asam-asam amino lalu bergabung dengan urutan yang benar secara kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein yang muncul secara kebetulan ini menggabungkan diri menjadi struktur mirip membran sel yang "entah bagaimana" mewujud dan membentuk suatu sel sederhana. Lalu, seiring dengan waktu, sel-sel ini diperkirakan bergabung membentuk organisme hidup bersel banyak. Akan tetapi, percobaan Miller sejak itu terbukti keliru dalam berbagai segi.

Empat Fakta yang Membantah Percobaan Miller
Percobaan Miller mencoba membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk sendiri dalam keadaan-keadaan bumi purba, tetapi mengandung ketidakserasian di beberapa bidang:
1- Dengan menggunakan suatu mekanisme yang disebut "perangkap dingin," Miller memisahkan asam-asam amino dari lingkungannya sesaat setelah terbentuk. Jika saja ia tidak melakukannya, keadaan-keadaan lingkungan tempat asam-asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul-molekul ini.
Tak pelak lagi, mekanisme pemisahan seperti ini tidak ada dalam keadaan bumi purba. Tanpa mekanisme demikian, bahkan jika satu asam amino diperoleh, zat-zat itu akan segera dihancurkan. Ahli kimia Richard Bliss mengutarakan pertentangan ini dengan mengamati bahwa "Sebenarnya, tanpa perangkap ini, hasil-hasil kimia akan dihancurkan oleh sumber energi." 254 Dan, cukup pasti, dalam percobaan-percobaan sebelumnya, Miller tak mampu membuat bahkan satu asam amino menggunakan bahan yang sama tanpa mekanisme perangkap dingin.
2- Atmosfer purba yang direkacipta Miller dalam percobaannya tidak wajar. Pada tahun 1980-an, para ilmuwan setuju bahwa nitrogen dan karbon dioksida seharusnya dipakai dalam lingkungan buatan ini, bukannya metana dan amonia.
Jadi, mengapa Miller bersikukuh dengan gas-gas ini? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, tak mungkin menyusun asam amino apa pun. Kevin McKean berbicara tentang hal ini dalam sebuah artikel yang diterbitkan dalam majalah Discover:
Miller dan Urey meniru atmosfer kuno di bumi dengan mencampurkan metana dan amonia. ..Akan tetapi dalam penelitian-penelitian terbaru, diketahui bahwa pada masa itu bumi sangat panas, dan mengandung lelehan nikel dan besi. Oleh karena itu, susunan senyawa kimia di atmosfer pada masa itu seharusnya sebagian besar nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Akan tetapi, gas-gas ini tidak selayak metana dan amonia bagi pembentukan molekul-molekul organik. 255
Atmosfer buatan yang dibuat oleh Miller dalam percobaannya sebenarnya tak mirip sama sekali dengan atmosfer bumi purba.
Ilmuwan Amerika JP Ferris dan CT Chen mengulangi percobaan Miller dengan lingkungan atmosfer yang mengandung karbon dioksida, nitrogen, dan uap air, dan tidak mampu mendapatkan bahkan satu saja molekul asam amino. 256
3- Hal penting lainnya yang membantah percobaan Miller adalah bahwa tersedia cukup oksigen untuk menghancurkan semua asam amino di atmosfer pada masa ketika senyawa-senyawa ini diperkirakan terbentuk. Fakta ini, yang diabaikan oleh Miller, disingkapkan oleh jejak-jejak besi teroksidasikan yang ditemukan di bebatuan yang ditaksir berumur 3,5 miliar tahun. 257
Masih ada temuan-temuan lain yang menunjukkan bahwa jumlah oksigen di atmosfer pada masa itu lebih tinggi daripada yang awalnya dinyatakan oleh para evolusionis. Beraneka penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah radiasi sinar ultra-ungu yang dipaparkan ke bumi adalah 10 ribu kali yang diperkirakan para evolusionis. Tak bisa dipungkiri, radiasi kuat ini telah membebaskan oksigen dengan menguraikan uap air dan karbon dioksida di atmosfer.
Keadaan ini membantah sepenuhnya percobaan Miller, yang mengabaikan oksigen sama sekali. Jika oksigen digunakan di dalam percobaan, metana akan diuraikan menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Di sisi lain, di dalam suatu lingkungan yang tidak ada oksigen, seharusnya juga tidak ada lapisan ozon; maka, asam amino akan langsung dihancurkan karena terpapar sinar ultra-ungu yang paling kuat tanpa perlindungan lapisan ozon. Dengan kata lain, dengan atau tanpa oksigen di zaman bumi purba, hasilnya tetap lingkungan maut bagi asam amino.
4- Pada akhir percobaan Miller, banyak asam organik juga terbentuk dengan sifat-sifat yang merusak bagi struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika asam-asam amino tidak dipisahkan dan dibiarkan di lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa kimia ini, kehancuran atau perubahan menjadi senyawa lain melalui reaksi kimia tidak terelakkan.
Lebih-lebih, percobaan Miller juga menghasilkan asam amino tangan kanan. 258 Keberadaan asam-asam amino membantah teori evolusi bahkan menurut kaidah-kaidahnya sendiri, sebab asam amino tangan kanan tak berfungsi dalam susunan organisme hidup. Kesimpulannya, keadaan-keadaan di dalam mana asam amino terbentuk pada percobaan Miller tidak layak bagi kehidupan. Nyatanya, medium ini berbentuk campuran asam yang menghancurkan dan membakar molekul-molekul berguna yang dihasilkan.
Saat ini, Miller juga mengakui bahwa percobaannya di tahun 1953 sangat jauh dari menerangkan asal usul kehidupan.
Semua fakta ini mengarah ke satu kebenaran yang kokoh: percobaan Miller tak bisa menyatakan telah membuktikan bahwa makhluk hidup terbentuk secara kebetulan di dalam keadaan yang mirip bumi purba. Keseluruhan percobaan tak lebih dari percobaan laboratorium yang sengaja dan terkendali untuk mensintesis asam amino. Jumlah dan jenis gas yang digunakan dalam percobaan secara ideal diarahkan agar memungkinkan asam amino terbuat. Jumlah energi yang dipasok ke sistem tak terlalu banyak dan tak terlalu sedikit, namun diatur dengan tepat supaya reaksi-reaksi penting dapat berlangsung. Peralatan percobaan disekat sehingga tak memungkinkan kebocoran unsur-unsur yang membahayakan, merusak, atau lainnya yang menghalangi pembentukan asam amino. Tiada unsur, mineral, atau senyawa yang mungkin ada pada masa bumi purba, namun bisa mengubah jalannya reaksi, dilibatkan di dalam percobaan. Oksigen, yang bisa mencegah pembentukan asam amino lewat oksidasi, adalah salah satu unsur merusak ini. Bahkan, dalam keadaan ideal laboratorium seperti itu, asam amino yang dihasilkan mustahil bertahan dan menghindari kerusakan tanpa mekanisme "perangkap dingin."
Nyatanya, dengan percobaannya, Miller menghancurkan pernyataan evolusi bahwa "kehidupan muncul sebagai hasil kebetulan yang tak sadar." Yakni, jika percobaan ini membuktikan sesuatu, itulah bahwa asam amino hanya bisa dihasilkan dalam suatu lingkungan laboratorium yang terkendali dengan semua syarat dirancang khusus oleh campur-tangan yang sadar.
Saat ini, percobaan Miller diabaikan sama sekali bahkan juga oleh para ilmuwan evolusionis. Pada terbitan Februari 1998 majalah ilmiah evolusionis Earth, pernyataan berikut muncul pada sebuah artikel berjudul "Life’s Crucible" (Periuk Kehidupan):
Ahli geologi kini berpikir bahwa kandungan utama atmosfer purba adalah karbon dioksida dan nitrogen, gas-gas yang kurang reaktif daripada yang dipakai dalam percobaan tahun 1953. Dan bahkan jika atmosfer Miller memang benar ada, bagaimanakah Anda bisa memperoleh molekul-molekul sederhana seperti asam amino lewat perubahan-perubahan kimia yang diperlukan yang akan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih rumit, atau polimer, seperti protein? Miller sendiri angkat tangan pada kepingan teka-teki yang satu ini: "Ini sebuah masalah, " ia menarik napas panjang dengan putus asa. "Bagaimanakah Anda membuat polimer? Itu tidak mudah." 259
Sebagaimana terlihat, bahkan Miller sendiri telah menerima bahwa percobaannya tidak mengantarkan ke sebuah penjelasan tentang asal usul kehidupan. Pada terbitan Maret 1998, National Geographic, dalam artikel berjudul "The Emergence of Life on Earth" (Kemunculan Kehidupan di Bumi) ulasan berikut muncul:
Banyak ilmuwan kini menengarai bahwa atmosfer awal berbeda dengan yang dulu diperkirakan Miller. Mereka berpikir bahwa atmosfer itu mengandung karbon dioksida dan nitrogen, bukan hidrogen, metana dan amonia. Itu berita buruk bagi ahli kimia. Ketika mencoba menyalakan karbon dioksida dan nitrogen, mereka mendapatkan sedikit sekali molekul organik—setara dengan melarutkan setetes pewarna makanan ke dalam air satu kolam renang. Para ilmuwan merasa sulit membayangkan kehidupan muncul dari sup encer seperti itu. 260
Singkatnya, baik percobaan Miller maupun percobaan serupa lainnya yang telah diupayakan, tak bisa menjawab pertanyaan tentang cara kehidupan muncul di bumi. Semua penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kehidupan mustahil mewujud secara kebetulan, dan karenanya membenarkan bahwa kehidupan itu diciptakan. Alasan mengapa para evolusionis tak menerima kenyataan yang jelas ini adalah ketaatan buta mereka pada prasangka yang sama sekali tak ilmiah. Cukup menarik, Harold Urey, yang menyelenggarakan percobaan Miller bersama mahasiswanya Stanley Miller, membuat pengakuan berikut tentang hal ini:
Semua kita yang mempelajari asal usul kehidupan menemukan bahwa kian kita selami, kian kita merasa bahwa kehidupan terlalu rumit untuk berevolusi di mana pun. Kita semua percaya sebagai sebuah keyakinan yang mendalam bahwa kehidupan berevolusi dari benda mati di planet ini. Hanya saja kerumitannya begitu besar, sukar bagi kita membayangkan [evolusi] itu terjadi. 261

Atmosfer Purba dan Protein
Buku-buku evolusionis menggunakan percobaan Miller, sekalipun dengan semua ketimpangannya, untuk mencoba menyamarkan masalah asal usul asam amino. Dengan memberikan kesan bahwa masalah ini telah lama dipecahkan oleh percobaan tidak sah itu, mereka mencoba menambal celah pada teori evolusi.
Akan tetapi, untuk menjelaskan tahap kedua asal usul kehidupan, evolusionis menghadapi suatu masalah yang justru lebih besar daripada pembentukan asam amino—yakni, asal usul protein, blok pembangun kehidupan, yang terdiri dari ratusan jenis asam amino yang saling terikat dengan susunan tertentu.
Menyatakan bahwa protein terbentuk secara kebetulan dalam keadaan alamiah lebih tidak wajar dan tidak beralasan daripada bahwa asam amino terbentuk secara kebetulan. Di halaman-halaman sebelumnya, melalui perhitungan peluang kita telah melihat kemustahilan matematis dari penggabungan serampangan asam amino ke dalam urutan yang tepat untuk membentuk protein. Kini, kita akan menelaah kemustahilan protein untuk dihasilkan secara kimiawi di dalam keadaan-keadaan bumi purba.

Masalah Sintesis Protein di dalam Air
Sebagaimana kita lihat sebelumnya, ketika bergabung membentuk protein, asam-asam amino saling membentuk ikatan khusus yang disebut ikatan peptida. Sebuah molekul air dilepaskan selama pembentukan ikatan peptida ini.
Fakta ini dengan tegas menyangkal penjelasan evolusionis bahwa kehidupan purba bermula di air, sebab menurut "azas Le Châtelier" dalam ilmu kimia, mustahil sebuah reaksi yang melepaskan air (reaksi kondensasi) berlangsung di suatu lingkungan berair. Kemungkinan jenis reaksi ini berlangsung di suatu lingkungan berair dikatakan "berpeluang terjadi paling kecil" dari semua reaksi kimia.
Oleh karena itu, lautan, yang dikatakan sebagai tempat kehidupan bermula dan asam amino berasal, pasti bukan lingkungan yang pas bagi asam amino untuk membentuk protein. 262 Di sisi lain, seharusnya tak masuk akal bagi para evolusionis untuk mengubah pemikiran mereka dan menyatakan bahwa kehidupan berasal dari daratan, sebab satu-satunya lingkungan tempat asam amino bisa terlindung dari radiasi ultra-ungu adalah samudra dan lautan. Di daratan, asam amino akan dihancurkan oleh sinar ultra-ungu. Di sisi lain, Azas Le Châtelier, membatalkan pernyataan pembentukan kehidupan di laut. Inilah dilema lain yang menghadang evolusi.

"PROTEINOID" FOX

Sydney Fox, yang terpengaruh oleh skenario Miller, membentuk molekul-molekul di atas, yang disebutnya "proteinoid," dengan menggabungkan asam-asam amino. Akan tetapi, ikatan asam amino yang tak berfungsi ini tak memiliki kesamaan dengan protein sebenarnya yang membangun tubuh organisme hidup. Sesungguhnya, semua usaha ini tak hanya menunjukkan bahwa kehidupan bukan hanya tak muncul secara kebetulan, tetapi juga tak dapat dikembangbiakkan di lingkungan laboratorium.

Percobaan Fox
Tertantang oleh dilema di atas, para evolusionis mulai menciptakan skenario-skenario tak wajar yang didasarkan pada "masalah air" ini yang demikian tegas menyangkal teori mereka. Sydney Fox adalah salah seorang yang paling terkenal dari para peneliti ini. Fox mengajukan teori berikut untuk memecahkan masalah. Menurutnya, asam amino pertama telah dipindahkan ke lereng-lereng dekat gunung berapi sesaat setelah terbentuk di samudra purba. Air yang dikandung campuran yang berisi asam amino ini pasti telah menguap ketika suhu meningkat di atas titik didih pada lereng-lereng itu. Asam-asam amino yang "mengering" ini, lalu dapat bergabung membentuk protein.
Akan tetapi cara "rumit" ini tak diterima oleh banyak orang di bidang ini karena asam amino tak bisa menahan suhu setinggi itu. Penelitian membenarkan bahwa asam-asam amino akan segera hancur pada suhu yang sangat tinggi.
Tetapi Fox tidak menyerah. Ia menggabungkan asam-asam amino yang dimurnikan di laboratorium, "dengan syarat-syarat sangat khusus," lewat memanaskannya di suatu lingkungan kering. Asam-asam amino bersatu, namun belum juga protein dihasilkan. Yang sebenarnya diperoleh Fox adalah simpul-simpul asam amino yang sederhana dan tak teratur, bergabung acak satu sama lain, dan simpul-simpul ini jauh dari menyerupai protein hidup mana pun. Lebih jauh lagi, jika Fox menyimpan asam-asam amino pada suatu suhu tetap, maka simpul-simpul tak berguna ini juga akan terurai.
Masalah lain yang menihilkan percobaan ini adalah bahwa Fox tidak memakai hasil-hasil akhir tak berguna yang diperoleh percobaan Miller; malahan Fox menggunakan asam-asam amino murni dari organisme hidup. Akan tetapi, percobaan ini, yang dimaksudkan menjadi kelanjutan percobaan Miller, seharusnya berangkat dari hasil-hasil percobaan yang dilakukan Miller. Namun, baik Fox maupun para peneliti lain, tidak memakai asam-asam amino tak berguna yang dihasilkan Miller.
Percobaan Fox bahkan tidak diterima di kalangan evolusionis, sebab sudah jelas bahwa rantai-rantai asam amino tak berguna yang diperoleh Fox (yang disebutnya "proteinoid") mustahil terbentuk di dalam keadaan alamiah. Lebih-lebih, protein, satuan dasar kehidupan, masih belum bisa dihasilkan. Masalah asal usul protein masih belum terpecahkan. Dalam sebuah artikel majalah ilmiah populer, Chemical Engineering News, yang muncul di tahun 1970-an, percobaan Fox disebutkan sebagai berikut:

Ketika menemukan struktur DNA, Watson dan Crick menunjukkan bahwa kehidupan lebih rumit daripada yang pernah terpikirkan.
Sydney Fox dan para peneliti lainnya berhasil menggabungkan asam-asam amino dalam bentuk "proteinoid" menggunakan teknik-teknik pemanasan khusus di dalam keadaan yang ternyata tidak terjadi sama sekali pada tahap-tahap purba bumi. Juga, asam-asam ini sama sekali tak serupa dengan protein yang ada pada makhluk hidup sekarang. Molekul-molekul ini tak lebih dari regen-regen kimia tak berguna dan tak teratur. Bahkan dijelaskan bahwa jika telah terbentuk di masa-masa awal, molekul-molekul seperti itu pasti akan dihancurkan. 263
Malah, proteinoid yang dihasilkan Fox berbeda sama sekali dengan protein yang sebenarnya, baik struktur maupun fungsi. Perbedaan antara protein dan proteinoid ini sebesar perbedaan antara sepotong perangkat canggih dan seonggok besi yang belum diolah.
Lebih jauh lagi, rantai-rantai asam amino yang acak ini bahkan tidak memiliki kesempatan bertahan dalam keadaan atmosfer purba. Pengaruh fisik dan kimia yang berbahaya dan merusak yang disebabkan oleh paparan berkelanjutan sinar ultra-ungu dan keadaan alam lainnya yang tidak mantap akan membuat proteinoid ini terurai. Karena azas Le Châtelier, asam amino juga mustahil berikatan di dalam air, tempat sinar ultra-ungu tak bisa menjangkau. Karena hal ini, gagasan bahwa proteinoid itu dasar kehidupan akhirnya kehilangan dukungan dari kalangan ilmuwan.

Asal Usul Molekul DNA
Telaah kita sejauh ini telah menunjukkan bahwa teori evolusi berada dalam kebingungan yang parah di tingkat molekul. Kaum evolusionis belum sama sekali menerangkan pembentukan asam amino. Di sisi lain, pembentukan protein adalah teka-teki tersendiri.
Namun, masalahnya bahkan tak terbatas pada asam amino dan protein saja: ini hanya permulaan. Selain keduanya, struktur sel yang luar biasa rumit membawa evolusionis ke kebuntuan lain lagi. Alasannya adalah sel bukan hanya kumpulan protein yang tersusun dari asam amino, melainkan juga sebuah sistem paling rumit yang pernah dihadapi manusia.
Sementara teori evolusi mempunyai kesulitan sedemikian untuk menyediakan penjelasan yang masuk akal bagi keberadaan molekul yang merupakan dasar struktur sel, perkembangan-perkembangan dalam ilmu genetika dan penemuan asam-asam nukleat (DNA dan RNA) menghasilkan masalah-masalah yang benar-benar baru bagi teori. Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick membuka sejarah baru dalam biologi dengan karya mereka tentang struktur DNA.
Molekul yang disebut DNA, yang ditemukan pada inti setiap sel yang berjumlah 100 triliun dalam tubuh kita, mengandung cetakbiru lengkap bagi pembentukan tubuh manusia. Informasi tentang semua sifat setiap orang, dari penampakan fisik hingga struktur organ-organ dalam terekam di DNA di dalam urutan empat basa khusus yang menyusun molekul raksasa ini. Basa-basa ini dikenal sebagai A, T, G, dan C, menurut huruf pertama nama masing-masing. Semua perbedaan struktural di antara manusia bergantung pada keragaman urutan huruf-huruf ini. Di samping ciri-ciri seperti tinggi, mata, rambut, dan warna kulit, DNA pada sebuah sel juga mengandung rancangan 206 tulang, 600 otot, dan 100 miliar sel syaraf (neuron), 1,000 triliun sambungan antara neuron dan otak, 97 ribu kilometer pembuluh darah, dan 100 triliun sel pada tubuh manusia. Jika kita menulis semua informasi yang dikodekan dalam DNA, kita harus menghimpun sebuah perpustakaan besar yang berisi 900 buku masing-masing 500 halaman tebalnya. Namun, informasi yang ditampung perpustakaan yang luar biasa ini terkodekan di dalam molekul DNA pada inti sel, yang jauh lebih kecil daripada sel yang panjangnya 1/100 milimeter itu sendiri.

DNA tidak bisa Dijelaskan dengan Selain Rancangan
Kini, sebuah rincian penting patut diperhatikan. Satu kesalahan dalam urutan nukleotida yang menyusun suatu gen akan menyebabkan gen sama sekali tak berguna. Dengan menimbang bahwa ada 200 ribu gen dalam tubuh manusia, kian jelaslah bahwa mustahil bagi jutaan nukleotida yang menyusun semua gen ini terbentuk dengan urutan yang benar secara kebetulan. Ahli biologi evolusi, Frank Salisbury, mengulas kemustahilan ini:
Sebuah protein menengah mungkin mencakup kira-kira 300 asam amino. Gen DNA yang mengendalikannya bisa memiliki kira-kira 1,000 nukleotida dalam rantainya. Karena ada empat macam nukleotida dalam satu rantai DNA, rantai yang mengandung 1,000 mata rantai bisa terwujud dengan 41,000 cara. Dengan menggunakan sedikit aljabar (logaritma), kita mendapatkan bahwa 41,000 = 10600. Sepuluh dikalikan dengan dirinya sendiri sebanyak 600 kali atau digambarkan dengan angka 1 yang diikuti 600 angka nol! Ini angka yang sepenuhnya di luar pemahaman kita. 264
Angka 41,000 setara dengan 10600. Ini berarti angka 1 yang diikuti 600 angka nol. Sebagaimana 1 diikuti 12 angka nol menunjukkan satu triliun, 600 angka nol merupakan angka yang tak terbayangkan.
Kemustahilan pembentukan RNA dan DNA oleh penimbunan nukleotida secara kebetulan diutarakan oleh ilmuwan Perancis, Paul Auger, sebagai berikut:
Kita harus membedakan dengan jelas dua tahap dalam pembentukan tak sengaja molekul-molekul rumit seperti nukleotida oleh peristiwa-peristiwa kimia. Pembentukan nukleotida satu per satu—yang tidak mustahil—dan penggabungannya menurut urutan yang sangat khusus. Yang kedua mutlak mustahil. 265
Informasi luar biasa yang disimpan di dalam DNA ini membuktikan bahwa kehidupan tak muncul secara kebetulan, namun sengaja dirancang. Tiada proses alamiah yang dapat menjadi asal usul DNA.

Selama beberapa tahun, Francis Crick memercayai teori evolusi molekuler, namun pada akhirnya ia sendiri harus mengakui bahwa molekul serumit itu tak mungkin muncul tiba-tiba secara kebetulan sebagai hasil proses evolusi:
Seorang yang jujur, yang dibekali dengan semua ilmu pengetahuan yang kini tersedia, hanya dapat mengatakan bahwa, dengan pemahaman tertentu, asal usul kehidupan saat ini hampir suatu keajaiban. 266
Evolusionis Turki, Profesor Ali Demirsoy terpaksa membuat pengakuan berikut tentang hal ini:
Nyatanya, kemungkinan pembentukan satu protein dan satu asam nukleat (DNA-RNA) adalah sebuah kemungkinan yang di luar perkiraan. Lebih jauh lagi, kemungkinan munculnya rantai protein tertentu demikian kecil sehingga dikatakan astronomis. 267
Sebuah paradoks yang sangat menarik muncul di sini. Ketika DNA hanya bisa menggandakan diri dengan bantuan protein khusus (enzim), sintesis protein ini hanya bisa terwujud dengan informasi yang terkodekan dalam DNA. Karena saling bergantung, keduanya harus ada pada saat bersamaan untuk penggandaan. Seorang penulis ilmiah, John Horgan, menjelaskan dilema ini sebagai berikut:
DNA tak bisa melakukan tugasnya, termasuk membentuk lebih banyak DNA, tanpa bantuan protein katalis, atau enzim. Singkatnya, protein tak bisa terbentuk tanpa DNA, dan DNA juga tak bisa terbentuk tanpa protein. 268
Keadaan ini meruntuhkan sekali lagi skenario bahwa kehidupan muncul secara kebetulan. Homer Jacobson, seorang guru besar kehormatan ilmu kimia, mengulas:
Petunjuk-petunjuk bagi penggandaan rencana, bagi energi dan pemilahan unsur-unsur dari lingkungan saat ini, bagi urutan pertumbuhan, dan bagi mekanisme efektor yang menerjemahkan perintah menjadi pertumbuhan—semuanya harus ada bersamaan pada saat itu [ketika kehidupan dimulai]. Gabungan peristiwa ini tampaknya suatu kebetulan yang luar biasa mustahil… 269
Kutipan di atas ditulis dua tahun setelah penemuan struktur DNA oleh Watson dan Crick. Tetapi, sekalipun dengan semua perkembangan ilmu pengetahuan, masalah bagi evolusionis ini masih belum terpecahkan. Inilah mengapa ahli biokimia Jerman Douglas R. Hofstadter mengatakan:
"Bagaimanakah Kode Genetis, bersama dengan mekanisme penerjemahannya (molekul ribosom dan RNA), berasal?" Untuk saat ini, kita harus memuaskan diri dengan rasa takjub dan tercengang, ketimbang sebuah jawaban. 270
Sahabat dekat Stanley Miller dan Francis Crick dari University of San Diego, California, evolusionis tersohor Dr. Leslie Orgel mengatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tahun 1994:
Sangat mustahil bahwa protein dan asam nukleat, yang keduanya secara struktur rumit, muncul tiba-tiba di tempat dan waktu yang sama. Namun, juga mustahil salah satunya ada tanpa yang lain. Maka, pada pandangan pertama, orang mungkin harus menyimpulkan bahwa kehidupan tidak pernah, senyatanya, bermula dengan cara-cara kimia. 271
Di samping semua ini, secara kimiawi tak mungkin bagi asam nukleat seperti DNA dan RNA, yang memiliki rangkaian informasi yang pasti, muncul secara kebetulan, atau bahkan salah satu nukleotida yang menyusunnya mewujud kebetulan, bertahan hidup, dan menjaga kemurniannya di lingkungan bumi purba. Bahkan majalah terkenal Scientific American, yang mengikuti garis evolusionis, terpaksa mengakui keraguan para evolusionis tentang hal ini:
Bahkan molekul-molekul yang lebih sederhana dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit pada percobaan-percobaan wajar yang meniru keadaan bumi purba yang mungkin. Lebih buruk lagi, molekul-molekul ini umumnya unsur-unsur kecil aspal: masih bermasalah bagaimana molekul-molekul bisa dipilah dan dimurnikan lewat proses-proses geokimia yang pengaruh umumnya membuat campuran organik makin campur aduk. Dengan molekul yang agak lebih rumit ini, kesulitan-kesulitan meningkat cepat. Khususnya, suatu asal usul nukleotida (satuan pembentuk DNA dan RNA) yang murni geokimiawi menghadirkan kesulitan besar. 272
Tentunya, pernyataan "sangat mustahil bagi kehidupan muncul dengan cara-cara kimiawi" sekadar berarti bahwa kehidupan adalah hasil suatu rancangan cerdas. "Evolusi kimia" yang telah dibicarakan oleh evolusionis sejak permulaan abad lalu ini tak pernah terjadi, dan tak lebih dari sebuah dongeng.
Tetapi, sebagian besar evolusionis meyakini dongeng ini dan dongeng-dongeng tak ilmiah sejenisnya seakan benar, sebab menerima gagasan rancangan cerdas berarti menerima penciptaan—dan mereka telah menyiapkan diri untuk tidak menerima kebenaran ini. Seorang ahli biologi terkenal dari Australia, Michael Denton, membahas masalah ini di dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis:
Bagi yang tidak percaya, gagasan bahwa program genetik organisme tingkat tinggi, yang mencakup kira-kira 100 juta keping informasi, setara dengan urutan huruf dalam sebuah perpustakaan kecil dengan 1,000 buku, yang menyimpan berbentuk kode tak terhitung ribuan algoritma yang mengendalikan, menentukan, serta menata pertumbuhan dan perkembangan bermiliar-miliar sel menjadi sebentuk organisme rumit, disusun oleh suatu proses yang murni acak, benar-benar pelecehan terhadap akal sehat. Namun, bagi para Darwinis, gagasan ini diterima tanpa sekelumit jua keraguan—kerangka berpikir lebih diutamakan! 273

Ketaksahihan Dunia RNA
Penemuan di tahun 1970-an bahwa gas-gas yang awalnya ada pada atmosfer purba bumi membuat sintesis asam amino mustahil merupakan pukulan telak bagi teori evolusi molekuler. Evolusionis kemudian harus menghadapi fakta bahwa "percobaan atmosfer purba" oleh Stanley Miller, Sydney Fox, Cyril Ponnamperuma, dan lain-lainnya tidak sahih. Karena alasan ini, pada tahun 1980-an, para evolusionis mencoba lagi. Sebagai hasilnya, hipotesis "Dunia RNA" diajukan. Skenario ini mengusulkan bahwa bukan protein, tetapi molekul RNA yang mengandung informasi bagi protein, yang lebih dulu terbentuk.
Menurut skenario ini, yang diajukan pada tahun 1986 oleh Walter Gilbert, seorang ahli kimia Harvard, dan diilhami penemuan "ribozim" oleh Thomas Cech, miliaran tahun yang lalu, suatu molekul RNA yang mampu menggandakan diri terbentuk dengan suatu cara secara kebetulan. Lalu, molekul RNA ini mulai menghasilkan protein, setelah dirangsang oleh pengaruh luar. Setelah itu, menyimpan informasi ini ke sebuah molekul kedua menjadi penting, dan dengan suatu cara molekul DNA muncul untuk melakukannya.
Tersusun dari rantai kemustahilan di setiap tahap, skenario yang sulit dipercaya ini, yang jauh dari memberikan penjelasan apa pun tentang asal usul kehidupan, hanya memperbesar masalah dan menimbulkan banyak pertanyaan yang tak terjawab:
1. Karena mustahil menerima pembentukan tak sengaja bahkan satu nukleotida saja yang menyusun RNA, bagaimanakah mungkin nukleotida khayalan membentuk RNA dengan bergabung bersama dalam urutan tertentu? Evolusionis John Horgan, mengakui kemustahilan pembentukan RNA ini:
Sambil para peneliti terus mempelajari lebih dalam konsep Dunia RNA, lebih banyak masalah muncul. Bagaimanakah RNA kali pertama muncul? RNA dan unsur-unsurnya sulit disintesis pada sebuah laboratorium dengan keadaan terbaik, apalagi pada keadaan wajar. 274
2. Bahkan jika kita menganggap bahwa RNA terbentuk secara kebetulan, bagaimanakah RNA ini, yang hanya terdiri dari satu rantai nukleotida, "memutuskan" untuk menggandakan diri, dan dengan mekanisme seperti apakah RNA ini melakukan proses penggandaan dirinya? Di manakah RNA dapat menemukan nukleotida yang dipakai melakukan penggandaan diri? Bahkan dua ahli mikrobiologi evolusionis Gerald Joyce dan Leslie Orgel, menguraikan keputus-asaan ini di dalam buku mereka In the RNA World (Di Dunia RNA):
Pembahasan ini… sedikit-banyak, telah dipusatkan kepada suatu kepura-puraan: dongeng molekul RNA yang dapat menggandakan diri yang bangkit sejak awal dari adonan polinukleotida acak. Tak hanya gagasan seperti itu tidak wajar menurut pemahaman kita tentang kimia sebelum kehidupan, tetapi juga mengekang kecenderungan percaya bahkan dari mereka yang optimis terhadap daya katalitis RNA. 275
3. Bahkan jika kita menganggap bahwa memang ada RNA yang dapat menggandakan diri di masa bumi purba, bahwa tersedia sejumlah besar asam amino dari aneka jenis yang siap digunakan RNA, dan bahwa dengan suatu cara semua kemustahilan ini terjadi, semua itu masih belum mampu membawa ke pembentukan satu protein saja karena RNA hanya mengandung informasi tentang struktur protein. Di sisi lain, asam amino adalah bahan mentah. Meskipun begitu, tidak ada mekanisme untuk pembentukan protein. Menganggap keberadaan RNA cukup bagi pembentukan protein sama tak masuk akalnya dengan mengharapkan sebuah mobil merakit dirinya sendiri sekadar dengan melemparkan cetakbiru ke atas setumpukan suku cadang. Suatu cetakbiru tak bisa menghasilkan sebuah mobil dengan sendirinya tanpa pabrik dan pekerja yang merakitnya sesuai dengan perintah di dalam cetakbiru itu; dengan cara yang sama, cetakbiru yang terkandung dalam RNA tak bisa menghasilkan protein dengan sendirinya tanpa kerjasama unsur-unsur sel yang mematuhi perintah di dalam RNA itu.
Protein dihasilkan di pabrik ribosom dengan bantuan berbagai macam enzim, dan sebagai hasil proses di dalam sel yang luar biasa rumit. Ribosom adalah sebuah organel sel yang rumit dan tersusun dari protein. Maka, ini membawa ke perkiraan lain yang tak masuk akal—bahwa ribosom juga seharusnya mewujud secara kebetulan pada saat bersamaan. Bahkan peraih hadiah Nobel Jacques Monod, salah seorang pembela paling fanatik evolusi—dan ateisme—menjelaskan bahwa sintesis protein sama sekali tak bisa dianggap hanya bergantung kepada informasi di dalam asam nukleat:
Kode-kode itu tak bermakna kecuali diterjemahkan. Perangkat penerjemahan dari sel mutakhir terdiri atas setidaknya 50 unsur molekul makro, yang turut terkodekan di dalam DNA: kode-kode itu tidak dapat diterjemahkan kecuali oleh hasil-hasil penerjemahan itu sendiri. Inilah ungkapan mutakhir dari omne vivum ex ovo (kehidupan berasal dari telur). Kapankah dan bagaimanakah daur ini menjadi tertutup? Ini sangat sulit dibayangkan. 276
Bagaimanakah satu rantai RNA di dunia purba mengambil keputusan yang demikian, dan cara apakah yang dipakainya untuk mewujudkan produksi protein dengan melakukan sendiri pekerjaan 50 partikel khusus? Evolusionis tak mempunyai jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini. Salah satu tulisan di dalam majalah ilmiah terkenal Nature memperjelas bahwa konsep "RNA yang dapat menggandakan diri" sepenuhnya hasil berkhayal, dan bahwa sebenarnya RNA semacam itu belum pernah dihasilkan dalam percobaan mana pun:
Penggandaan DNA sangat rentan keliru sehingga membutuhkan keberadaan enzim-enzim protein untuk meningkatkan kecermatan penyalinan sepotong DNA seukuran gen. "Dilema," kata Maynard Smith dan Szathmary. Maka, bergulirlah RNA beserta sifat-sifatnya yang baru dikenali, yakni, menjalankan baik kegiatan informasional maupun enzimatis, yang mendorong kedua penulis untuk berkata: "Intinya, molekul-molekul RNA pertama tidak memerlukan suatu polimerase protein untuk menggandakan diri; mereka melakukannya sendiri." Apakah ini sebuah fakta atau harapan? Saya pikir ada sangkut-pautnya untuk menunjukkan kepada "para ahli biologi secara umum" bahwa tak satu pun RNA yang dapat menggandakan diri muncul dari satu kuadrilliun (1024) rantai RNA yang acak dan disintesis secara buatan. 277
Dr. Leslie Orgel, seorang sejawat Stanley Miller dan Francis Crick dari University of California di San Diego, menggunakan istlah "skenario" bagi kemungkinan "awal kehidupan lewat dunia RNA." Orgel menggambarkan ciri-ciri apa saja yang harus dimiliki RNA ini dan betapa mustahilnya hal itu dalam karangannya "The Origin of Life" (Asal Usul Kehidupan) yang diterbitkan Scientifc American Oktober 1994:
Kami mencatat bahwa skenario ini mungkin terjadi jika RNA sebelum kehidupan memiliki dua unsur yang tidak tampak saat ini: kemampuan menggandakan diri tanpa bantuan protein dan kemampuan mempercepat setiap tahap sintesis protein. 278
Sebagaimana kini telah jelas, mengharapkan kedua proses yang rumit dan luar biasa penting ini dari sebuah molekul seperti RNA bertentangan dengan pemikiran ilmiah. Di sisi lain, fakta-fakta ilmiah nyata menegaskan bahwa hipotesis dunia RNA, yang merupakan sebuah model baru yang diajukan bagi pembentukan kehidupan secara kebetulan, sama tak masuk akalnya dengan fabel (dongeng tentang hewan).
John Horgan, di dalam bukunya The End of Science, menuturkan bahwa Stanley Miller memandang teori-teori yang kemudian diajukan tentang asal usul kehidupan sebagai amat tidak bermakna. (Anda akan ingat bahwa Miller adalah perintis percobaan Miller yang terkenal itu, yang belakangan terungkap tak sahih):
Ternyata, hampir 40 tahun setelah percobaan aslinya, Miller berkata kepada saya bahwa memecahkan teka-teki asal usul kehidupan telah menjadi lebih sulit daripada yang pernah dibayangkannya dan orang-orang… Miller tampak tidak terkesan dengan satu pun pandangan tentang asal usul kehidupan, dan merujuk ke pandangan-pandangan itu sebagai "omong kosong" atau "kimia kertas." Ia demikian jijik kepada sebagian hipotesa sampai-sampai, ketika kuminta pendapatnya, hanya menggeleng-gelengkan kepala, menarik napas panjang, dan menyeringai—seakan terpana pada kebodohan manusia. Teori otokatalis Stuart Kauffman termasuk ke dalam golongan ini. "Menjalankan persamaan di sebuah komputer tidak membangun sebuah percobaan," Miller mendengus. Ia mengakui bahwa para ilmuwan mungkin tidak akan pernah mengetahui persis kapan dan di mana kehidupan muncul. 279
Pernyataan ini, yang dikemukakan seorang perintis perjuangan untuk menemukan sebuah penjelasan evolusi bagi asal usul kehidupan, mencerminkan dengan gamblang keputus-asaan di kalangan ilmuwan evolusionis terhadap jalan buntu tempat mereka menemukan diri berada.

Bisakah Rancangan Dijelaskan dengan Kebetulan?
Sejauh ini, kita telah menelaah betapa mustahil pembentukan kehidupan secara kebetulan. Marilah kita abaikan sekali lagi kemustahilan ini sejenak. Anggaplah bahwa jutaan tahun yang lalu, sebuah sel terbentuk dan memperoleh semua yang dibutuhkan bagi kehidupan, dan karena itu "menjadi hidup." Evolusi sekali lagi runtuh di sini. Sebab, sekalipun bertahan selama beberapa saat, sel ini akhirnya akan mati dan setelah kematiannya, tidak ada yang tersisa, dan semuanya akan kembali ke titik awal. Ini karena sel hidup pertama tersebut, yang tidak memiliki informasi genetis, tak mampu menggandakan diri dan memulai sebuah generasi baru. Kehidupan akan berakhir bersama dengan kematian sel ini.
Gambar ini menunjukkan sketsa reaksi kimia yang terjadi di dalam satu sel. Kegiatan-kegiatan tumpang-tindih di dalam sel ini, yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop elektron, berlangsung tanpa cacat dan tanpa henti.
Sistem genetis tak hanya terdiri dari DNA. Unsur-unsur berikut juga harus ada di lingkungan yang sama: enzim yang membaca kode di dalam DNA, RNA kurir yang dihasilkan setelah pembacaan kode itu, ribosom tempat melekatnya RNA kurir sesuai dengan kodenya, RNA pemindah yang memindahkan asam amino ke ribosom untuk dipakai dalam produksi, dan enzim yang amat rumit untuk melakukan sejumlah besar proses perantara. Lingkungan seperti itu tak mungkin ada di suatu tempat yang terpisah dari lingkungan yang terkucil dan terkendali sepenuhnya sebagaimana halnya sel, tempat semua bahan mentah penting dan sumber energi tersedia.
Akibatnya, bahan organik dapat menggandakan diri hanya jika berada di dalam sel yang berkembang sempurna, bersama dengan segenap organelnya. Ini berarti sel pertama di bumi terbentuk "seketika," bersama dengan struktur rumitnya yang luar biasa.
Maka, jika sebuah struktur rumit mewujud secara tiba-tiba, apakah artinya?
Mari kita ajukan pertanyaan ini dengan sebuah contoh. Anggaplah sebuah sel sama dengan sebuah mobil berteknologi canggih yang setara kerumitannya. (Dalam kenyataan, sel itu sistem yang jauh lebih rumit dan maju daripada mobil.) Kini, mari kita ajukan pertanyaan berikut: apakah yang Anda pikirkan jika sedang berjalan di hutan belantara dan menemukan sebuah mobil baru di antara pepohonan? Dapatkah Anda bayangkan bahwa berbagai macam unsur yang ada di hutan telah selama jutaan tahun bergabung dan menghasilkan kendaraan semacam itu? Semua bagian pada mobil itu terbuat dari produk-produk besi, tembaga, dan karet—bahan-bahan mentah yang semuanya dapat ditemukan di perut bumi—namun, apakah fakta ini membuat Anda berpikir bahwa bahan-bahan itu telah disintesis "secara kebetulan" dan lalu bergabung serta merakit sebuah mobil?
Tak pelak lagi bahwa setiap orang yang berakal sehat akan menyadari bahwa mobil itu hasil suatu rancangan cerdas—dengan kata lain, sebuah pabrik—dan bertanya-tanya apakah yang dilakukannya di tengah-tengah hutan. Kemunculan tiba-tiba suatu struktur rumit dalam bentuk yang sempurna, tanpa pertanda apa pun, menunjukkan bahwa struktur ijtu karya suatu rancangan cerdas.
Memercayai bahwa kebetulan semata bisa menghasilkan rancangan sempurna adalah di luar batas akal sehat. Namun, setiap "penjelasan" yang diajukan oleh teori evolusi menyangkut asal usul kehidupan adalah seperti itu. Salah seorang tokoh yang blak-blakan tentang hal ini ialah ahli zoologi Perancis yang terkenal Pierre-Paul Grassé, mantan presiden French Academy of Sciences. Grassé seorang evolusionis, namun mengakui bahwa teori Darwinis tak mampu menjelaskan kehidupan dan membuat satu ulasan tentang penalaran "ketaksengajaan," yang merupakan tulang punggung Darwinisme:
Kemunculan tak sengaja mutasi-mutasi yang membuat hewan atau tumbuhan memenuhi kebutuhannya agaknya sulit dipercaya. Namun teori Darwinian meminta lebih banyak lagi: sebatang tumbuhan, seekor hewan akan memerlukan beribu-ribu peristiwa mujur dan tepat. Oleh karena itu, keajaiban menjadi keharusan: peristiwa-peristiwa dengan peluang sangat kecil tak boleh gagal terjadi… Tiada hukum yang melarang bermimpi indah, namun ilmu pengetahuan tak boleh terlena olehnya. 280
Semua makhluk hidup di dunia ini, semua yang merupakan contoh nyata perencanaan cerdas yang baru saja kita bahas, pada saat bersamaan adalah petunjuk hidup bahwa ketaksengajaan tidak bisa berperan dalam keberadaan mereka. Tiap-tiap unsur makhluk hidup—tidak usah keseluruhannya—mengandung struktur-struktur dan sistem-sistem yang begitu rumit sehingga semua itu tidak mungkin hasil karya kebetulan. Kita tidak melangkah lebih jauh dari tubuh kita sendiri untuk menemukan contohnya.
Salah satu contoh adalah mata kita. Mata manusia melihat karena kerjasama sekitar 40 bagian terpisah. Jika satu bagian saja tidak ada, mata akan tidak berguna. Masing-masing dari 40 bagian ini memiliki rancangan rumit sendiri. Retina di belakang mata, misalnya, tersusun dari 11 lapisan. Setiap lapisan berfungsi sendiri-sendiri. Proses kimia yang terjadi di dalam retina begitu rumit sehingga hanya bisa dijelaskan dengan halaman-halaman yang penuh rumus dan gambar.
Teori evolusi tak mampu menjelaskan kemunculan secara "kebetulan" bahkan struktur yang tanpa cela dan rumit seperti sebiji mata, apalagi kehidupan itu sendiri, atau manusia.
Jadi, apakah yang dibuktikan kepada kita oleh rancangan yang luar biasa ini tentang asal usul kehidupan? Seperti yang kami jelaskan di bagian pendahuluan buku ini, hanya dua macam cerita yang bisa diberikan tentang asal usul kehidupan. Yang pertama adalah evolusi, yang lain penciptaan cerdas. Karena pernyataan evolusi itu mustahil, maka penemuan-penemuan ilmiah membuktikan kebenaran penciptaan. Kebenaran ini mungkin mengejutkan sebagian ilmuwan, yang sejak abad ke-19 sampai kini memandang konsep "penciptaan" itu tidak ilmiah, namun, ilmu pengetahuan hanya bisa maju dengan mengatasi kejutan-kejutan seperti ini dan menerima kebenaran. Chandra Wickramasinghe menguraikan kenyataan yang dihadapinya sebagai seorang ilmuwan yang telah dicekoki seumur hidupnya bahwa kehidupan muncul sebagai akibat peristiwa-peristiwa kebetulan:
Sejak pelatihan pertama sebagai ilmuwan, saya telah dicuci otak dengan sangat kuat untuk meyakini bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa sejalan dengan macam apa pun penciptaan yang sengaja. Gagasan itu harus dengan menyakitkan dilepaskan. Saat ini, saya tak bisa menemukan satu pun pendapat yang masuk akal untuk memukul rubuh pandangan yang menyokong keberpalingan kepada Tuhan. Kami terbiasa berpikiran terbuka; kini kami menyadari bahwa satu-satunya jawaban yang nalar bagi kehidupan adalah penciptaan—dan bukan kocokan acak yang tak sengaja. 281




DONGENG HOMOLOGI

Siapa pun yang mempelajari pelbagai makhluk hidup di bumi ini mungkin mengamati bahwa ada sejumlah organ dan ciri yang serupa di antara spesies-spesies. Orang pertama yang menarik kesimpulan materialistik dari fakta ini, yang telah menarik perhatian para ilmuwan sejak abad ke-18, adalah Charles Darwin.
Darwin berpikir bahwa makhluk-makhluk hidup dengan organ serupa (homolog) saling berkaitan evolusi, dan bahwa organ-organ ini pasti telah diturunkan dari moyang bersama. Menurut dugaannya, merpati dan elang keduanya bersayap; karena itu, merpati, elang, dan tentunya burung-burung bersayap lainnya diduga telah berevolusi dari moyang bersama.
Homologi adalah sebuah pernyataan tautologis, dibangun bukan berdasarkan petunjuk apa pun selain kemiripan fisik yang terlihat. Pendapat ini tak pernah sekali saja diperkuat oleh penemuan nyata kapan pun sejak masa Darwin. Tak seorang pun di dunia ini tampil dengan sisa fosil dari moyang khayal makhluk-makhluk hidup berstruktur homolog. Lebih jauh lagi, butir-butir berikut memperjelas bahwa homologi tidak menyediakan petunjuk bahwa evolusi pernah terjadi.
1. Orang menemukan organ homolog pada makhluk-makhluk hidup dari filum-filum yang sama sekali berbeda, yang kaitan evolusinya tidak dapat dibangun oleh para evolusionis;
2. Kode-kode genetis beberapa makhluk hidup berorgan homolog sama sekali berbeda.
3. Perkembangan embriologis organ homolog sama sekali berbeda pada makhluk-makhluk yang berbeda.
Sekarang, mari kita telaah satu per satu setiap butir bantahan ini.

Ketaksahihan Homologi Morfologis
Tesis homologi evolusionis didasarkan pada penalaran untuk membangun suatu kaitan evolusi di antara makhluk-makhluk hidup yang bermorfologi (berbentuk) mirip, padahal sejumlah organ homolog dimiliki bersama-sama oleh kelompok-kelompok yang sama sekali tak berhubungan. Sayap adalah satu contohnya. Selain burung, kita menemukan sayap pada kelelawar, yang adalah mamalia, dan serangga dan bahkan pada beberapa dinosaurus, yang merupakan reptil yang telah punah. Bahkan para evolusionis pun tidak mengajukan suatu kaitan evolusi atau kekerabatan di antara keempat kelompok hewan ini.
Contoh menyolok lainnya adalah kemiripan mencengangkan dan kesamaan struktur yang teramati pada mata dari makhluk-makhluk yang berbeda. Misalnya, gurita dan manusia adalah dua spesies yang sama sekali berbeda, tiada kaitan evolusi apa pun mungkin bahkan sekadar diusulkan, namun mata kedua spesies ini sangat mirip dalam struktur dan fungsi. Bahkan para evolusionis pun tak mencoba menjelaskan kemiripan mata gurita dan manusia dengan mengajukan suatu moyang bersama.
Sebagai tanggapan, evolusionis mengatakan bahwa organ-organ ini bukan "homolog" (dengan kata lain, dari moyang bersama), tetapi "analog" (sangat mirip satu sama lain, sekalipun tak berkaitan evolusi). Misalnya, menurut pandangan mereka, mata manusia dan mata gurita adalah organ-organ analog. Akan tetapi, pertanyaan ke golongan manakah suatu organ akan mereka masukkan, homolog atau analog, dijawab sepenuhnya sesuai dengan prasangka teori evolusi. Dan ini menunjukkan bahwa pernyataan evolusionis yang didasarkan pada kemiripan sama sekali tak ilmiah. Satu-satunya yang dilakukan evolusionis adalah mencoba menafsirkan penemuan-penemuan baru dengan prasangka dogmatis evolusi.

Menurut "pohon kehidupan" yang diajukan oleh evolusionis, gurita termasuk makhluk yang terjauh dari manusia. Tetapi, mata gurita sebenarnya mempunyai struktur yang sama dengan mata kita. Inilah sebuah pertanda bahwa kesamaan struktur bukan petunjuk bagi evolusi.
Akan tetapi, tafsiran yang mereka ajukan sama sekali tidak benar. Sebab, organ-organ yang mereka anggap "analog" kadang-kadang memiliki kemiripan yang demikian dekat, padahal merupakan struktur yang sangat rumit, sehingga menyarankan bahwa kemiripan ini lahir berkat mutasi yang kebetulan sepenuhnya tidak taat azas. Jika sebiji mata gurita muncul semata-mata tak sengaja, sebagaimana dinyatakan evolusionis, lalu bagaimanakah mata vertebrata (hewan bertulang belakang) bisa muncul dengan ketaksengajaan yang sama? Evolusionis terkenal Frank Salisbury yang merasa pening karena memikirkan pertanyaan ini, menulis:
Bahkan sesuatu yang serumit mata telah muncul beberapa kali: misalnya, pada cumi-cumi, vertebrata, dan artropoda. Sudah cukup buruk [mencoba] menjelaskan asal usul hal-hal ini satu kali, dan membayangkan menghasilkannya berkali-kali sesuai dengan teori sintesis modern membuat kepala saya pening. 282
Menurut teori evolusi, sayap muncul saling lepas sebanyak empat kali: pada serangga, reptil terbang, burung, dan mamalia terbang (kelelawar). Fakta bahwa sayap dengan struktur yang sangat mirip berkembang empat kali—yang tak bisa dijelaskan dengan mekanisme seleksi alam/mutasi—adalah kepeningan lain bagi para ahli biologi evolusi.

Sayap pada reptil terbang, burung, dan kelelawar. Sayap-sayap ini, yang mungkin tak berkaitan evolusi, mempunyai kesamaan struktur.
Salah satu contoh paling nyata rintangan di lintasan teori evolusi seperti itu dapat dilihat pada mamalia. Menurut pandangan biologi mutakhir yang diterima, semua mamalia termasuk ke dalam salah satu dari tiga kelompok dasar: plasental, marsupial, dan monotrem. Evolusionis menganggap pembedaan ini terjadi ketika mamalia kali pertama muncul, dan bahwa setiap kelompok menjalani sejarah evolusinya masing-masing yang sepenuhnya saling lepas. Tetapi, yang menarik adalah adanya "pasangan-pasangan" pada plasental dan marsupial yang hampir sama. Serigala, kucing, bajing, trenggiling, tikus tanah, dan tikus kecil plasental semuanya bermitra marsupial dengan morfologi yang amat mirip. 283
Dengan kata lain, menurut teori evolusi, mutasi yang sepenuhnya saling lepas pasti telah menghasilkan makhluk-makhluk ini "secara kebetulan" dua kali! Keniscayaan ini adalah sebuah pertanyaan yang menghadirkan masalah bagi evolusionis yang lebih buruk daripada sakit kepala.
Dimulai dari kangguru, semua mamalia di benua Australia termasuk ke subkelas "hewan berkantung" atau marsupialia. Menurut evolusionis, semua makhluk ini tak berkaitan evolusi dengan mamalia plasental di belahan lain bumi.
Salah satu kemiripan menarik antara mamalia plasental dan marsupial adalah antara serigala Amerika Utara dan serigala Tasmania. Yang pertama masuk kelompok plasental, yang kedua marsupial. Ahli biologi evolusi percaya bahwa kedua spesies ini bersejarah evolusi yang sama sekali berlainan. 284 (Sejak benua Australia dan pulau-pulau di sekelilingnya terpisahkan dari Gondwanaland, alias benua raksasa yang diyakini sebagai cikal-bakal Afrika, Antartika, Australia dan Amerika Selatan, hubungan antara mamalia plasental dan marsupial dianggap terputus, dan saat itu serigala belum ada). Tetapi, yang menarik adalah struktur kerangka serigala Tasmania hampir sama dengan serigala Amerika Utara. Terutama tengkorak keduanya, sebagaimana ditunjukkan pada halaman sebelah, memiliki derajat kemiripan yang luar biasa.
Kemiripan-kemiripan luar biasa dan organ-organ serupa seperti ini, yang tak bisa diterima oleh para ahli biologi evolusi sebagai contoh-contoh "homologi," menunjukkan bahwa homologi tidak membentuk petunjuk apa pun bagi tesis evolusi dari moyang bersama. Yang malah lebih menarik adalah keadaan yang persis bertolak belakang ini juga teramati pada makhluk-makhluk hidup lain. Dengan kata lain, ada makhluk-makhluk hidup yang sebagian organnya berstruktur sama sekali berbeda, walaupun dianggap sebagai kerabat dekat oleh para evolusionis. Misalnya, kebanyakan krustasea berstruktur mata "lensa bias." Hanya pada dua spesies—udang karang (lobster) dan udang— terlihat jenis mata "pantul" yang sepenuhnya berbeda. (Lihat Bab 6 Kerumitan tak Teruraikan.)
MAMALIA KEMBAR YANG MENENTANG HOMOLOGI

Kehadiran spesies "kembar" antara mamalia-mamalia marsupial dan plasental melontarkan pukulan telak terhadap pernyataan homologi. Misalnya, serigala Tasmania yang marsupial (atas) dan serigala plasental yang ditemukan di Amerika Utara saling menyerupai dengan derajat yang luar biasa. Di samping, tampak tengkorak kedua hewan yang sangat mirip ini. Kemiripan sedemikian dekat di antara keduanya, yang tak bisa dikatakan memiliki "kaitan evolusi", membantah habis pernyataan homologi.

Tengkorak serigala Amerika Utara.

Tengkorak serigala Tasmania.

DUA MAMALIA PUNAH TAK BERKERABAT DENGAN GIGI RAKSASA

Contoh lain kemiripan luar biasa di antara "kembaran" mamalia plasental dan marsupial adalah antara mamalia punah Smilodon (kanan) dan Thylacosmilus (kiri), keduanya pemangsa bergigi depan sangat besar. Derajat kemiripan yang tinggi pada struktur tengkorak dan gigi di antara kedua mamalia yang tidak mungkin dibangun kaitan evolusinya, menjungkalkan pandangan homologis bahwa kemiripan struktur adalah petunjuk yang mendukung evolusi.

Kebuntuan Genetis dan Embriologis dari Homologi
Penemuan yang benar-benar menjungkalkan homologi adalah organ-organ yang dianggap "homolog" hampir semuanya dikendalikan oleh kode genetis yang sangat berbeda. Seperti yang kita ketahui, teori evolusi menyarankan bahwa makhluk hidup berkembang lewat perubahan-perubahan kecil yang tak sengaja di dalam gen-gennya, dengan kata lain, mutasi. Karena alasan ini, struktur genetis makhluk hidup yang terlihat sebagai kerabat dekat evolusi seharusnya saling mirip. Dan, khususnya, organ-organ serupa seharusnya dikendalikan oleh struktur genetis serupa. Akan tetapi, ternyata para peneliti genetika telah membuat berbagai penemuan yang membantah sepenuhnya tesis evolusi ini.
Organ-organ serupa biasanya diatur oleh kode-kode genetis (DNA) yang sangat berbeda. Lebih jauh lagi, kode genetis yang mirip pada DNA makhluk-makhluk yang berbeda seringkali berkaitan dengan organ-organ yang sama sekali berlainan. Bab berjudul "The Failure of Homology" (Kegagalan Homologi) di dalam buku Michael Denton Evolution: A Theory in Crisis memberikan sejumlah contoh, dan merangkum masalah ini sebagai berikut:
Struktur-struktur homolog seringkali ditentukan oleh sistem-sistem genetis yang tak homolog dan konsep homologi jarang bisa direntang mundur ke embriologi. 285
Masalah genetis ini juga telah diangkat oleh seorang ahli biologi evolusi terkenal, Gavin de Beer. Di dalam bukunya Homology: An Unsolved Problem (Homologi: Sebuah Masalah yang tak Terpecahkan), yang diterbitkan pada tahun 1971, de Beer mengajukan analisis yang sangat luas terhadap masalah ini. Ia meringkaskan mengapa homologi itu sebuah masalah bagi teori evolusi sebagai berikut:
Mekanisme seperti apakah yang bisa menghasilkan organ-organ homolog, ‘pola-pola’ yang sama, sekalipun tidak dikendalikan oleh gen-gen yang sama? Saya mengajukan pertanyaan ini di tahun 1938, dan belum terjawab. 286
Meskipun telah 30 tahun berlalu sejak de Beer menuliskannya, kata-kata itu masih belum menerima jawaban.
Bukti ketiga yang melemahkan pernyataan homologi adalah masalah perkembangan embriologis, yang kami sebutkan di muka. Supaya tesis evolusi tentang homologi dipandang dengan sungguh-sungguh, masa perkembangan embriologis struktur-struktur yang serupa—dengan kata lain, tahap-tahap perkembangan dalam telur atau rahim sang induk—harus bersamaan, yang pada kenyataannya, masa embriologis bagi struktur-struktur yang mirip ini amat berbeda pada tiap makhluk hidup. Pere Alberch, seorang ahli biologi perkembangan yang cemerlang, mencatat bahwa "struktur-struktur homolog terbentuk dari keadaan-keadaan awal yang berbeda jauh" adalah "lebih menjadi kaidah daripada perkecualian" 287
Kemunculan struktur-struktur yang mirip sebagai hasil proses-proses yang sama sekali berbeda ini sering terlihat pada tahap-tahap lanjutan dari masa perkembangan. Seperti yang kita ketahui, banyak spesies hewan mengalami tahap yang disebut "perkembangan tak langsung" (dengan kata lain, tahap larva), dalam perjalanan menuju kematangan. Misalnya, sebagian besar katak memulai kehidupannya sebagai berudu yang berenang dan berubah menjadi hewan berkaki empat pada tahap akhir metamorfosis. Namun, bersama dengan ini, ada beberapa spesies katak yang mengabaikan tahap larva dan berkembang langsung. Tetapi, individu dewasa spesies-spesies yang berkembang langsung ini hampir tak bisa dibedakan dengan yang mengalami tahap berudu. Gejala yang sama terlihat pada berangan air dan spesies serupa lainnya. 288
Sebagai kesimpulan, kita bisa mengatakan bahwa penelitian genetis dan embriologis telah membuktikan bahwa konsep homologi yang diartikan Darwin sebagai "petunjuk evolusi makhluk hidup dari moyang bersama" tidak dapat dengan cara apa pun dipandang sebagai petunjuk. Ketakserasian homologi, yang tampak amat meyakinkan di permukaan, sangat jelas tersingkap ketika dipelajari lebih dalam.

Fakta bahwa hampir semua vertebrata darat berstruktur tulang lima jari (pentadaktil) pada tangan dan kakinya telah bertahun-tahun disajikan sebagai "petunjuk kuat bagi Darwinisme" dalam penerbitan-penerbitan evolusionis. Akan tetapi, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa struktur tulang ini diatur oleh gen-gen yang amat berbeda. Karena alasan ini, anggapan "homologi pentadaktilisme" telah runtuh.

Kejatuhan Homologi di Kaki Tetrapoda
Kita telah memeriksa pernyataan morfologis dari homologi—dengan kata lain, ketaksahihan pernyataan evolusionis yang didasarkan pada kesamaan bentuk pada makhluk-makhluk hidup—namun mempelajari satu contoh terkenal masalah ini sedikit lebih dalam akan sangat bermanfaat. Yakni, "kaki depan dan belakang tetrapoda (hewan berkaki empat)," yang disajikan sebagai bukti terang homologi dalam hampir setiap buku evolusi.
Hewan berkaki empat, alias vertebrata darat, berjari lima pada kaki depan dan belakangnya. Meskipun tak selalu terlihat seperti jari tangan atau kaki, semuanya dianggap "pentadaktili" (berjari lima) sesuai dengan struktur tulangnya. Tangan dan kaki seekor katak, kadal, bajing, atau monyet semuanya berstruktur sama. Bahkan struktur tulang burung dan kelelawar sesuai dengan rancangan dasar ini.
Evolusionis menyatakan bahwa semua makhluk hidup berasal dari moyang bersama, dan menyebut kaki pentadaktili sebagai petunjuknya. Namun, mereka mengetahui bahwa pernyataan ini sebenarnya tak memiliki kesahihan ilmiah.
Bahkan saat ini, evolusionis menerima ciri pentadaktilisme pada makhluk-makhluk hidup yang tak mampu mereka bangun kaitan evolusinya. Misalnya, dalam dua makalah ilmiah terpisah yang terbit tahun 1991 dan 1996, ahli biologi evolusi M. Coates mengungkapkan bahwa pentadaktilisme secara terpisah muncul dua kali, masing-masing saling lepas. Menurut Coates, struktur pentadaktili muncul saling lepas pada anthracosaurus dan amfibi. 289
Penemuan ini adalah tanda bahwa pentadaktilisme bukan petunjuk bagi keberadaan "moyang bersama."
Masalah lain yang menimbulkan kesulitan bagi tesis evolusionis dalam hal ini adalah bahwa makhluk-makhluk ini berjari lima pada kaki depan dan belakang. Dalam kepustakaan evolusionis, tidak digagaskan bahwa kaki depan dan belakang berasal dari "kaki bersama," namun dianggap telah berkembang secara terpisah. Karena alasan ini, seharusnya diharapkan bahwa struktur kaki depan dan belakang berbeda, akibat mutasi-mutasi tak sengaja yang berbeda. Michael Denton mengatakan yang berikut akan hal ini:
Kaki depan semua vertebrata terbentuk menurut rancangan pentadaktili yang sama, dan ini dikatakan oleh ahli biologi evolusi sebagai menunjukkan bahwa semua makhluk diturunkan dari sumber moyang bersama. Namun, kaki belakang semua vertebrata juga sesuai dengan pola pentadaktili dan secara menyolok mirip dengan kaki bagian depan dalam hal struktur tulang dan rincian perkembangan embriologis. Namun, tak seorang pun evolusionis mengakui bahwa kaki belakang berevolusi dari kaki depan, atau bahwa kaki depan dan belakang telah berevolusi dari sumber yang sama… Pada akhirnya, sambil pengetahuan biologi berkembang, genealogi umum sebagai sebuah penjelasan bagi kemiripan ini cenderung kian melemah… Seperti demikian banyak "petunjuk" tak langsung lainnya bagi evolusi, petunjuk yang ditarik dari homologi tak meyakinkan karena melibatkan terlalu banyak perkecualian, terlalu banyak contoh yang menentang, amat terlalu banyak gejala yang sekadar tidak cocok dengan gambaran yang biasa. 290
Tetapi, pukulan sesungguhnya terhadap pernyataan evolusionis tentang homologi pentadaktilisme datang dari biologi molekuler. Anggapan "homologi pentadaktilisme," yang telah lama dipertahankan dalam terbitan-terbitan evolusionis, dijungkirbalikkan ketika diketahui bahwa struktur-struktur kaki dikendalikan oleh gen yang sama sekali berlainan pada makhluk-makhluk hidup yang memiliki struktur pentadaktili ini. Ahli biologi evolusi William Fix menggambarkan keruntuhan tesis evolusionis tentang pentadaktilisme ini sebagai berikut:
Buku-buku acuan evolusi yang lama banyak membahas gagasan homologi, menunjuk kepada kemiripan menyolok di antara kerangka kaki hewan-hewan yang berbeda. Maka, pola kaki ‘pentadaktili’ [lima tulang] ini ditemukan pada lengan manusia, sayap burung, dan sirip ikan paus, dan kemiripan ini diyakini menandakan asal usul yang sama. Kini, jika berbagai struktur ini diturunkan oleh pasangan-pasangan gen yang sama, yang berubah dari waktu ke waktu karena mutasi dan terkena seleksi lingkungan, teori akan masuk akal. Sayangnya, tidak demikian yang terjadi. Kini diketahui bahwa organ-organ homolog dihasilkan oleh kelompok-kelompok gen yang sama sekali berbeda pada spesies yang berbeda. Konsep homologi menurut kemiripan gen yang diturunkan dari moyang bersama telah hancur. 291
Pada pemeriksaan lebih dekat, William Fix mengatakan bahwa pernyataan-pernyataan evolusionis tentang "homologi pentadaktilisme" muncul di buku-buku acuan lama, namun pernyataan itu ditinggalkan setelah petunjuk molekuler muncul. Namun, sayangnya, sebagian buku evolusionis masih terus mengajukannya sebagai petunjuk utama bagi evolusi.

Ketaksahihan Homologi Molekuler
Pengajuan homologi sebagai petunjuk bagi evolusi oleh para evolusionis tidak sahih bukan hanya di tingkat morfologis, namun juga molekuler. Evolusionis mengatakan bahwa kode-kode DNA, atau struktur-struktur protein yang terkait, dari spesies-spesies hidup yang berbeda adalah mirip, dan bahwa kemiripan ini merupakan petunjuk bahwa spesies-spesies ini telah berevolusi dari moyang bersama, atau berevolusi dari satu ke yang lain. Misalnya, sering diutarakan dalam kepustakaan evolusionis bahwa "ada kemiripan yang besar antara DNA manusia dengan kera," dan kesamaan ini dijadikan petunjuk bagi pernyataan evolusionis bahwa ada suatu kaitan evolusi antara manusia dan kera.
Kita harus menjernihkan sedari awal bahwa bukan kejutan jika makhluk-makhluk hidup di bumi mesti berstruktur DNA yang sangat mirip. Proses-proses kehidupan dasar makhluk-makhluk hidup adalah sama, dan karena memiliki tubuh yang hidup, manusia tak bisa diharapkan berstruktur DNA yang berbeda dari makhluk lain. Seperti makhluk-makhluk hidup lain, manusia tumbuh dengan makan karbohidrat, lemak, dan protein, oksigen beredar melalui darah di dalam tubuhnya, dan tenaga dihasilkan setiap detik di setiap sel tubuhnya akibat penggunaan oksigen ini.
Karena alasan ini, fakta bahwa makhluk-makhluk hidup memiliki kesamaan genetis bukan bukti pernyataan evolusionis bahwa mereka telah berevolusi dari moyang bersama. Jika ingin membuktikan teori evolusi dari moyang bersama, evolusionis harus menunjukkan bahwa makhluk-makhluk yang disangka sebagai moyang bersama masing-masing memiliki garis keturunan langsung dalam struktur molekulernya; Akan tetapi, nyatanya, seperti yang akan segera kita pelajari, tiada penemuan nyata yang menunjukkan hal seperti itu.
Pertama-tama, mari kita tangani masalah "kemiripan antara DNA manusia dan simpanse." Penelitian terbaru dalam masalah ini telah mengungkapkan bahwa propaganda evolusionis tentang "98%" atau "99%" kesamaan antara manusia dan simpanse sama sekali keliru.
Jika penelitian yang sedikit lebih luas tentang hal ini dilakukan, dapat dilihat bahwa DNA makhluk-makhluk yang jauh lebih mengherankan mirip dengan manusia. Salah satu kemiripan ini adalah antara manusia dan cacing-cacing dari filum nematoda. Misalnya, analisis genetis yang diterbitkan majalah New Scientist telah mengungkapkan bahwa "hampir 75% gen manusia memiliki kesamaan dengan nematoda—cacing-cacing tanah yang panjangnya beberapa milimeter." 292 Ini tentunya bukan berarti bahwa hanya ada 25% pebedaan antara manusia dan cacing-cacing itu! Menurut pohon kekerabatan yang dibuat oleh evolusionis, filum Chordata, yang manusia termasuk di dalamnya, dan filum Nematoda sudah berbeda bahkan sejak 530 juta tahun yang lalu.
Keadaan ini dengan jelas mengungkapkan bahwa kesamaan antara rantai-rantai DNA dua kelompok kehidupan ini bukanlah petunjuk bagi pernyataan bahwa makhluk-makhluk ini berevolusi dari moyang bersama.
DONGENG KEMIRIPAN MANUSIA-SIMPANSE TELAH MATI
Dalam waktu yang cukup lama, kalangan evolusionis telah menyebarkan tesis yang tak terbukti bahwa antara manusia dan simpanse, ada perbedaan genetis yang sangat kecil. Dalam setiap pustaka evolusionis, Anda dapat membaca kalimat-kalimat semacam "kita 99 persen mirip simpanse" atau "hanya satu persen DNA yang menjadikan kita manusia." Meskipun tiada pembandingan yang meyakinkan antara genom-genom manusia dan simpanse telah dilakukan, pemikiran Darwinis telah mendorong mereka beranggapan bahwa hanya ada sedikit perbedaan di antara kedua spesies.
Sebuah penelitian pada Oktober 2002 mengungkapkan bahwa propaganda evolusionis dalam hal ini, seperti hal-hal yang lain, keliru sama sekali. Manusia dan simpanse tak "mirip 99%" seperti yang didongengkan oleh para evolusionis. Kesamaan genetis tak lebih dari 95%. Sebuah kisah berita yang dilaporkan oleh CNN.com, berjudul "Humans, chimps more different than thought" (Manusia, simpanse lebih berbeda daripada yang disangka)," menuturkan yang berikut:
Antara manusia dan simpanse, ada lebih banyak perbedaan daripada yang pernah diyakini, menurut sebuah penelitian genetis terbaru.

Para ahli biologi telah lama berpandangan bahwa gen-gen simpanse dan manusia sama sekitar 98,5 persen. Tetapi Roy Britten, seorang ahli biologi pada California Institute of Technology, mengatakan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan minggu ini bahwa suatu cara baru pembandingan gen menunjukkan kesamaan genetis antara manusia dan simpanse hanya sekitar 95 persen.

Britten melakukannya dengan sebuah program komputer yang membandingkan 780 ribu dari 3 miliar pasang basa dalam heliks DNA manusia dengan yang dari simpanse. Ia menemukan lebih banyak perbedaan daripada para peneliti sebelumnya, dan menyimpulkan bahwa setidaknya 3,9 persen basa DNA berbeda.

Ini membawanya ke kesimpulan bahwa ada perbedaan genetis mendasar di antara kedua spesies kira-kira 5 persen. 1
New Scientist, sebuah majalah ilmiah terkemuka dan pendukung kuat Darwinisme, melaporkan yang berikut tentang hal itu dalam sebuah artikel berjudul "Human-chimp DNA difference trebled" (Perbedaan DNA manusia-simpanse berlipat tiga):
Kita lebih unik daripada yang sebelumnya kita pikir, menurut pembandingan baru DNA manusia dan simpanse. Telah lama disangka bahwa kita memiliki 98,5 persen bahan genetik yang sama dengan kerabat terdekat kita. Kini, agaknya hal itu keliru. Ternyata, kita berbagi kurang dari 95 persen bahan genetik, suatu kenaikan berlipat tiga dalam perbedaan di antara kita dan simpanse. 2
Ahli biologi Roy Britten dan para evolusionis lain terus mencoba mengkaji hasil ini menurut teori evolusi, tetapi sebenarnya tiada alasan ilmiah melakukannya. Teori evolusi tidak disokong baik oleh catatan fosil maupun data genetis atau biokimiawi. Sebaliknya, petunjuk-petunjuk memperlihatkan bahwa beraneka bentuk kehidupan muncul tiba-tiba di bumi tanpa adanya moyang evolusi dan bahwa sistem-sistem rumit kehidupan membuktikan keberadaan suatu "rancangan cerdas."

1. http://www.cnn.com/2002/TECH/science/09/24/humans.chimps.ap/index.html
2. http://www.newscientist.com/news/news.jsp?id=ns99992833

Nyatanya, ketika hasil-hasil analisis DNA dari spesies-spesies dan kelas-kelas berbeda dibandingkan, terlihat jelas bahwa urut-urutan DNA tidak cocok dengan pohon kekerabatan evolusionis mana pun. Menurut tesis evolusionis, makhluk hidup pastilah mengalami kenaikan kerumitan yang bertambah, dan, bersamaan dengan itu, dapat diharapkan bahwa jumlah gen yang menyusun data genetisnya juga perlahan-lahan meningkat. Namun, data yang diperoleh menunjukkan bahwa tesis ini hasil berkhayal.
Ilmuwan Rusia Theodosius Dobzhansky, seorang ahli teori evolusi paling terkenal, sekali waktu menyatakan bahwa hubungan yang tidak beraturan antara makhluk hidup dan DNAnya merupakan sebuah masalah besar yang tak bisa dijelaskan evolusi:
Organisme yang lebih rumit biasanya memiliki lebih banyak DNA per sel daripada organisme sederhana, namun, kaidah ini memiliki pengecualian yang menyolok. Manusia tidak berada di puncak daftar, karena diungguli oleh Amphiuma (sejenis amfibi), Protopterus (sejenis ikan berparu), dan bahkan katak atau kodok biasa. Mengapa ini harus demikian telah lama menjadi teka-teki. 293
Pembandingan jumlah kromosom dan struktur DNA menunjukkan bahwa tiada kaitan evolusi di antara spesies hidup yang berbeda.
Pembandingan-pembandingan lain di tingkat molekuler menghasilkan contoh-contoh lain ketakserasian yang membuat pandangan evolusionis kehilangan makna. Ketika benang protein berbagai makhluk hidup dianalisis di laboratorium, hasil-hasil yang muncul sama sekali di luar dugaan dari sudut pandang evolusionis, dan beberapa di antaranya benar-benar mencengangkan. Misalnya, protein sitokrom-C pada manusia berbeda 14 asam amino dari kuda, namun hanya 8 dari kangguru. Ketika untai yang sama diteliti, kura-kura terlihat lebih dekat ke manusia daripada ke reptil seperti ular derik. Ketika keadaan ini diamati dari sudut pandang evolusionis, hasil yang tanpa makna akan muncul, misalnya, kura-kura lebih dekat berkerabat dengan manusia daripada dengan ular.
Misalnya, ayam dan ular laut berbeda 17 asam amino dalam 100 kodon, serta kuda dan ikan hiu sebanyak 16, lebih besar daripada antara anjing dan lalat daging, yang bahkan berlainan filum dan berbeda hanya 15 asam amino.
Fakta-fakta serupa telah ditemukan tentang hemoglobin. Protein hemoglobin yang ditemukan pada manusia berbeda dengan yang ditemukan pada kukang sebanyak 20 asam amino, namun dengan babi hanya sebanyak 14. Keadaan ini lebih kurang sama bagi protein-protein lain. 294
Karena hal ini terjadi, para evolusionis seharusnya sampai kepada kesimpulan bahwa, menurut evolusi, manusia lebih berkerabat dengan kangguru daripada kuda, atau dengan babi daripada kukang. Namun, hasil-hasil ini bertentangan dengan semua rencana "pohon kekerabatan evolusi" yang telah lama diterima. Kemiripan protein terus menghasilkan kejutan-kejutan yang mencengangkan. Misalnya:
Adrian Friday dan Martin Bishop dari Cambridge telah manganalisis data urutan protein yang tersedia dari tetrapoda… Mengejutkan mereka, pada hampir setiap kejadian, manusia (mamalia) dan ayam (burung) dipasangkan sebagai kerabat terdekat, dengan buaya sebagai yang terdekat berikutnya… 295
Lagi-lagi, ketika didekati dari sudut pandang penalaran evolusionis, kemiripan-kemiripan ini membawa kita kepada kesimpulan yang menggelikan bahwa kerabat terdekat evolusi manusia adalah ayam. Paul Erbrich menekankan fakta bahwa analisis molekuler memberikan hasil-hasil yang menunjukkan kelompok-kelompok makhluk hidup yang sangat berbeda berkerabat sangat dekat dengan cara berikut:
Protein-protein yang berstruktur dan fungsi sama (protein-protein homolog) ditemukan dengan jumlah yang kian bertambah dalam kelompok-kelompok (takson) yang berbeda secara filogenetis, bahkan sangat mudah dibedakan (misalnya, hemoglobin pada vertebrata, pada beberapa invertebrata, dan bahkan pada tetumbuhan tertentu). 296
Dr. Christian Schwabe, seorang peneliti biokimia dari Fakultas Kedokteran University of South Carolina, adalah seorang ilmuwan yang menghabiskan bertahun-tahun mencoba menemukan petunjuk bagi evolusi di bidang molekul. Pertama, ia mencoba membangun kaitan evolusi di antara makhluk-makhluk hidup dengan melakukan penelitian pada protein seperti insulin dan relaksin. Namun, Schwabe beberapa kali terpaksa mengakui bahwa ia tidak mampu menemukan petunjuk apa pun bagi evolusi dalam penelitiannya. Ia mengatakan yang berikut ini dalam sebuah artikel majalah Science:
Evolusi molekuler akan diterima sebagai cara yang lebih unggul daripada paleontologi bagi penemuan kaitan evolusi. Sebagai seorang evolusionis molekuler, saya seharusnya berbesar hati. Sebaliknya, rasanya risih melihat banyak pengecualian bagi kemajuan beraturan spesies sebagaimana yang ditentukan oleh homologi molekuler: nyatanya, demikian banyak sampai-sampai saya berpikir bahwa pengecualian, kejanggalan-kejanggalan, mungkin membawa pesan yang lebih penting. 297
Penelitian Schwabe pada relaksin memberikan hasil yang sangat menarik:
Berlatar belakang keanekaragaman yang tinggi di antara relaksin dari spesies-spesies yang terlihat berkerabat dekat, relaksin babi dan ikan paus persis sama. Molekul-molekul yang diambil dari tikus, marmut, manusia, dan babi sama jauhnya satu sama lain (sekitar 55%) sebagaimana juga relaksin semua ikan bertulang rawan. …Akan tetapi, insulin membawa manusia dan babi secara filogenetis lebih dekat daripada simpanse dan manusia. 298
Di tingkat molekuler, antara satu organisme dan organisme lainnya tiada hubungan "moyang", atau yang satu lebih "kuno" atau "maju" daripada yang lain.

Schwabe menghadapi kenyataan yang sama ketika membandingkan susunan protein-protein lain di samping insulin dan relaksin. Schwabe mengatakan yang berikut tentang protein-protein lain yang membentuk pengecualian-pengecualian bagi perkembangan molekuler beraturan sebagaimana yang diajukan evolusionis:
Keluarga relaksin dan insulin tak berdiri sendiri sebagai pengecualian bagi tafsiran beraturan atas evolusi molekuler menurut monofiletik yang biasa. Dianjurkan agar melihat contoh-contoh tambahan evolusi protein yang terlihat menyimpang dan memperhatikan bahwa penjelasan-penjelasan yang diperbolehkan dalam teori-teori jam molekuler mencakup serangkaian penjelasan khusus yang tampaknya dibatasi hanya oleh daya khayal. 299
Schwabe mengungkapkan bahwa pembandingan susunan lisosom, sitokrom, serta berbagai hormon dan asam amino menunjukkan "hasil yang tidak diharapkan dan penyimpangan" dari sudut pandang evolusi. Berdasarkan pada semua petunjuk ini, Schwabe bersikukuh bahwa semua protein mendapatkan bentuknya yang sekarang sedari awal, tak mengalami evolusi apa pun, dan tak ada bentuk peralihan telah ditemukan di antara molekul-molekul ini, dengan cara yang sama dengan fosil.
Tentang temuan-temuan di bidang biologi molekuler ini, Dr. Michael Denton mengulas:
Setiap kelas pada tingkat molekuler adalah unik, terpisah, dan tak terhubung dengan bentuk peralihan. Maka, molekul-molekul ini, seperti fosil, telah gagal memberikan bentuk peralihan yang pandai bersembunyi dan telah demikian lama dicari biologi evolusi… Di tingkat molekuler, tiada organisme yang "moyang" atau "sederhana" atau "maju" dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya… Ada sedikit keraguan bahwa jika petunjuk molekuler ini tersedia seabad yang lalu… gagasan evolusi organik mungkin tak akan pernah diterima. 300

"Pohon Kehidupan" sedang Tumbang
Di tahun 1990-an, penelitian ke dalam kode-kode genetis makhluk hidup memperburuk kebingungan yang dihadapi oleh teori evolusi tentang hal ini. Dalam percobaan-percobaan ini, tidak seperti pembandingan-pembandingan sebelumnya yang dibatasi pada urutan protein, urutan "RNA ribosom" (rRNA) dibandingkan. Dari temuan-temuan ini, ilmuwan evolusionis mencoba membangun sebatang "pohon evolusi." Akan tetapi, mereka dikecewakan oleh hasil-hasilnya.
Menurut sebuah artikel tahun 1999 karangan dua ahli biologi Perancis, Hervé Philippe and Patrick Forterre, "dengan semakin banyak urutan tersedia, ternyata sebagian besar filogeni protein saling bertentangan sebagaimana pohon rRNA." 301
Di samping perbandingan rRNA, kode-kode DNA di dalam gen-gen makhluk hidup juga diperbandingkan, namun hasil-hasilnya telah berkebalikan dengan "pohon kehidupan" yang sudah dipersangkakan oleh evolusi. Para ahli biologi molekuler, James A. Lake, Ravi Jain dan Maria C. Rivera merinci hal ini dalam sebuah artikel di tahun 1999:
…Para ilmuwan mulai menganalisis beraneka ragam gen dari organisme-organisme yang berbeda dan menemukan bahwa hubungan di antara mereka bertentangan dengan pohon kehidupan evolusi yang diturunkan hanya dari analisis rRNA. 302
Baik pembandingan-pembandingan yang dilakukan pada protein, maupun pada rRNA atau gen, tidak menegaskan dasar-dasar pemikiran teori evolusi. Carl Woese, seorang ahli biologi yang ternama dari University of Illinois, mengakui bahwa konsep "filogeni" telah kehilangan arti pentingnya di hadapan temuan-temuan molekuler dengan cara berikut:
Tiada filogeni organisme yang tetap telah muncul dari berbagai filogeni protein yang dihasilkan sejauh ini. Ketidakselarasan filogenetis dapat dilihat di mana-mana pada pohon semesta, dari akar sampai ke cabang-cabang utama, di dalam dan di antara berbagai [kelompok] sampai ke susunan kelompok-kelompok utama sendiri. 303
Fakta bahwa hasil-hasil pembandingan molekuler tidak menyokong, tetapi cenderung menentang, teori evolusi juga diakui di dalam sebuah artikel berjudul "Is it Time to Uproot the Tree of Life?" (Inikah Saatnya Mencabut Pohon Kehidupan?) yang diterbitkan Science pada tahun 1999. Artikel oleh Elizabeth Pennisi ini menyatakan bahwa analisis dan pembandingan genetik yang dilakukan oleh para ahli biologi Darwinis untuk menjelaskan "pohon kehidupan" sebenarnya memberikan hasil-hasil yang bertolak belakang, dan selanjutnya dengan mengatakan bahwa "data baru sedang mengeruhkan lukisan evolusi."
Setahun yang lalu, para ahli biologi yang memeriksa urutan genom-genom yang baru dirangkaikan dari selusin lebih mikroorganisme, berpikir bahwa data ini mungkin mendukung alur-alur cerita sejarah awal kehidupan yang telah diterima. Namun, yang mereka lihat membingungkan mereka. Pembandingan genom-genom yang saat itu tersedia bukan hanya tidak menjelaskan gambaran bagaimana kelompok-kelompok utama kehidupan berevolusi, namun malah mengacaukannya. Dan sekarang, dengan tambahan delapan urutan genom mikroba di tangan, keadaan bahkan kian lebih membingungkan… Banyak ahli biologi evolusi telah berpikir bahwa mereka bisa secara kasar melihat awal kehidupan dari tiga kerajaan (kingdom) hewan… Ketika urutan lengkap DNA membuka jalan untuk membandingkan jenis-jenis lain gen, para peneliti berharap bahwa urutan-urutan ini akan sekadar menambahkan rincian ke pohon ini. Namun, "tiada yang lebih jauh dari kebenaran," kata Claire Fraser, kepala TIGR (The Institute for Genomic Research) di Rockville, Maryland. Sebaliknya, pembandingan-pembandingan telah menghasilkan banyak macam pohon kehidupan yang berbeda dari pohon rRNA dan juga saling bertentangan…304
Pembandingan-pembandingan yang telah dilakukan di antara protein, rRNA, dan gen mengungkapkan bahwa makhluk yang diduga berhubungan dekat menurut teori evolusi, sebenarnya sama sekali berbeda antara satu dan lainnya. Berbagai penelitian menyatukan kelinci dengan primata, bukannya rodensia, dan sapi dengan ikan paus, bukannya kuda.

Singkatnya, sambil biologi molekuler berkembang, konsep homologi kian kehilangan pijakan. Pembandingan-pembandingan yang telah dilakukan atas protein, rRNA, dan gen mengungkapkan bahwa makhluk-makhluk yang disangka kerabat dekat menurut teori evolusi sebenarnya sama sekali berbeda satu sama lain. Sebuah penelitian tahun 1996 menggunakan 88 urutan protein mengelompokkan kelinci ke dalam primata, bukan rodensia; analisis tahun 1998 terhadap 13 gen pada 19 spesies hewan menempatkan bulu babi ke dalam Chordata; dan penelitian lain di tahun 1998 pada 12 protein menempatkan sapi lebih dekat ke ikan paus daripada kuda.
Sambil kehidupan diselidiki pada taraf molekul, hipotesis homologi teori evolusi runtuh satu persatu. Ahli biologi molekuler, Jonathan Wells, menyimpulkan keadaan ini pada tahun 2000 sebagai berikut:
Ketakseragaman di antara pohon-pohon [kehidupan] menurut pelbagai molekul, dan pohon-pohon ganjil yang dihasilkan sejumlah analisis molekuler, telah menceburkan filogeni molekuler ke dalam krisis. 305
Tetapi, dalam hal itu, penjelasan ilmiah seperti apakah yang bisa diberikan bagi struktur-struktur yang mirip pada makhluk-makhluk hidup? Jawaban pertanyaan itu telah diberikan sebelum teori evolusi Darwin muncul menguasai dunia ilmu pengetahuan. Tokoh ilmu pengetahuan seperti Carl Linnaeus dan Richard Owen, yang kali pertama mengangkat masalah organ-organ yang mirip pada makhluk-makhluk hidup, melihat organ-organ ini sebagai contoh-contoh "rancangan bersama." Dengan kata lain, organ-organ yang mirip atau gen-gen yang mirip bukanlah karena telah berevolusi secara kebetulan dari satu moyang bersama, tetapi karena telah sengaja dirancang untuk melakukan fungsi-fungsi khusus.
Penemuan-penemuan ilmiah mutakhir menunjukkan pernyataan bahwa kemiripan pada makhluk hidup disebabkan pewarisan dari "moyang bersama" tidak sahih, dan satu-satunya penjelasan yang masuk akal bagi kemiripan-kemiripan itu adalah "rancangan bersama."





KEKEBALAN, "ORGAN VESTIGIAL," DAN EMBRIOLOGI

Dalam ruas-ruas sebelumnya, kita telah mempelajari sejumlah ketidakserasian dan kesukaran yang dihadapi teori evolusi di bidang paleontologi dan biologi molekuler sesuai dengan penemuan-penemuan dan bukti ilmiah. Dalam bab ini, kita akan mempertimbangkan beberapa fakta biologis yang disajikan sebagai petunjuk bagi teori di dalam buku-buku evolusionis. Bertentangan dengan kepercayaan yang tersebar luas, fakta-fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya tiada penemuan ilmiah yang mendukung teori evolusi.

Ketahanan Bakteri terhadap Antibiotika
Salah satu konsep biologi yang coba disajikan evolusionis sebagai petunjuk bagi teori mereka adalah ketahanan bakteri terhadap antibiotika. Banyak pustaka evolusionis menyebutkan ketahanan antibiotika sebagai "sebuah contoh perkembangan makhluk hidup lewat mutasi bermanfaat." Pernyataan serupa juga diutarakan bagi serangga yang membangun kekebalan terhadap insektisida seperti DDT.
Akan tetapi, evolusionis juga keliru dalam hal ini.
Antibiotika adalah "molekul-molekul pembunuh" yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk melawan mikroorganisme lain. Antibiotika pertama adalah penisilin, yang ditemukan oleh Alexander Fleming di tahun 1928. Fleming menyadari bahwa jamur menghasilkan sejenis molekul yang membunuh bakteri Staphylococcus, dan penemuan ini menandai sebuah titik balik dalam dunia kedokteran. Antibiotika yang diambil dari mikroorganisme dipakai membunuh bakteri dan ternyata berhasil.
Segera setelah itu, sesuatu yang baru ditemukan. Bakteri membina kekebalan terhadap antibiotika seiring dengan waktu. Mekanismenya bekerja seperti ini: sejumlah besar bakteri yang diberi antibiotika mati, namun sebagian lain yang tidak terpengaruh oleh antibiotika itu, menggandakan diri dengan cepat dan segera membentuk keseluruhan populasi. Maka dari itu, seluruh populasi menjadi kebal antibiotika.
Para evolusionis mencoba menyajikan hal ini sebagai "evolusi bakteri lewat penyesuaian dengan keadaan."
Akan tetapi, kejadian sebenarnya sangat berbeda dengan tafsiran dangkal ini. Salah seorang ilmuwan yang telah melakukan penelitian paling rinci tentang masalah ini adalah ahli biofisika Israel Lee Spetner, yang juga terkenal dengan bukunya Not by Chance (Bukan Kebetulan) yang diterbitkan pada tahun 1997. Spetner menyebutkan bahwa kekebalan pada bakteri muncul melalui dua mekanisme berbeda, namun keduanya tidak menyusun petunjuk bagi teori evolusi. Kedua mekanisme ini adalah:
1) Pemindahan gen-gen tahan yang sudah tersedia pada bakteri.
2) Pembangunan ketahanan sebagai hasil kehilangan data genetis karena mutasi.
Profesor Spetner menjelaskan mekanisme pertama dalam sebuah artikel terbitan 2001:
Sebagian mikroorganisme telah dianugerahi dengan gen-gen yang memberikan ketahanan terhadap antibiotika ini. Ketahanan ini bisa berbentuk menguraikan atau menghalau molekul antibiotika dari sel … Organisme yang memiliki gen-gen ini dapat menularkannya ke bakteri lain supaya membuatnya tahan juga. Meskipun mekanisme ketahanan ini khusus terhadap antibiotika tertentu, sebagian besar bakteri patogen (penyebab penyakit) telah… berhasil mengumpulkan beberapa himpunan gen yang menjamin ketahanan terhadap berbagai antibiotika. 306
Spetner kemudian melanjutkan bahwa ini bukanlah "petunjuk bagi evolusi":
Perolehan ketahanan terhadap antibiotika dengan cara ini… bukan jenis yang dapat dijadikan sebagai model awal bagi mutasi yang diperlukan untuk menjelaskan evolusi… Perubahan-perubahan genetis yang dapat menggambarkan teori seharusnya tak hanya menambah informasi ke dalam genom bakteri, namun juga menambah informasi baru kepada dunia kehidupan. Penyalinan gen ke sesama [jenis] hanya menyebarkan gen yang sudah ada pada beberapa spesies. 307
Jadi, kita tak dapat membicarakan evolusi apa pun di sini, sebab tiada data genetis baru yang dihasilkan: informasi genetis yang telah ada sekadar ditularkan antarbakteri.
Jenis kekebalan kedua, yang muncul sebagai akibat mutasi, bukanlah sebuah contoh evolusi juga. Spetner menulis:
… Suatu mikroorganisme kadang bisa memperoleh ketahanan terhadap antibiotika melalui penggantian acak satu nukleotida… Streptomycin, yang ditemukan oleh Selman Walksman dan Albert Schartz serta kali pertama dilaporkan pada tahun 1944, adalah antibiotika yang terhadapnya bakteri bisa memperoleh ketahanan dengan cara ini. Tetapi, meskipun bermanfaat bagi mikroorganisme untuk menghadapi streptomycin, mutasi yang dialami bakteri dalam proses ini tak bisa dijadikan sebagai model awal mutasi yang dibutuhkan oleh NDT [Neo-Darwinian Theory – Teori Darwinian Baru]. Jenis mutasi yang menjamin ketahanan terhadap streptomycin terwujud di ribosom dan menurunkan kecocokan molekulernya dengan molekul antibiotika. 308

Bakteri cepat kebal terhadap antibiotika dengan saling memindahkan gen-gennya yang tahan. Gambar di atas menunjukkan suatu koloni bakteri E. coli.
Di dalam bukunya Not by Chance, Spetner menyerupakan keadaan ini dengan gangguan hubungan kunci-gembok. Streptomycin, seperti sebuah kunci yang benar-benar pas dengan sebuah gembok, mencengkeram ribosom suatu bakteri dan menghentikan kerjanya. Di sisi lain, mutasi menguraikan ribosom sehingga mencegah streptomycin berikatan ke ribosom. Meskipun ditafsirkan sebagai "bakteri mengembangkan kekebalan terhadap streptomycin," hal ini tak bermanfaat bagi bakteri, justru merugikannya. Spetner menulis:
Perubahan di permukaan ribosom mikroorganisme ini mencegah molekul streptomycin berikatan dan menjalankan fungsi antibiotiknya. Ternyata, kerusakan ini merupakan suatu kehilangan kekhususan dan, akibatnya, kehilangan informasi. Pokok utamanya adalah bahwa Evolusi… tak bisa dicapai dengan mutasi jenis ini, betapa pun banyaknya. Evolusi tak bisa dibangun dengan menghimpun mutasi-mutasi yang hanya mengurangi kekhususan. 309
Sebagai kesimpulan, suatu mutasi yang berpengaruh pada ribosom bakteri membuat bakteri itu tahan terhadap streptomycin. Alasan bagi hal ini adalah "penguraian" ribosom oleh mutasi. Yakni, tidak ada informasi genetis baru ditambahkan ke bakteri. Sebaliknya, struktur ribosom teruraikan, dengan kata lain, bakteri menjadi "cacat." (Juga, telah ditemukan bahwa ribosom bakteri hasil mutasi kurang berfungsi daripada ribosom bakteri biasa.) Karena "cacat" ini mencegah antibiotika mengikat ribosom, "ketahanan antibiotika" berkembang.
Akhirnya, tiada contoh mutasi yang "mengembangkan informasi genetis." Evolusionis, yang ingin menyajikan ketahanan antibiotika sebagai petunjuk bagi evolusi, memperlakukan masalah ini secara sangat dangkal dan justru keliru.
Hal yang sama juga berlaku bagi kekebalan yang dikembangkan serangga terhadap DDT dan insektisida sejenis. Pada sebagian besar, gen-gen kekebalan yang telah ada digunakan. Ahli biologi evolusi Francisco Ayala mengakui fakta ini dengan mengatakan, "Ragam-ragam genetis yang diperlukan bagi ketahanan terhadap jenis-jenis pestisida yang paling beraneka tampaknya ada di setiap populasi yang terpapar senyawa-senyawa buatan manusia ini." 310 Beberapa contoh lain yang dijelaskan dengan mutasi, sama seperti mutasi ribosom tersebut di atas, adalah gejala yang menyebabkan "kerugian informasi genetis" pada serangga.
Dalam hal ini, tidak bisa dinyatakan bahwa mekanisme kekebalan pada bakteri dan serangga membentuk petunjuk bagi teori evolusi. Itu karena teori evolusi didasarkan pada anggapan bahwa makhluk-makhluk hidup berkembang melalui mutasi. Akan tetapi, Spetner menjelaskan bahwa baik kekebalan terhadap antibiotika maupun gejala-gejala biologis lain mengisyaratkan contoh mutasi yang demikian:
Mutasi-mutasi yang diperlukan bagi evolusi makro belum pernah teramati. Tidak ada mutasi acak yang bisa mewakili mutasi-mutasi yang diperlukan oleh Teori Neo-Darwinian dan telah diteliti di tingkat molekuler menambahkan informasi apa pun. Pertanyaan yang saya singgung adalah: apakah mutasi-mutasi yang telah teramati merupakan jenis yang dibutuhkan untuk mendukung teori evolusi? Jawabannya ternyata BUKAN! 311

Dongeng Organ Vestigial
Untuk waktu yang lama, konsep "organ vestigial" sering muncul dalam kepustakaan evolusionis sebagai "petunjuk" bagi evolusi. Pada akhirnya, konsep ini secara diam-diam dikubur ketika terbukti tidak sahih. Namun, sebagian evolusionis masih memercayainya, dan dari waktu ke waktu seseorang akan mencoba mengajukan "organ vestigial" sebagai petunjuk penting evolusi.
Gagasan "organ vestigial" kali pertama dikemukakan sekitar seabad yang lalu. Sebagaimana dikatakan para evolusionis, di dalam tubuh sebagian makhluk hidup, terdapat sejumlah organ yang tak berfungsi. Organ-organ ini telah diwarisi dari para moyang dan secara bertahap menjadi vestigial (kehilangan manfaat) karena jarang dipakai.
Keseluruhan anggapan ini tak ilmiah, dan sepenuhnya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang tak memadai. Organ-organ "tak berguna" ini pada dasarnya organ-organ yang "fungsi-fungsinya belum diketahui." Pertanda terbaik akan hal ini adalah pengurangan bertahap namun tajam daftar panjang organ vestigial menurut evolusionis. SR Scadding, seorang evolusionis, menyetujui fakta ini dalam artikelnya "Can vestigial organs constitute evidence for evolution?" (Dapatkah organ-organ vestigial membentuk petunjuk bagi evolusi?) yang diterbitkan di dalam majalah Evolutionary Theory:
Karena mustahil mengenali secara pasti struktur-struktur tak berguna, dan karena bangun pendapat yang diajukan tidak sahih secara ilmiah, saya menyimpulkan bahwa ‘organ-organ vestigial’ tidak menyediakan petunjuk khusus bagi teori evolusi. 312

Penelitian ilmiah tentang dongeng organ sisa (vestigial): "Vestigial Organs" Are Fully Functional (Organ-organ Sisa Berfungsi Penuh)
Daftar organ vestigial yang telah dibuat oleh ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim di tahun 1895 mencakup sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan bahwa semua organ di dalam daftar Wiedersheim sesungguhnya memiliki fungsi-fungsi amat penting. Misalnya, ditemukan bahwa usus buntu, yang dikira "organ vestigial," ternyatanya organ limfoid (penghasil zat antikuman) yang melawan infeksi-infeksi di dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997:
Organ-organ dan jaringan-jaringan penyusun tubuh lainnya—gondok, hati, limpa, usus buntu, sumsum tulang, dan sekumpulan kecil jaringan limfatik seperti amandel di tenggorokan dan tonjolan Peyer pada usus halus—juga bagian dari sistem limfatik. Mereka juga membantu tubuh melawan infeksi. 313
Juga telah ditemukan bahwa amandel, yang masuk ke dalam daftar organ vestigial tersebut, berperan penting melindungi tenggorokan dari infeksi, khususnya hingga masa remaja. Telah ditemukan bahwa tulang ekor di ujung bawah tulang belakang menyokong tulang-tulang di sekitar panggul dan menjadi titik temu beberapa otot kecil, dan karena itu, tanpa tulang ekor kita tak bisa duduk nyaman.
Pada tahun-tahun selanjutnya, diketahui bahwa kelenjar gondok merangsang sistem kekebalan di dalam tubuh manusia dengan menghidupkan sel-sel T, bahwa kelenjar pineal berwewenang atas pelepasan sejumlah hormon penting seperti melatonin yang menghambat pelepasan hormon reproduksi, bahwa kelenjar tiroid berdaya guna dalam menjaga pertumbuhan yang tetap pada bayi dan anak-anak serta metabolisme dan kegiatan tubuh, dan bahwa kelenjar pituitari mengendalikan pertumbuhan tulang dan bekerjanya dengan benar kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, dan kelenjar reproduksi. Semua ini sekali waktu dianggap "organ-organ vestigial." Akhirnya, lipatan sabit di mata, yang dirujuk sebagai sebuah organ vestigial oleh Darwin, telah ditemukan sebenarnya berwewenang membersihkan dan melumasi bola mata.

Umbai cacing (atas), yang dikatakan para evolusionis sebagai organ sisa, saat ini diketahui berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Tulang ekor di ujung bawah tulang punggung juga bukan suatu organ sisa, melainkan tempat menempelnya organ-organ panggul sehingga tak akan jatuh.
Terdapat kekeliruan pemikiran yang amat penting dalam pernyataan evolusionis tentang organ vestigial. Sebagaimana telah kita lihat, pernyataan ini adalah bahwa organ-organ vestigial pada makhluk hidup diturunkan dari moyang-moyangnya. Akan tetapi, sebagian organ yang disangka "vestigial" tidak ditemukan pada spesies yang disangka moyang-moyang manusia! Misalnya, usus buntu tidak ada pada beberapa spesies kera yang dikatakan sebagai moyang-moyang manusia. Ahli biologi ternama H. Enoch, yang menentang teori organ vestigial, mengutarakan kekeliruan pemikiran ini sebagai berikut:
Kera memiliki usus buntu, sementara kerabat-kerabat jauhnya, kera tingkat rendah, tidak; namun, usus buntu muncul pada mamalia yang lebih rendah lagi seperti oposum (sejenis tikus). Bagaimanakah evolusionis bisa menjelaskan hal ini? 314
Di samping semua ini, pernyataan bahwa suatu organ yang tidak dipakai menurun manfaatnya dan menghilang seiring waktu mengandung ketakselarasan nalar. Darwin sadar akan ketakselarasan ini, dan membuat pengakuan berikut di dalam buku The Origin of Species:
Akan tetapi, masih ada kesulitan ini. Setelah suatu organ berhenti dipakai, dan sebagai akibatnya menjadi amat diperkecil, bagaimanakah bisa masih terus dikurangi ukurannya hingga sisa ala kadarnya yang tinggal, dan bagaimanakah bisa sepenuhnya dilenyapkan? Hampir mustahil bahwa ketidak-terpakaian masih bisa menghasilkan pengaruh lebih lanjut setelah organ ini sekali waktu dibuat tak berfungsi. Beberapa penjelasan tambahan diperlukan di sini yang tidak mampu saya berikan. 315
Ringkasnya, skenario organ vestigial yang dikemukakan oleh para evolusionis mengandung sejumlah cacat pemikiran yang parah, dan bagaimana pun telah terbukti tidak benar secara ilmiah. Tidak ada organ vestigial yang diwariskan di dalam tubuh manusia.

Pukulan Lain Lagi bagi "Organ-Organ Vestigial": Kaki Kuda
Pukulan terbaru bagi dongeng organ vestigial datang dari sebuah penelitian baru-baru ini tentang kaki kuda. Dalam sebuah artikel majalah Nature terbitan 20-27 Desember 2001 yang berjudul "Biomechanics: Damper for bad vibrations" (Biomekanika: Peredam bagi Getaran Jahat), tercatat bahwa "Sebagian serat otot pada kaki kuda terlihat seperti sisa-sisa evolusi yang tanpa fungsi. Namun, ternyata serat-serat ini berfungsi meredam getaran merusak yang dihasilkan di kaki saat kuda berlari". Artikel itu berbunyi sebagai berikut:
Kuda dan unta memiliki otot-otot pada kaki dengan urat otot (tendon) yang lebih dari 600 milimeter panjangnya dan terikat ke serat-serat otot yang kurang dari 6 milimeter panjangnya. Otot-otot pendek sepeti ini dapat memanjang hanya beberapa milimeter selagi hewan bergerak, dan tampak tak mungkin banyak dipakai oleh mamalia besar. Urat-urat otot berfungsi sebagai pegas pasif, dan sebelumnya serat-serat otot ini dianggap kesia-siaan, sisa dari serat-serat yang lebih panjang dan telah kehilangan fungsinya selama evolusi. Tetapi Wilson dan para sejawatnya mendebat… bahwa serat-serat ini mungkin melindungi tulang-tulang dan urat-urat otot dari getaran-getaran yang berpeluang merusak…
Percobaan-percobaan mereka menunjukkan bahwa serat-serat otot yang pendek ini dapat meredam getaran-getaran merusak akibat benturan kaki ke tanah. Ketika kaki seekor hewan yang berlari menumbuk tanah, tumbukan itu membuat kaki bergetar; frekuensi getaran ini lumayan tinggi—misalnya, 30-40 Hz pada kuda—demikian banyak daur getaran akan terjadi ketika kaki di atas tanah jika tidak ada peredaman.
Getaran-getaran ini bisa menyebabkan kerusakan karena tulang dan urat otot rentan terhadap gangguan kelelahan. Kelelahan pada tulang dan urat otot adalah timbunan dari kerusakan yang dihasilkan penerapan terus-menerus peregangan otot. Kelelahan tulang berperan pada retak tulang karena tekanan yang diderita para atlet maupun kuda balap, dan kelelahan urat otot mungkin menerangkan setidaknyanya sebagian kasus radang urat otot (tendonitis). Wilson dan kawan-kawan berpendapat bahwa dengan meredam getaran, serat-serat otot yang sangat pendek ini melindungi baik tulang maupun urat otot dari kerusakan akibat kelelahan … 316
Singkatnya, pengamatan yang lebih dekat pada anatomi kuda mengungkapkan bahwa struktur-struktur yang danggap tak berfungsi oleh para evolusionis memiliki fungsi-fungsi yang sangat penting.
Dengan kata lain, kemajuan ilmiah menunjukkan bahwa yang dianggap petunjuk bagi evolusi sebenarnya petunjuk bagi rancangan. Para evolusionis seharusnya menangkap isyarat dari fakta ini jika saja mereka mau. Pengulas majalah Nature tampaknya beralasan untuk berkata:
Wilson dan kawan-kawan telah menemukan sebuah peran penting bagi otot yang tampak seperti peninggalan sebuah struktur yang telah kehilangan fungsi selama evolusi. Karya mereka membuat kita bertanya apakah organ-organ sisa lainnya (seperti usus buntu manusia) sama tak bergunanya sebagaimana kelihatannya. 317
Ini tidaklah mengherankan. Semakin kita pelajari alam, semakin kita lihat petunjuk bagi penciptaan. Sebagaimana dikatakan Michael Behe, "kesimpulan rancangan datang bukan dari yang tidak kita ketahui, namun dari yang telah kita pelajari selama 50 tahun terakhir." 318 Dan Darwinisme ternyatalah sebuah pandangan yang datang dari kebodohan, atau, dengan kata lain, "ateisme kesenjangan."

Kekeliruan Pemikiran tentang Rekapitulasi
Yang disebut dengan "teori rekapitulasi" telah lama dihapus dari kepustakaan ilmiah, namun masih disajikan sebagai sebuah kenyataan ilmiah oleh sebagian media evolusionis. Istilah "rekapitulasi" (rangkuman) adalah pemadatan istilah "ontogeni merangkum filogeni" yang diajukan oleh ahli biologi evolusi Ernst Haeckel pada akhir abad ke-19.
Teori Haeckel ini menganggap bahwa embrio hidup mengalami ulangan proses evolusi seperti yang dialami moyang-palsunya. Haeckel berteori bahwa selama perkembangan di dalam rahim ibunya, embrio manusia kali pertama memperlihatkan sifat-sifat seekor ikan, lalu reptil, dan akhirnya manusia.
Sejak itu telah dibuktikan bahwa teori ini sepenuhnya omong kosong. Kini telah diketahui bahwa "insang-insang" yang disangka muncul pada tahap-tahap awal embrio manusia ternyata adalah taraf-taraf awal saluran telinga dalam, kelenjar paratiroid, dan kelenjar gondok. Bagian embrio yang diserupakan dengan "kantung kuning telur" ternyata kantung yang menghasilkan darah bagi si janin. Bagian yang dikenali sebagai "ekor" oleh Haeckel dan para pengikutnya sebenarnya tulang belakang, yang mirip ekor hanya karena tumbuh mendahului kaki.
Inilah fakta-fakta yang diterima luas di dunia lmiah, dan bahkan telah diterima oleh para evolusionis sendiri. Dua pemimpin neo-Darwinis, George Gaylord Simpson dan W. Beck telah mengakui:
Haeckel keliru menyatakan azas evolusi yang terlibat. Kini telah benar-benar diyakini bahwa ontogeni tidak mengulangi filogeni. 319

Dengan gambar-gambar embrio palsunya, Ernst Haeckel telah menipu dunia ilmiah selama seabad.

Berikut ini tertulis di dalam sebuah artikel New Scientist tertanggal 16 Oktober 1999:
[Haeckel] menyebutnya hukum biogenetis, dan gagasan ini menjadi dikenal luas sebagai rekapitulasi. Nyatanya, hukum Haeckel yang keras itu segera diperlihatkan sebagai keliru. Misalnya, embrio awal manusia tak pernah memiliki insang-insang yang berfungsi seperti ikan, dan tak pernah melalui tahap-tahap yang terlihat seperti seekor reptil dewasa atau kera.320
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada American Scientist, kita membaca:
Tentunya hukum biogenetis benar-benar mati. Hukum ini akhirnya dibersihkan dari buku-buku acuan biologi pada tahun [19]50-an. Sebagai sebuah pokok penyelidikan teoretis yang sungguh-sungguh, hukum ini punah di tahun [19]20-an…321
Segi menarik lain dari "rekapitulasi" adalah Ernst Haeckel sendiri, seorang pemalsu yang mereka-reka gambar-gambar demi mendukung teori yang diajukannya. Pemalsuan Haeckel bermaksud menunjukkan bahwa embrio-embrio ikan dan manusia mirip satu sama lain. Ketika tertangkap basah, satu-satunya pembelaan yang diberikan Haeckel adalah bahwa para evolusionis lain telah melakukan kejahatan serupa:
Sesudah pengakuan "pemalsuan" ini, saya wajib menganggap diri saya terkutuk dan sirna jika saja tidak merasa lega saat melihat di kiri-kanan saya di dalam ruang tahanan ratusan teman–para bajingan, di antara mereka banyak peneliti paling terpercaya dan ahli biologi paling terhormat. Sebagian terbesar gambar di dalam buku-buku acuan, makalah-makalah, dan majalah-majalah biologi terbaik akan menuai tuduhan ‘pemalsuan’ dengan derajat yang sama, sebab semuanya tidak pasti, serta lebih kurang diubah-ubah, diatur-atur, dan direka-reka. 322

Gambar-gambar palsu Haeckel.
Pada terbitan 5 September 1997 majalah ilmiah Science, sebuah artikel diterbitkan yang mengungkapkan bahwa gambar-gambar embrio Haeckel adalah karya penipuan. Artikel berjudul "Haeckel’s Embryos: Fraud Rediscovered" (Embrio-embrio Haeckel: Mengungkap Ulang Sebuah Penipuan) ini mengatakan:
Kesan yang dipancarkan [gambar-gambar Haeckel] itu, bahwa embrio-embrio persis serupa, adalah keliru, kata Michael Richardson, seorang ahli embriologi pada St. George’s Hospital Medical School di London… Maka, ia dan para sejawatnya melakukan penelitian perbandingan, memeriksa kembali dan memfoto embrio-embrio yang secara kasar sepadan spesies dan umurnya dengan yang dilukis Haeckel. Sim salabim dan perhatikan! Embrio-embrio "sering dengan mengejutkan tampak berbeda," lapor Richardson dalam Anatomy and Embryology terbitan Agustus [1997]. 323

Pada terbitan 5 September 1997, majalah terkemuka Science menyajikan sebuah artikel yang menyingkapkan bahwa gambar-gambar embrio milik Haeckel telah dipalsukan. Artikel ini menggambarkan bagaimana embrio-embrio sebenarnya sangat berbeda satu sama lain...

Penelitian di tahun-tahun terakhir telah menunjukkan bahwa embrio-embrio dari spesies yang berbeda tidak saling mirip, seperti yang ditunjukkan Haeckel. Perbedaan besar di antara embrio-embrio mamalia, reptil, dan kelelawar di atas adalah contoh nyata hal ini.

Science menjelaskan bahwa, demi menunjukkan bahwa embrio-embrio memiliki kemiripan, Haeckel sengaja menghilangkan beberapa organ dari gambar-gambarnya atau menambahkan organ-organ khayalan. Belakangan, di dalam artikel yang sama, informasi berikut ini diungkapkan:
Bukan hanya menambahkan atau mengurangi ciri-ciri, lapor Richardson dan para sejawatnya, namun Haeckel juga mengubah-ubah ukuran untuk membesar-besarkan kemiripan di antara spesies-spesies, bahkan ketika ada perbedaan 10 kali dalam ukuran. Haeckel mengaburkan perbedaan lebih jauh dengan lalai menamai spesies dalam banyak kesempatan, seakan satu wakil sudah cermat bagi keseluruhan kelompok hewan. Dalam kenyataannya, Richardson dan para sejawatnya mencatat, bahkan embrio-embrio hewan yang berkerabat dekat seperti ikan cukup beragam dalam penampakan dan urutan perkembangannya. "Itu (gambar-gambar Haeckel) agaknya menjadi salah satu pemalsuan paling tersohor dalam biologi," Richardson menyimpulkan. 324
Artikel Science membahas bagaimana pengakuan-pengakuan Haeckel atas masalah ini ditutup-tutupi sejak awal abad ke-20, dan bagaimana gambar-gambar palsu ini mulai disajikan sebagai fakta ilmiah di dalam buku-buku acuan:
Pengakuan Haeckel lenyap setelah gambar-gambarnya kemudian digunakan dalam sebuah buku tahun 1901 berjudul Darwin and After Darwin (Darwin dan Sesudahnya) dan dicetak ulang secara luas di dalam buku-buku acuan biologi berbahasa Inggris. 325
Singkatnya, fakta bahwa gambar-gambar Haeckel dipalsukan telah muncul di tahun 1901, tetapi seluruh dunia ilmu pengetahuan terus diperdaya olehnya selama satu abad.
 




ASAL USUL TETUMBUHAN

Kehidupan di bumi dikelompokkan ke dalam lima (atau enam) kerajaan (kingdom) oleh para ilmuwan. Sejauh ini, kita telah memusatkan perhatian terutama pada kerajaan terbesar, yakni hewan. Pada bab-bab sebelumnya, kita membahas asal usul kehidupan itu sendiri, mempelajari protein, informasi genetis, struktur sel dan bakteri, masalah-masalah seputar dua kerajaan lainnya, yaitu Prokaryotae dan Protista. Namun, sampai di sini, masih ada masalah penting lain yang perlu kita perhatikan—asal usul kerajaan tetumbuhan (Plantae).
Kita mendapatkan gambar yang sama tentang asal usul tumbuhan seperti yang kita temui ketika mengkaji asal usul hewan. Tumbuhan memiliki struktur-struktur yang sangat rumit, dan mustahil struktur-struktur ini muncul karena pengaruh kebetulan dan berevolusi dari yang satu ke yang lain. Catatan fosil menunjukkan bahwa pelbagai kelas tumbuhan muncul tiba-tiba di dunia, dengan sifat-sifat khas masing-masing, dan tanpa didahului masa evolusi.

Asal Usul Sel Tumbuhan
Seperti sel-sel hewan, sel-sel tumbuhan termasuk ke jenis sel yang disebut "eukariotis." Ciri yang sangat khusus sel-sel ini adalah memiliki inti sel dan di dalam inti ini, terletak molekul DNA tempat informasi genetis dikodekan. Di sisi lain, beberapa makhluk bersel tunggal seperti bakteri tak memiliki inti sel, dan molekul DNA mengapung bebas di dalam sel. Jenis sel kedua ini disebut "prokariotis." Jenis struktur sel ini, dengan DNA bebas yang tidak terkurung di dalam inti, adalah suatu rancangan ideal bagi bakteri, karena memungkinkannya melakukan proses yang sangat penting—dari sudut pandang bakteri—yakni, proses pemindahan plasmida (alias pemindahan DNA antarsel).
Karena diharuskan menata makhluk-makhluk hidup menurut deretan "dari yang sederhana ke yang rumit," teori evolusi menganggap bahwa sel prokariotis itu sederhana, dan sel eukariotis berevolusi darinya.
Sebelum melangkah ke ketaksahihan pernyataan ini, akan bermanfaat untuk menunjukkan bahwa sel-sel prokariotis sama sekali tidak "sederhana." Suatu bakteri memiliki sekitar 2 ribu gen; setiap gen mengandung sekitar seribu huruf (rantai). Berarti, informasi di dalam DNA satu bakteri itu sekitar 2 juta huruf panjangnya. Menurut perhitungan ini, informasi itu setara dengan 20 buku cerita, masing-masing dengan 100 ribu kata. 326 Setiap perubahan informasi dalam di kode DNA bakteri akan demikian merusak sampai-sampai meruntuhkan keseluruhan sistem kerja bakteri. Sebagaimana telah kita lihat, suatu kesalahan dalam kode genetis bakteri berarti bahwa sistem kerja akan salah berjalan—yakni, sel akan mati.
Di samping struktur yang peka ini, yang menolak perubahan coba-coba, fakta bahwa tidak ditemukan "bentuk peralihan" antara bakteri dan sel-sel eukariotis membuat pernyataan evolusionis tidak beralasan. Misalnya, evolusionis terkenal Turki, Profesor Ali Demirsoy, mengakui ketiadaan dalil bagi skenario bahwa sel-sel bakteri berevolusi menjadi sel-sel eukariotis, dan lalu menjadi organisme rumit yang tersusun dari sel-sel ini:
Salah satu tahap tersulit untuk dijelaskan di dalam evolusi adalah menerangkan secara ilmiah bagaimana organel-organel dan sel-sel rumit berkembang dari makhluk-makhluk sederhana ini. Tiada bentuk peralihan telah ditemukan di antara kedua bentuk. Makhluk-makhluk bersel tunggal dan banyak mempunyai semua struktur rumit ini, dan, dengan cara apa pun, belum ada makhluk atau kelompok telah ditemukan berorganel dengan susunan yang lebih sederhana atau lebih mendasar. Dengan kata lain, organel-organel yang dimiliki telah berkembang sebagaimana adanya. Organel-organel ini tak memiliki bentuk-bentuk sederhana dan mendasar. 327
Orang bertanya-tanya, apakah yang mendorong Profesor Ali Demirsoy, seorang penganut setia teori evolusi, membuat pengakuan yang demikian terbuka? Jawaban pertanyaan ini dapat diberikan dengan amat jelas ketika perbedaan-perbedaan struktural besar antara bakteri dan sel tumbuhan dipelajari.
Perbedaan-perbedaan itu adalah:
1- Sementara dinding-dinding sel bakteri tersusun dari polisakarida dan protein, dinding-dinding sel tumbuhan tersusun dari selulosa, struktur yang sama sekali berbeda.
2- Sementara sel-sel tumbuhan berorganel banyak, berlapis membran dan berstruktur sangat rumit, sel-sel bakteri tidak memiliki organel biasa. Pada sel bakteri, terdapat ribosom ukuran kecil yang bergerak bebas. Sedangkan ribosom-ribosom pada sel tumbuhan berukuran lebih besar dan terikat ke membran sel. Lebih jauh lagi, sintesis protein terjadi dengan cara-cara yang berbeda pada kedua jenis ribosom ini.

Tetumbuhan membentuk dasar terbawah kehidupan bumi. Tetumbuhan adalah syarat yang tak dapat tidak bagi kehidupan, sebab menyediakan makanan dan melepaskan oksigen ke udara.
3- Struktur DNA pada sel tumbuhan dan sel bakteri berbeda.
4- Molekul DNA pada sel-sel tumbuhan dilindungi oleh membran lapis rangkap, sementara DNA pada sel-sel bakteri berdiri bebas di dalam sel.
5- Molekul DNA pada sel-sel bakteri menyerupai simpul tertutup; dengan kata lain, melingkar. Pada tumbuhan, molekul DNA berbentuk memanjang.
6- Molekul DNA pada sel-sel bakteri membawa informasi milik satu sel saja, sedangkan pada sel-sel tumbuhan, molekul DNA membawa informasi tentang keseluruhan tumbuhan. Misalnya, semua informasi tentang akar, batang, daun, bunga, dan buah dari pohon buah-buahan bisa ditemukan sendiri-sendiri pada DNA di dalam inti satu sel saja.
7- Beberapa spesies bakteri bersifat fotosintetik, dengan kata lain, melakukan fotosintesis. Tetapi, tidak seperti pada tumbuhan, pada bakteri fotosintetik (cyanobacteria, misalnya), tidak ada kloroplas yang mengandung klorofil dan pigmen fotosintetik. Pada tumbuhan, molekul-molekul ini tersimpan di berbagai membran di seluruh sel.
8- Susunan biokimia RNA kurir pada sel-sel prokariotis (bakteri) dan pada sel-sel eukariotis (mencakup tumbuhan dan hewan) sangat berbeda satu sama lain. 328

Hipotesis evolusionis bahwa sel-sel prokaryotis (kiri) berubah menjadi sel-sel eukaryotis sejalan dengan waktu, tidak memiliki dasar ilmiah.

RNA kurir berperan penting bagi sel untuk hidup. Tetapi, meskipun RNA kurir dianggap berperan sama pada sel prokariotis maupun eukariotis, struktur biokimianya berbeda. J. Darnell menulis yang berikut di dalam sebuah artikel yang diterbitkan majalah Science:
Perbedaan-perbedaan pada biokimia susunan RNA kurir dalam eukariot jika dibandingkan dengan prokariot demikian besarnya sampai-sampai menggagaskan bahwa evolusi beruntun prokariotis ke eukariotis tampaknya tak mungkin. 329
Perbedaan-perbedaan struktural antara sel bakteri dan tumbuhan, yang beberapa contohnya telah kita lihat di atas, membawa ilmuwan evolusionis ke kebuntuan lain. Meskipun sel-sel tumbuhan dan hewan memiliki beberapa segi yang sama, kebanyakan strukturnya sangat berbeda satu sama lain. Nyatanya, karena tiada organel berlapis membran atau sitoskeleton (jaringan dalam serabut protein dan mikrotubula) pada sel bakteri, kehadiran beberapa organel dan susunan sangat rumit pada sel-sel tumbuhan membantah habis pernyataan bahwa sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri.
Ahli biologi Ali Demirsoy secara terbuka mengakui hal ini dengan berkata, "Sel-sel rumit tak pernah berkembang dari sel-sel sederhana dengan suatu proses evolusi." 330

Hipotesis Endosimbiosis dan Ketidaksahihannya
Kemustahilan sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri tak mencegah para ahli biologi evolusi dari menghasilkan hipotesis-hipotesis rekaan. Namun, percobaan-percobaan membantah semua itu. 331 Hipotesis yang paling terkenal adalah hipotesis "endosimbiosis."
Hipotesis ini diajukan oleh Lynn Margulis pada tahun 1970 di dalam bukunya The Origin of Eukaryotic Cells (Asal Usul Sel-Sel Eukariotis). Di dalam buku ini, Margulis menyatakan bahwa sebagai akibat kehidupan berkoloni dan parasit, sel-sel bakteri berubah menjadi sel-sel tumbuhan dan sel hewan. Menurut teori ini, sel-sel tumbuhan muncul ketika bakteri fotosintetik dimakan oleh sel bakteri lain. Bakteri fotosintetik berevolusi di dalam sel inang menjadi kloroplas. Akhirnya, organel-organel dengan struktur yang sangat rumit seperti inti, badan Golgi, retikulum endoplasma, dan ribosom berkembang, dengan satu atau lain cara. Maka, sel tumbuhan pun lahir.
Sebagaimana telah kita lihat, tesis evolusionis ini tak lain dari hasil berkhayal. Tidak mengherankan, tesis ini dikecam oleh para ilmuwan yang melakukan penelitian yang sangat penting atas masalah ini pada sejumlah segi: kami bisa menyebutkan sebagai contoh di antaranya D. Lloyd332, M. Gray dan W. Doolittle333, serta R. Raff dan H. Mahler.
Hipotesis endosimbiosis didasarkan pada fakta bahwa mitokondria sel hewan dan kloroplas sel tumbuhan mengandung DNA tersendiri, yang terpisah dari DNA di dalam inti sel inang. Jadi, atas dasar ini, digagas bahwa mitokondria dan kloroplas sekali waktu adalah sel-sel mandiri yang hidup bebas. Akan tetapi, ketika kloroplas dipelajari lebih dalam, bisa dilihat bahwa pernyataan ini tidak sesuai.
Di bawah ini sejumlah hal yang membantah hipotesis endosimbiosis:
1- Jika kloroplas, khususnya, dulunya sel mandiri, lalu seharusnya hanya ada satu hasil ketika kloroplas dimakan oleh sel yang lebih besar: yaitu, dicerna oleh sel inang dan digunakan sebagai makanan. Ini yang seharusnya terjadi, sebab bahkan jika kita menganggap bahwa sel inang yang bersangkutan tak sengaja menelan masuk suatu sel dari luar, bukan sengaja mencernanya sebagai makanan, bagaimana pun enzim-enzim percernaan sel inang seharusnya menghancurkannya. Tentu saja, beberapa evolusionis telah memperkirakan rintangan ini dengan mengatakan, "enzim-enzim pencernaan telah lenyap." Tetapi, inilah pertentangan yang nyata, sebab jika enzim pencernaan lenyap, sel akan mati karena kekurangan gizi.
2- Kembali, mari kita anggap semua kemustahilan itu terjadi dan sel yang dinyatakan sebagai moyang kloroplas ditelan sel inangnya. Dalam hal ini, kita dihadapkan dengan masalah lain: cetakbiru semua organel di dalam sel terkodekan di dalam DNA. Jika sel inang menggunakan sel-sel lain itu yang dimakannya sebagai organel, maka semua informasi yang dibutuhkan tentang sel-sel itu telah ada dan terkodekan di dalam DNA. DNA sel-sel yang dimakan akan memiliki informasi milik sel inangnya. Tak hanya keadaan seperti ini mustahil, dua DNA yang berbeda milik sel inang dan sel yang dimakan harus juga saling cocok setelah itu, suatu hal yang juga jelas mustahil.
3- Ada keselarasan besar di dalam sel yang tidak bisa dijelaskan oleh mutasi acak. Ada lebih dari satu kloroplas dan satu mitokondria di dalam sel. Jumlah keduanya naik dan turun sesuai dengan tingkat kegiatan sel, sama seperti organel-organel lain. Keberadaan DNA dalam badan organel-organel ini juga bermanfaat di dalam perkembanganbiakan. Sambil sel membelah, semua kloroplas yang berjumlah banyak itu juga membelah, dan pembelahan sel terjadi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih teratur.
4- Kloroplas adalah pembangkit tenaga yang mutlak pentingnya bagi sel tumbuhan. Jika organel-organel ini tak menghasilkan energi, banyak fungsi sel tidak akan berjalan, yang berarti bahwa sel tak bisa hidup. Fungsi-fungsi ini, yang begitu penting bagi sel, berlangsung dengan protein-protein hasil sintesis di kloroplas. Namun, DNA kloroplas sendiri tak cukup untuk mensintesis protein-protein ini. Sebagian terbesar protein disintesis menggunakan DNA inang di dalam inti sel. 334
Sementara keadaan yang dibayangkan oleh hipotesis endosimbiosis ini terjadi lewat sebuah proses coba-coba, pengaruh apakah yang akan mengenai DNA sel inang? Sebagaimana telah kita lihat, setiap perubahan pada suatu molekul DNA pasti tidak menghasilkan manfaat pada organisme itu; sebaliknya, mutasi yang demikian sudah pasti membahayakan. Di dalam bukunya, The Roots of Life (Akar-akar Kehidupan), Mahlon B. Hoagland menjelaskan keadaan ini:
Anda akan teringat bahwa kita belajar bahwa hampir selalu sebuah perubahan pada DNA organisme merugikan organisme itu; yakni, membawa ke penurunan kemampuan bertahan hidup. Dengan analogi, penambahan ucapan yang acak pada drama-drama Shakespeare tidak mungkin menambah keindahannya! .. Azas bahwa perubahan-perubahan DNA berbahaya karena mengurangi peluang bertahan hidup berlaku apakah sebuah perubahan pada DNA disebabkan oleh mutasi, atau pun oleh sejumlah gen asing yang sengaja kita masukkan. 335
Pernyataan yang diajukan oleh evolusionis tidak didasarkan pada percobaan ilmiah, sebab belum pernah teramati satu bakteri memakan. Dalam timbangan atas buku lain Margulis, Symbiosis in Cell Evolution (Simbiosis dalam Evolusi Sel), ahli biologi molekuler P. Whitfield menggambarkan situasi ini:
Endositosis prokariotis adalah mekanisme sel di dalam mana keseluruhan SET (Serial Endosymbiotic Theory—Teori Endosimbiotis Beruntun) agaknya berhenti. Jika satu prokariot tidak bisa menelan prokariot lain, sulit membayangkan cara endosimbiosis bisa terbentuk. Sayangnya bagi Margulis dan SET, tidak ada contoh mutakhir endositosis prokariotis atau endosimbiosis …336

Asal Usul Fotosintesis
Masalah lain tentang asal usul tumbuhan yang menempatkan teori evolusi ke dalam kebingungan yang mengerikan adalah cara sel-sel tumbuhan mulai melakukan fotosintesis.
Fotosintesis adalah salah satu proses yang paling dasar bagi kehidupan di bumi. Berkat kloroplas di dalamnya, sel-sel tumbuhan menghasilkan zat tepung dengan menggunakan air, karbon dioksida, dan cahaya matahari. Hewan tak bisa menghasilkan gizinya sendiri dan harus menggunakan zat tepung dari tetumbuhan. Karena alasan ini, fotosintesis adalah syarat dasar bagi kehidupan yang rumit. Sisi yang bahkan lebih mengejutkan dari masalah ini adalah fakta bahwa proses fotosintesis yang rumit ini belum sepenuhnya dipahami. Teknologi maju masih belum mampu mengungkapkan semua rinciannya, jangankan menirunya.
Mungkinkah proses serumit fotosintesis hasil proses-proses alamiah, sebagaimana dikatakan teori evolusi?
Menurut skenario evolusi, untuk melakukan fotosintesis, sel-sel tumbuhan memakan sel-sel bakteri yang bisa berfotosintesis dan mengubahnya menjadi kloroplas. Jadi, bagaimanakah bakteri belajar melakukan proses yang serumit fotosintesis? Dan mengapakah bakteri tidak mulai melakukannya sebelumnya? Sama seperti pertanyaan yang lain, skenario ini tak bisa memberikan jawaban ilmiah. Lihatlah bagaimana sebuah terbitan evolusionis menjawab pertanyaan ini:
Hipotesis heterotrof menggagas bahwa organisme-organisme paling awal adalah heterotrof yang memakan larutan molekul organik di samudra purba. Karena heterotrof pertama ini memakan asam amino, protein, lemak, dan gula yang tersedia, larutan gizi menyusut dan tidak bisa lagi mendukung jumlah heterotrof yang bertambah. … Organisme-organisme yang dapat menggunakan sumber energi lain akan memiliki keuntungan besar. Ingatlah bahwa bumi dulu (dan kini masih) dihujani energi surya yang sebenarnya mengandung aneka bentuk radiasi. Radiasi ultra-ungu bersifat merusak, namun cahaya tampak kaya akan energi dan tak merusak. Maka, sambil senyawa-senyawa organik makin langka, suatu kemampuan yang sudah dimiliki untuk menggunakan cahaya tampak sebagai sumber energi pengganti mungkin telah membuat organisme-organisme ini dan keturunannya bisa bertahan. 337
Buku Life on Earth (Kehidupan di Bumi), buku evolusionis yang lain, mencoba menjelaskan kemunculan fotosintesis:
Bakteri awalnya memakan beraneka senyawa karbon yang memerlukan jutaan tahun untuk tertimbun di lautan purba. Tetapi, setelah bakteri berkembang biak, sumber makanan ini pasti kian menipis. Bakteri mana pun yang mampu menyadap sumber makanan lain pasti akan sangat berhasil dan akhirnya sejumlah bakteri mampu. Tidak lagi mengambil makanan siap santap dari lingkungan sekitar, bakteri-bakteri mulai membuat sendiri makanan di dalam dinding-dinding sel dengan menyerap energi yang diperlukan dari matahari. 338
Singkatnya, buku-buku evolusionis mengatakan bahwa fotosintesis dengan suatu cara tak sengaja "ditemukan" oleh bakteri, padahal manusia, dengan seluruh teknologi dan ilmu pengetahuannya, tak mampu melakukannya. Penjelasan-penjelasan ini, yang tak lebih baik daripada cerita-cerita dongeng, tak bernilai ilmiah. Orang yang mengkaji masalah ini sedikit lebih dalam akan menerima bahwa fotosintesis itu sebuah dilema besar bagi evolusi. Profesor Ali Demirsoy misalnya, membuat pengakuan berikut ini:
Fotosintesis adalah peristiwa yang sangat rumit, dan tampak mustahil muncul hanya pada sebuah organel di dalam sel (karena mustahil semua tahap muncul bersamaan, dan tak ada gunanya jika semuanya muncul terpisah). 339
Sel-sel tumbuhan melakukan suatu proses yang tak bisa ditiru laboratorium mutakhir mana pun–fotosintesis. Berkat organel yang disebut "kloroplas" di dalam selnya, tetumbuhan menggunakan air, karbondioksida, dan cahaya matahari untuk membuat karbohidrat. Makanan yang dihasilkan menjadi mata pertama dalam rantai makanan di bumi, dan sumber gizi bagi semua makhluk hidup penghuninya. Rincian proses yang sangat rumit ini masih belum seluruhnya dimengerti saat ini.
Ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth mengatakan bahwa fotosintesis itu sebuah proses yang mungkin tak bisa dipelajari:
Tidak ada sel yang memiliki kemampuan ‘mempelajari’ sebuah proses dalam pengertian yang sebenarnya. Mustahil bagi sel mana pun muncul dengan kemampuan mempelajari fungsi-fungsi seperti pernapasan atau fotosintesis, baik ketika kali pertama mewujud, atau pun sesudahnya di dalam kehidupan. 340
Karena fotosintesis tak bisa berkembang sebagai hasil ketaksengajaan, dan setelah itu tak bisa dipelajari oleh sel, tampaknya sel-sel tumbuhan pertama yang hidup di bumi dirancang khusus melakukan fotosintesis. Dengan kata lain, tetumbuhan diciptakan dengan kemampuan berfotosintesis.

Asal Usul Ganggang
Teori evolusi berhipotesis bahwa makhluk bersel tunggal mirip tumbuhan, yang asal usulnya tak bisa dijelaskan, muncul tepat waktu untuk membentuk ganggang. Asal usul ganggang mundur ke waktu yang amat lampau. Demikian lampau sehingga fosil bekas-bekas ganggang berumur 3,1 hingga 3,4 milyar tahun telah ditemukan. Yang menarik adalah bahwa tiada perbedaan struktural antara makhluk hidup yang luar biasa kuno ini dan spesimen yang masih hidup saat ini. Sebuah artikel yang diterbitkan Science News mengatakan:
Ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth membuat ulasan berikut ini tentang struktur rumit yang disebut ganggang "kuno:"
Fosil-fosil tertua yang sejauh ini telah ditemukan adalah benda-benda yang memfosil di dalam mineral dan tergolong ganggang biru-hijau, berumur 3 miliar tahun lebih. Betapa pun sederhananya, ganggang masih menyajikan bentuk kehidupan yang amat rumit dan tersusun secara piawai . 341
Para ahli biologi evolusi menganggap bahwa seiring dengan waktu ganggang itu memunculkan tetumbuhan laut lainnya dan berpindah ke darat sekitar 450 juta tahun yang lalu. Akan tetapi, sama seperti skenario peralihan hewan dari air ke darat, gagasan bahwa tumbuhan beralih dari air ke darat adalah sebuah khayalan lagi. Kedua skenario ini tidak benar dan tidak selaras. Buku-buku evolusionis seperti biasa mencoba memberikan penjelasan masalah ini dengan ulasan yang mencengangkan dan tak ilmiah seperti "ganggang dengan suatu cara beralih ke darat dan menyesuaikan diri." Namun, ada rintangan-rintangan besar yang membuat peralihan ini mustahil. Mari kita lihat sekilas yang terpenting di antaranya:
1- Bahaya mengering. Bagi tumbuhan yang hidup di air agar bisa hidup di darat, permukaannya terlebih dahulu harus terlindungi dari kehilangan air. Jika tidak, tumbuhan mengering. Tumbuhan darat diberi sistem-sistem khusus untuk melindunginya dari kejadian ini. Ada rincian-rincian penting dalam sistem-sistem itu. Misalnya, perlindungan ini harus sedemikian sehingga gas-gas penting seperti oksigen dan karbon dioksida dapat keluar-masuk tumbuhan secara bebas. Pada saat bersamaan, mencegah penguapan sangat penting. Jika tak memiliki sistem yang demikian, tumbuhan tak akan dapat menunggu jutaan tahun untuk mengembangkannya. Dalam keadaan demikian, tumbuhan akan segera mengering dan mati.
2- Makanan: Baik fosil ganggang biru-hijau dan bakteri dari 3,4 miliar tahun telah ditemukan di batu karang dari Afrika Selatan. Yang lebih merangsang minat adalah [fosil] ganggang pleurocapsalean ternyata hampir serupa dengan ganggang pleurocapsalean masa kini di tingkat keluarga dan bahkan mungkin di tingkat genetis. 342 Tumbuhan laut mengambil air dan mineral yang dibutuhkan secara langsung dari air tempat tinggalnya. Oleh karena itu, setiap ganggang yang mencoba hidup di darat akan mendapat masalah dengan makanan. Ganggang tidak akan bertahan hidup tanpa memecahkan masalah ini.
3- Reproduksi: Ganggang, dengan umur hidupnya yang pendek, tak berkesempatan berkembang biak di darat, karena, seperti dalam semua fungsinya, ganggang juga menggunakan air untuk menyebarkan sel-sel reproduktifnya. Supaya bisa berkembang biak di darat, ganggang harus bersel reproduktif yang banyak sebagaimana yang dimiliki oleh tumbuhan darat, dan dilindungi oleh lapisan pelindung sel. Jika tidak memiliki lapisan ini, setiap ganggang yang beralih ke darat tak akan bisa melindungi sel reproduktifnya dari bahaya.

Alga yang berenang bebas di lautan
.
4- Perlindungan dari oksigen: Setiap ganggang yang beralih ke darat harus mengambil oksigen dalam bentuk terurai hingga saat peralihan itu. Menurut skenario evolusionis, kini ganggang harus mengambil oksigen dalam bentuk yang belum pernah ditemuinya, dengan kata lain, langsung dari atmosfer. Seperti yang kita ketahui, dalam keadaan biasa, oksigen di atmosfer berpengaruh meracuni bagi senyawa organik. Makhluk hidup darat memiliki sistem yang mencegahnya terkena bahaya ini. Namun, ganggang adalah tumbuhan laut, yang berarti tidak memiliki enzim yang menjaganya dari pengaruh membahayakan oksigen. Jadi, seketika beralih ke darat, mustahil bagi ganggang menghindari pengaruh ini. Tidak juga ada kesempatan menunggu sistem seperti itu berkembang karena ganggang tak akan bisa bertahan hidup di darat cukup lama sampai sistem terbentuk.
Masih ada alasan lain mengapa pernyataan bahwa ganggang beralih dari laut ke darat tidak selaras—yaitu, ketiadaan pendorong alamiah yang membuat peralihan itu diperlukan. Bayangkanlah lingkungan alamiah ganggang 450 juta tahun yang lalu. Air laut menyediakan lingkungan ideal bagi ganggang. Misalnya, air menjauhkan dan melindunginya dari panas yang berlebih, dan menyediakan semua mineral yang dibutuhkan. Dan, pada saat bersamaan, ganggang bisa menyerap sinar matahari untuk dipakai dalam fotosintesis dan membuat karbohidrat (gula dan zat tepung) sendiri dengan karbon dioksida yang terlarut di air. Karena alasan ini, tidak ada yang kurang bagi ganggang di lautan, dan oleh karena itu, tak ada alasan beralih ke darat, tempat tak ada "keuntungan selektif" baginya, sebagaimana diistilahkan evolusionis.
Semua ini menunjukkan hipotesis evolusionis bahwa ganggang naik ke darat dan membentuk tumbuhan darat sama sekali tak ilmiah.
Tanaman dari Zaman Jura ini, kira-kira berumur 180 juta tahun, muncul dengan struktur uniknya sendiri, dan tanpa moyang yang mendahuluinya (Kanan)
Tanaman yang berumur 300 juta tahun dari akhir Zaman Karbon ini tak berbeda dari spesimen yang tumbuh sekarang.(Tengah)

Fosil species Archaefructus yang berumur 140 juta tahun ini adalah fosil angiosperma (tumbuhan berbunga) tertua yang diketahui. Tumbuhan ini berstruktur tubuh, bunga, dan buah yang sama dengan tetumbuhan yang hidup saat ini.

Asal Usul Angiospermae

Ketika kita meneliti sejarah fosil dan ciri-ciri struktural tetumbuhan yang hidup di darat, gambaran lain yang tidak sesuai dengan ramalan evolusionis muncul. Tiada satu fosil pun membenarkan bahkan satu saja cabang "pohon evolusi" tumbuhan yang Anda lihat pada hampir setiap buku pegangan biologi. Sebagian besar tumbuhan memiliki bekas-bekas yang berlimpah dalam catatan fosil, namun tidak satu pun fosil adalah bentuk peralihan antara satu dan lain spesies. Semua diciptakan khusus dan dari awal sebagai spesies yang sepenuhnya tersendiri, dan tiada kaitan evolusi di antara spesies. Sebagaimana diakui ahli paleontologi evolusi, EC Olson, "Banyak kelompok baru tumbuhan dan hewan muncul tiba-tiba, kelihatannya tanpa moyang yang dekat." 343
Ahli botani Chester A. Arnold, yang mengkaji fosil tumbuhan di University of Michigan, membuat ulasan berikut ini:
Telah lama diharapkan bahwa tetumbuhan yang punah pada akhirnya akan mengungkapkan sebagian tahap yang dilalui kelompok-kelompok yang kini ada selama perjalanan perkembangannya, tetapi harus diakui secara terbuka bahwa idam-idaman ini telah dipenuhi sampai ke taraf yang amat sedikit, meskipun penelitian paleobotani telah mengalami kemajuan selama lebih dari seratus tahun. 344
Arnold mengakui bahwa paleobotani (ilmu pengetahuan tentang fosil tumbuh-tumbuhan) tak menghasilkan apa-apa yang mendukung evolusi: "Kami belum bisa melacak sejarah filogenetis satu pun kelompok tumbuhan masa dari awalnya hingga saat ini." 345

Fosil paku-pakuan dari Zaman Karbon ini ditemukan di daerah Jerada, Maroko. Yang menarik adalah fosil ini, yang berumur 320 juta tahun, mirip dengan paku-pakuan yang ada sekarang.
Penemuan-penemuan fosil yang paling jelas membantah pernyataan-pernyataan tentang evolusi tumbuhan adalah fosil-fosil tumbuhan berbunga, atau angiospermae. Tetumbuhan ini dibagi menjadi 43 keluarga (famili), masing-masing muncul tiba-tiba, tanpa jejak "bentuk peralihan" sederhana apa pun sebelumnya dalam catatan fosil. Hal ini disadari pada abad ke-19, dan karena itu, Darwin melukiskan asal usul angiospermae sebagai "teka-teki yang mengerikan." Semua penelitian yang dilakukan sejak masa Darwin sekadar menaikkan tingkat kegelisahan yang ditimbulkan teka-teki ini. Di dalam bukunya The Paleobiology of Angiosperm Origins (Paleobiologi Asal Usul Angiospermae), ahli paleobotani evolusi NF Hughes membuat pengakuan ini:
… Akan tetapi, dengan beberapa pengecualian rincian, kegagalan menemukan penjelasan yang memuaskan masih terjadi, dan banyak ahli botani telah menyimpulkan bahwa masalah ini tak bisa dicari pemecahannya dengan memanfaatkan petunjuk fosil. 346
Di dalam bukunya The Evolution of Flowering Plants (Evolusi Tetumbuhan Berbunga), Daniel Axelrod mengatakan hal ini tentang asal usul tetumbuhan berbunga:
Kelompok moyang yang memunculkan angiospermae belum ditemukan di dalam catatan fosil, dan tak satu jua angiospermae hidup menunjuk ke kaitan moyang sedemikian." 347
Semua ini membawa kita hanya ke satu kesimpulan: seperti semua makhluk hidup, tetumbuhan juga diciptakan. Dari saat kali pertama diciptakan, semua mekanisme tetumbuhan telah ada dalam bentuk akhir dan lengkap. Istilah-istilah seperti "perkembangan seiring dengan waktu," "perubahan-perubahan yang bergantung pada kebetulan," dan "penyesuaian-penyesuaian yang muncul sebagai akibat kebutuhan," yang ditemukan orang dalam kepustakaan evolusionis, tak memiliki kebenaran sama sekali dan secara ilmiah tak bermakna.




KERUMITAN TAK TERURAIKAN

Salah satu konsep terpenting yang harus dipakai seseorang ketika mempertanyakan teori Darwinis sesuai dengan penemuan-penemuan ilmiah adalah, tak diragukan, syarat yang dipakai Darwin sendiri. Di dalam buku The Origin of Species, Darwin meletakkan sejumlah syarat nyata yang menganjurkan cara menguji dan, jika diinginkan, membantah teorinya. Banyak kalimat di dalam bukunya dimulai dengan, "Jika teori saya benar," dan di dalamnya Darwin menguraikan penemuan-penemuan yang dibutuhkan teorinya. Salah satu syarat terpenting menyangkut fosil-fosil dan "bentuk-bentuk peralihan." Dalam bab-bab sebelumnya, kita telah mempelajari bagaimana ramalan-ramalan Darwin ini tidak terwujud, dan bagaimana, sebaliknya, catatan fosil membantah sepenuhnya Darwinisme.
Di samping itu, Darwin memberikan satu lagi syarat sangat penting untuk menguji teorinya. Syarat ini begitu penting, tulis Darwin, sehingga dapat menyebabkan teorinya mutlak runtuh:
Jika dapat dibuktikan bahwa ada organ rumit apa saja, yang tak mungkin terbentuk melalui perubahan-perubahan yang banyak, berlanjut, dan sedikit-sedikit, teori saya akan mutlak runtuh. Namun, saya tak mampu menemukan yang demikian. 348
Kita harus menguji maksud Darwin di sini dengan sangat hati-hati. Seperti kita ketahui, Darwinisme menjelaskan asal usul kehidupan dengan dua mekanisme alam yang tak sadar: seleksi alam dan perubahan acak (dengan kata lain, mutasi). Menurut teori Darwinis, kedua mekanisme ini membawa kepada kemunculan struktur rumit sel hidup dan sistem-sistem anatomis makhluk hidup yang rumit, seperti mata, telinga, sayap, paru-paru, sonar kelelawar, serta jutaan rancangan sistem rumit lainnya.
Akan tetapi, bagaimana sistem-sistem ini, yang berstruktur luar biasa rumitnya, dapat dianggap hasil dua pengaruh alamiah yang tak sadar? Di sini, konsep yang diterapkan Darwinisme adalah konsep "keteruraian." Dikatakan bahwa semua sistem ini bisa diuraikan hingga keadaan yang amat dasar, dan karena itu berkembang secara bertahap. Setiap tahap memberi makhluk hidup sedikit tambahan kelebihan, dan karena itu, dipilih oleh seleksi alam. Lalu, belakangan, akan ada perkembangan kecil lain yang kebetulan, dan perkembangan itu juga disukai karena memberikan sebuah keuntungan, dan proses akan terus berlanjut dengan cara ini. Berkat proses ini, menurut pernyataan Darwinis, suatu spesies yang aslinya tak bermata akan bermata sempurna, dan spesies lain yang awalnya tak bisa terbang, akan menumbuhkan sayap dan bisa terbang.
Cerita ini dituturkan dengan cara yang sangat meyakinkan dan masuk akal di dalam buku-buku evolusionis. Tetapi, ketika orang membacanya lebih cermat, kekeliruan besar tampak. Segi pertama kekeliruan ini adalah masalah yang telah kita pelajari pada halaman-halaman sebelumnya buku ini. Mutasi bersifat merusak, bukan membangun. Dengan kata lain, mutasi acak yang terjadi pada makhluk hidup tidak memberikan "keuntungan" apa-apa bagi makhluk itu, dan lebih jauh lagi, gagasan bahwa makhluk hidup bermutasi ribuan kali, satu demi satu, adalah mimpi yang bertentangan dengan semua pengamatan ilmiah.
Namun, masih ada segi sangat penting lain dari kekeliruan ini. Teori Darwinis mensyaratkan masing-masing tahap dari satu titik ke titik lainnya harus "menguntungkan". Dalam sebuah proses evolusi dari A ke Z (misalnya, dari makhluk tak bersayap menjadi bersayap), semua tahap "peralihan" B, C, D, …V, W, X, dan Y haruslah memberikan keuntungan bagi makhluk bersangkutan. Karena tidak mungkin bagi seleksi alam dan mutasi secara sadar menentukan terlebih dulu sasaran-sasarannya, keseluruhan teori didasarkan pada hipotesis bahwa sistem-sistem hidup dapat diuraikan menjadi sifat-sifat kecil yang bisa ditambahkan ke organisme sedikit demi sedikit, setiap kali memberikan sedikit keuntungan selektif. Itulah mengapa Darwin mengatakan, "Jika dapat dibuktikan bahwa ada organ rumit apa saja, yang tak mungkin terbentuk melalui perubahan-perubahan yang banyak, berlanjut, dan sedikit-sedikit, teori saya akan mutlak runtuh."
Dengan taraf ilmu pengetahuan abad ke-19 yang masih sederhana, Darwin mungkin berpikir bahwa makhluk-makhluk hidup berstruktur yang teruraikan. Tetapi, penemuan-penemuan abad ke-20 telah menunjukkan bahwa banyak sistem dan organ pada makhluk hidup tak bisa diuraikan. Kenyataan ini, disebut "kerumitan yang tak teruraikan," dengan telak meruntuhkan Darwinisme, sebagaimana dikhawatirkan oleh Darwin sendiri.

Flagel Bakteri
Orang terpenting yang membawa konsep kerumitan tak teruraikan ke latar depan agenda ilmiah adalah ahli biokimia Michael J. Behe dari Lehigh University, Amerika Serikat. Di dalam bukunya Darwin's Black Box: The Biochemical Challenge to Evolution (Kotak Hitam Darwin: Tantangan Biokimiawi terhadap Evolusi), yang diterbitkan pada tahun 1996, Behe meneliti struktur rumit tak teruraikan sel dan sejumlah struktur biokimia lainnya, dan mengungkapkan bahwa semua itu mustahil dijelaskan oleh evolusi. Menurut Behe, penjelasan sejati tentang kehidupan adalah rancangan cerdas.
Buku Behe adalah sebuah pukulan telak bagi Darwinisme. Malahan, Peter van Inwagen, profesor filsafat dari University of Notre Dame, menekankan pentingnya buku ini dengan cara berikut:
Jika kaum Darwinian menanggapi buku penting ini dengan mengabaikan, menyalah-artikan, atau mencemoohkannya, hal itu akan menjadi petunjuk yang menyokong kecurigaan luas saat ini bahwa Darwinisme berfungsi lebih sebagai sebuah ideologi daripada teori ilmiah. Jika mereka berhasil menjawab pandangan-pandangan Behe, hal itu akan menjadi petunjuk penting yang menyokong Darwinisme. 349
Salah satu contoh menarik kerumitan tak teruraikan yang diberikan Behe di dalam bukunya adalah flagel bakteri. Flagel adalah organ mirip cambuk yang digunakan sebagian bakteri untuk bergerak di dalam lingkungan cair. Organ ini tertanam pada membran sel, dan memungkinkan bakteri bergerak ke arah yang dipilih dengan laju tertentu.
Para ilmuwan telah cukup lama mengenal flagel. Akan tetapi, struktur rincinya, yang hanya muncul pada akhir dasawarsa ini, datang sebagai kejutan besar bagi mereka. Telah ditemukan bahwa flagel bergerak dengan "motor organik" yang sangat rumit, bukan dengan mekanisme getar sederhana seperti yang diyakini sebelumnya. Mesin mirip baling-baling ini dibangun atas azas-azas mekanis yang sama dengan motor listrik. Ada dua bagian utama: bagian bergerak ("rotor") dan bagian bergeming ("stator").
Sebuah motor listrik–tetapi bukan dari salah satu perkakas rumah tangga atau kendaraan. Ini yang ada di dalam bakteri. Berkat motor ini, bakteri bisa menggerakkan organ-organ yang disebut "flagel" dan lalu berenang di air. Hal ini diketahui pada tahun 1970 dan sangat mengejutkan dunia ilmiah, sebab organ "rumit tak teruraikan" ini, yang tersusun dari 240 jenis protein, tak bisa dijelaskan dengan mekanisme kebetulan sebagaimana yang diusulkan Darwin.

Flagel bakteri berbeda dengan semua sistem organik yang menghasilkan gerak mekanis. Sel bakteri tidak memanfaatkan cadangan energi yang disimpan sebagai molekul ATP. Tetapi, flagel memiliki sumber energi khusus: bakteri menggunakan energi dari aliran ion yang melewati membran luar selnya. Struktur dalam dari motor ini sangat rumit. Sekitar 240 jenis protein menyusun flagel. Setiap protein berada pada tempat yang tepat. Para ilmuwan telah mengetahui bahwa semua protein ini membawa isyarat untuk menghidupkan dan mematikan motor penggerak, membentuk engsel-engsel untuk memudahkan gerakan di tingkat atom, dan menghidupkan protein-protein lain yang menghubungkan flagel ke membran sel. Model-model yang dibangun untuk merangkum cara kerja sistem ini cukup menggambarkan sifat rumitnya.
Struktur rumit flagel bakteri sendiri saja sudah cukup menghancurkan teori evolusi karena flagel berstruktur rumit yang tak teruraikan. Jika satu molekul pada struktur rumit yang menakjubkan ini hilang, atau cacat, flagel tak akan bekerja maupun berguna bagi bakteri. Flagel harus bekerja secara sempurna dari kali pertama keberadaannya. Fakta ini kembali mengungkapkan kehampaan pernyataan teori evolusi tentang "perkembangan langkah demi langkah." Malah, sejauh ini tak satu pun ahli biologi evolusi berhasil menjelaskan asal usul flagel bakteri walau segelintir orang mencobanya.
Flagel bakteri adalah petunjuk nyata bahwa bahkan pada makhluk yang dianggap "sederhana", ada rancangan yang luar biasa. Sambil manusia mempelajari lebih banyak rinciannya, kian bertambah jelas bahwa organisme-organisme yang dipandang sebagai yang tersederhana oleh para ilmuwan abad ke-19, termasuk Darwin, sebenarnya sama rumitnya dengan organisme-organisme lain.

Rancangan Mata Manusia
Mata manusia adalah sistem yang sangat rumit yang mencakup penggabungan halus sekitar 40 komponen terpisah. Amatilah satu saja dari komponen-komponen ini: misalnya, lensa. Kita biasanya tidak menyadari, namun yang membuat kita mampu melihat benda-benda dengan jelas adalah penyesuaian otomatis terus-menerus fokus lensa. Jika Anda kehendaki, Anda bisa melakukan sebuah percobaan kecil tentang hal ini: acungkan jari telunjuk Anda. Pandanglah ujung jari Anda, lalu pandanglah dinding di belakangnya. Setiap kali mengalihkan pandangan dari jari ke dinding, Anda akan merasakan suatu penyesuaian.
Penyesuaian ini dilakukan oleh otot-otot kecil di sekitar lensa. Setiap kali kita melihat pada sesuatu, otot-otot ini akan bekerja dan membuat kita mampu melihat dengan jelas apa yang sedang kita pandangi lewat mengubah-ubah ketebalan lensa dan menempatkannya pada sudut yang tepat terhadap cahaya. Lensa melakukan pengaturan ini setiap detik dalam kehidupan kita, dan tak pernah membuat kesalahan. Para fotografer melakukan pengaturan yang sama pada kamera mereka dengan tangan, dan kadang-kadang menemui kesulitan mendapatkan fokus yang tepat. Selama 10 sampai 15 tahun terakhir, teknologi maju telah menghasilkan kamera yang bisa memfokus otomatis, namun tiada kamera yang bisa memfokus secepat dan sebaik mata.
Supaya mata dapat melihat, ke-40 atau lebih komponen dasar yang menyusunnya harus ada pada saat bersamaan dan bekerjasama dengan sempurna. Lensa hanyalah salah satunya. Jika semua komponen lain, seperti kornea, selaput pelangi, orang-orangan, retina, dan otot-otot mata, semuanya hadir dan berfungsi sebagaimana mestinya, namun hanya kelopak mata yang tidak ada, maka mata akan segera mengalami kerusakan yang parah dan berhenti menjalankan fungsinya. Dengan cara serupa, jika semua subsistem ada, tetapi produksi air mata terhenti, maka mata akan mengering dan menjadi buta dalam beberapa jam.
Pernyataan teori evolusi tentang "keteruraian" kehilangan semua maknanya di hadapan struktur mata yang pelik. Alasannya adalah, agar mata bisa berfungsi, semua komponennya harus ada pada saat bersamaan. Tentunya, mustahil bagi mekanisme seleksi alam dan mutasi memunculkan lusinan subsistem mata jika tidak memberikan keuntungan sampai subsistem terakhir terwujud. Profesor Ali Demirsoy menerima kebenaran ini dengan mengatakan:
Agak sulit menjawab keberatan yang ketiga. Bagaimanakah mungkin bagi sebuah organ rumit muncul tiba-tiba meskipun membawa manfaat? Misalnya, bagaimanakah lensa, retina, syaraf penglihatan, dan semua bagian lain pada vertebrata yang berperan penting dalam penglihatan, tiba-tiba muncul? Karena seleksi alam tak bisa memilih secara terpisah antara syaraf penglihatan dan retina. Perkembangan yang bersamaan segenap struktur penglihatan tak bisa dielakkan. Karena bagian-bagian yang berkembang secara terpisah tak bisa digunakan, bagian-bagian ini akan tanpa makna, dan juga mungkin lenyap seiring dengan waktu. Pada saat bersamaan, perkembangan semua bagian secara bersama-sama membutuhkan penyatuan peluang-peluang yang kecilnya terbayangkan. 350
Yang dimaksud dengan "peluang-peluang yang kecilnya tak terbayangkan" oleh Profesor Ali Demirsoy adalah pada dasarnya sebuah "kemustahilan." Jelas, sebuah kemustahilan bagi mata menjadi hasil kebetulan. Darwin juga menghadapi kesulitan besar dalam hal ini, dan mengakui, "Saya ingat betul saat-saat pikiran tentang mata membuat saya menggigil di sekujur tubuh." 351

Mata manusia bekerja dengan berfungsinya bersama-sama sekitar 40 bagian berbeda. Jika satu saja bagian tidak ada, mata tak akan berfungsi. Masing-masing dari 40 bagian ini berstruktur rumit. Misalnya, retina di belakang mata, tersusun dari 11 lapisan (kanan atas), masing-masing berfungsi tersendiri. Teori evolusi tak bisa menjelaskan perkembangan organ rumit seperti ini.

Di dalam The Origin of Species, Darwin mengalami sebuah kesulitan besar di hadapan rancangan rumit mata. Satu-satunya pemecahan yang diperolehnya adalah menunjuk ke struktur mata yang lebih sederhana yang ditemukan pada beberapa makhluk hidup sebagai asal usul mata rumit yang ditemukan pada makhluk lainnya. Ia berhipotesis bahwa mata yang lebih rumit berkembang dari mata yang lebih sederhana. Akan tetapi, pernyataan ini tidak mencerminkan kebenaran. Paleontologi menunjukkan bahwa makhluk-makhluk hidup muncul di bumi dengan struktur utuh yang sangat rumit. Sistem penglihatan tertua yang dikenal adalah mata trilobita. Struktur mata majemuk yang berumur 530 juta tahun ini, yang kita singgung pada bab sebelumnya, adalah sebuah "keajaiban penglihatan" yang bekerja dengan sistem lensa ganda. Fakta ini sama sekali membantah anggapan Darwin bahwa mata rumit berevolusi dari mata "sederhana."

Struktur tak Teruraikan dari Mata "Sederhana"
Tetap dikatakan bahwa organ-organ yang digambarkan Darwin sebagai mata "sederhana" sebenarnya berstruktur rumit dan tak teruraikan yang tak akan pernah bisa dijelaskan dengan ketaksengajaan. Bahkan pada bentuk yang tersederhana pun, untuk bisa melihat, sebagian sel makhluk hidup harus peka terhadap cahaya—yakni, sel-sel itu perlu memiliki kemampuan menghantarkan kepekaan terhadap cahaya ini menjadi isyarat-isyarat listrik; suatu jaringan syaraf dari sel-sel ini menuju otak haruslah ada; dan sebuah pusat penglihatan di otak untuk mengolah informasi harus terbentuk. Sangat tak beralasan jika mengusulkan bahwa semua ini mewujud secara kebetulan, pada saat bersamaan, dan pada makhluk hidup yang sama. Di dalam bukunya yang ditulis untuk membela teori evolusi, Evrim Kurami ve Bagnazlik (Teori Evolusi dan Kefanatikan), penulis evolusionis Cemal Yildirim mengakui fakta ini sebagai berikut:
Sejumlah besar mekanisme harus bekerjasama demi penglihatan: sebagaimana mata dan mekanisme-mekanisme di dalamnya, kita bisa menyebutkan hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan mata. Bagaimanakah penciptaan sistem yang rumit ini terjadi? Menurut ahli biologi, tahap pertama kemunculan mata selama proses evolusi adalah lahirnya suatu daerah kecil yang peka cahaya di permukaan kulit beberapa makhluk hidup sederhana. Namun, keuntungan apakah yang bisa diberikan oleh perkembangan kecil ini bagi makhluk hidup dalam seleksi alam? Sama dengan ini, diperlukan suatu pusat penglihatan yang terbentuk di otak dan sebuah sistem syaraf yang terhubung dengannya. Selama mekanisme yang amat rumit ini tidak saling terhubung, kita tak bisa mengharapkan yang kita sebut "penglihatan" mewujud. Darwin percaya bahwa variasi terjadi secara kebetulan. Jika ini masalahnya, tidakkah kemunculan semua variasi yang dibutuhkan penglihatan di berbagai bagian tubuh organisme pada saat bersamaan dan bekerja bersama menjadi teka-teki yang ajaib?... Akan tetapi, sejumlah perubahan yang saling melengkapi dan bekerjasama secara serasi dan saling membantu dibutuhkan demi penglihatan… Beberapa mata moluska memiliki retina, kornea, dan sebuah lensa dari jaringan selulosa sama seperti mata kita. Sekarang, bagaimanakah bisa kita menjelaskan proses evolusi dari dua jenis yang sangat berbeda ini dengan serangkaian peristiwa kebetulan hanya karena seleksi alam? Menjadi bahan perdebatan apakah Darwinis mampu memberikan sebuah jawaban yang memuaskan bagi pertanyaan ini…352
Masalah ini begitu besar dari sudut pandang evolusionis sehingga semakin kita cermati rincian-rinciannya, semakin parah kebingungan yang dialami teori ini. Satu "rincian" penting yang perlu ditelaah adalah pernyataan tentang "sel yang menjadi peka terhadap cahaya." Kaum Darwinis menjelaskan hal ini dengan mengatakan,"Penglihatan mungkin dimulai oleh satu sel yang menjadi peka terhadap cahaya." Namun, rancangan seperti apakah yang diharapkan dimiliki struktur seperti itu?

Proses Kimiawi Penglihatan
Di dalam bukunya Darwin's Black Box, Michael Behe menekankan bahwa struktur sel hidup dan semua sistem biokimia lainnya merupakan "kotak hitam" yang tak diketahui bagi Darwin dan orang-orang yang sezaman dengannya. Darwin menganggap bahwa kotak-kotak hitam ini berstruktur sangat sederhana dan dapat mewujud secara kebetulan. Akan tetapi, saat ini, biokimia mutakhir telah membuka kotak-kotak hitam ini dan mengungkapkan struktur rumit kehidupan yang tak teruraikan. Behe menyatakan bahwa ulasan-ulasan Darwin tentang lahirnya mata terlihat begitu meyakinkan karena taraf ilmu pengetahuan abad ke-19 yang masih sederhana:
Darwin meyakinkan sebagian besar orang bahwa mata yang maju berevolusi perlahan-lahan dari struktur yang lebih sederhana, namun tidak berupaya menjelaskan di mana titik awalnya—daerah peka cahaya yang agaknya sederhana—berasal. Sebaliknya, Darwin mengabaikan pertanyaan tentang asal usul paling awal mata… Ia beralasan kuat menolak pertanyaan ini, sebab, sepenuhnya di luar jangkauan ilmu pengetahuan abad ke-19. Cara mata bekerja—yakni, apakah yang terjadi ketika sebutir foton cahaya kali pertama mencapai retina—tak bisa diterangkan saat itu. 353
Jadi, bagaimanakah sebenarnya sistem ini, yang disamarkan Darwin sebagai sebuah struktur sederhana, bekerja? Bagaimanakah sel-sel pada lapisan retina mata mengesani berkas cahaya yang jatuh padanya?
Jawaban pertanyaan ini amat pelik. Ketika mengenai sel-sel retina, foton-foton membangkitkan aksi berantai, yang agak mirip sebuah efek domino. Kartu domino pertama adalah molekul yang disebut "11-cis-retinal" yang peka terhadap foton. Ketika terkena foton, molekul ini berubah bentuk, yang lalu mengubah bentuk sebuah protein yang disebut "rodopsin" yang terikat kuat kepadanya. Rodopsin mengambil bentuk yang memungkinkannya melekat ke protein diam lain di dalam sel yang disebut "transdusin."
Sebelum bereaksi dengan rodopsin, transdusin terikat ke molekul yang disebut GDP. Ketika berhubungan dengan rodopsin, transdusin melepaskan molekul GDP dan terikat ke molekul baru yang disebut GTP. Itulah mengapa susunan baru yang mengandung dua protein (rodopsin dan transdusin) dan sebuah molekul kecil (GTP) disebut "GTP-transdusin-rodopsin."
Tetapi, prosesnya baru saja dimulai. Susunan baru GTP-transdusin-rodopsin kini bisa dengan cepat terikat ke protein lain yang tinggal di dalam sel yang disebut "fosfodiesterase." Senyawa ini membuat protein fosfodiesterase mampu memotong molekul lain di dalam sel yang disebut cGMP. Karena proses ini terjadi pada jutaan protein di dalam sel, kadar cGMP mendadak menurun.
Bagaimanakah semua ini membantu penglihatan? Unsur terakhir dari reaksi berantai ini memberikan jawabannya. Penurunan kadar cGMP mempengaruhi saluan-saluran ion di dalam sel. Yang disebut saluran ion adalah suatu struktur yang tersusun dari protein-protein yang mengatur jumlah ion natrium di dalam sel. Dalam keadaan normal, saluran ion membiarkan ion natrium masuk ke sel sementara molekul lain melepaskan kelebihannya untuk menjaga keseimbangan. Ketika jumlah molekul cGMP menurun, jumlah ion natrium ikut menurun. Ini menyebabkan ketakseimbangan muatan di seluruh membran, yang merangsang sel syaraf yang terhubung ke sel, membentuk yang kita sebut "impuls listrik." Syaraf membawa impuls ini ke otak dan "melihat" terjadi di sana. 354
Singkatnya, sebutir foton membentur satu sel, dan lewat sederetan reaksi berantai, sel menghasilkan impuls listrik. Kekuatan rangsangan ini dipengaruhi oleh energi foton—yakni, tingkat terang dari cahaya. Fakta lain yang mengagumkan adalah bahwa semua proses yang sejauh ini diuraikan terjadi tak lebih dari satu milidetik. Segera setelah reaksi berantai ini selesai, protein-protein khusus lain di dalam sel mengubah unsur-unsur seperti 11-cis-retinal, rodopsin, dan transdusin kembali ke keadaan awalnya. Mata terus-menerus berada di bawah siraman foton, dan reaksi-reaksi berantai di dalam sel-sel mata yang peka membuatnya mampu mengenali setiap foton.
Proses melihat sebenarnya jauh lebih rumit daripada garis besar yang dituliskan di sini. Akan tetapi, bahkan uraian sesingkat ini sudah cukup menunjukkan sifat luar biasa sistem ini. Ada rancangan yang sangat rumit dan cermat pada mata yang membuat tak masuk akal pernyataan bahwa sistem seperti ini bisa muncul secara kebetulan. Sistem ini berstruktur yang sama sekali tak teruraikan. Jika satu saja dari banyak bagian molekuler yang terlibat dalam reaksi berantai ini hilang, atau tak berstruktur yang tepat, maka sistem ini tak akan berfungsi sama sekali.
Jelaslah bahwa sistem ini melontarkan pukulan telak terhadap penjelasan kehidupan karena "kebetulan"-nya Darwin. Michael Behe mengulas yang berikut tentang proses kimiawi mata dan teori evolusi:
Kini setelah kotak hitam penglihatan terbuka, sudah tidak memadai bagi penjelasan evolusi yang setaraf itu memikirkan hanya struktur anatomis keseluruhan mata, sebagaimana dilakukan Darwin di abad ke-19 (dan seperti yang diteruskan oleh para penganjur nevolusi hari ini). Masing-masing langkah dan struktur anatomis yang dikira Darwin demikian sederhana sebenarnya melibatkan proses biokimia yang menggetarkan rumitnya yang tidak bisa ditutupi kata-kata muluk. 355
Struktur mata yang rumit tak teruraikan tak hanya dengan tegas membantah teori Darwinis, tetapi juga menunjukkan bahwa kehidupan diciptakan dengan rancangan yang hebat.

Mata Udang Karang
Ada banyak jenis mata di dunia kehidupan. Kita terbiasa dengan mata jenis kamera pada vertebrata. Struktur ini bekerja dengan azas pembiasan cahaya yang jatuh ke lensa dan dipusatkan ke satu titik di belakang lensa di bagian dalam mata.
Akan tetapi, mata yang dimiliki oleh makhluk-makhluk lain bekerja dengan cara yang sangat berbeda. Satu contohnya adalah udang karang. Mata udang karang bekerja dengan azas pemantulan, bukan pembiasan.
Sifat paling mengagumkan dari mata udang karang adalah permukaannya, yang tersusun dari banyak persegi. Sebagaimana ditunjukkan di dalam gambar, persegi-persegi ini ditempatkan dengan sangat teliti. Sebagaimana diulas seorang astronom di dalam Science: "Udang karang adalah hewan paling tidak bersudut yang pernah saya lihat. Namun, di bawah mikroskop, sebiji mata udang karang terlihat bagaikan kertas grafik* yang sempurna." 356 (Catatan: kertas grafik berisi kumpulan persegi sama luas; biasa dipakai menggambarkan, misalnya, cetakbiru suatu rancangan).
Persegi-persegi yang tersusun rapi ini sebenarnya ujung dari tabung-tabung persegi halus yang membentuk sebuah struktur mirip sarang lebah. Pada pandangan sekilas, sarang lebah tampak seperti tersusun dari astakona (segi delapan), meskipun sebenarnya itu sisi depan prisma-prisma astakona. Pada mata udang karang, persegi menggantikan astakona.
Malah yang lebih merangsang keingintahuan adalah sisi-sisi setiap tabung persegi ini bagaikan cermin-cermin yang memantulkan cahaya masuk. Cahaya yang terpantulkan ini dipusatkan ke retina dengan sempurna. Sisi tabung-tabung di dalam mata disisipkan pada sudut-sudut yang tepat sehingga semuanya memusat ke satu titik.
Mata udang karang tersusun dari banyak persegi. Persegi-persegi yang tersusun rapi ini sebenarnya ujung dari tabung-tabung persegi halus. Sisi-sisi tiap tabung persegi ini bagaikan cermin untuk memantulkan cahaya yang datang. Cahaya yang terpantulkan dipusatkan ke retina dengan sempurna. Sisi tabung-tabung di dalam mata disisipkan pada sudut-sudut yang tepat sehingga semuanya memusat ke satu titik.


Sifat luar biasa rancangan sistem ini amat tidak terbantahkan. Semua tabung persegi yang sempurna ini memiliki lapisan yang bekerja bak cermin. Lebih jauh lagi, masing-masing sel ini ditempatkan dengan penyelarasan geometris yang cermat, sehingga semuan memusatkan cahaya ke satu titik.
Michael Land, seorang ilmuwan dan peneliti pada University of Sussex di Inggris, adalah orang pertama yang meneliti struktur mata udang karang secara rinci. Land mengatakan bahwa struktur mata ini memiliki rancangan yang paling menakjubkan. 357
Sudah jelas bahwa rancangan pada mata udang karang menyajikan suatu kesulitan besar bagi teori evolusi. Yang terpenting, struktur ini mencontohkan konsep "kerumitan tak teruraikan." Jika saja salah satu ciri—seperti faset-faset (permukaan) mata, yang berbentuk persegi sempurna, sisi-sisi pantul setiap faset, atau lapisan retina di bagian belakang—dihilangkan, mata tak akan pernah berfungsi. Oleh karena itu, mustahil mengatakan bahwa mata berevolusi tahap demi tahap. Secara ilmiah, tak dapat dibenarkan mendebat bahwa rancangan yang sempurna seperti ini dapat mewujud secara serampangan. Amat jelas bahwa mata udang karang telah diciptakan sebagai sistem yang menakjubkan.
Orang bisa menemukan ciri-ciri lebih jauh mata udang karang yang menihilkan pernyataan-pernyataan evolusionis. Mata pantul, yang salah satu contohnya adalah mata udang karang, ditemukan hanya pada satu kelompok krustasea, yang disebut dekapoda bertubuh panjang. Keluarga ini mencakup udang karang dan udang.
Anggota lain dari kelas Crustacea memperlihatkan "struktur mata bias," yang bekerja dengan azas yang sama sekali berbeda dengan mata pantul. Pada jenis ini, mata tersusun dari ratusan sel seperti sebuah sarang lebah. Tak seperti sel-sel persegi pada mata udang karang, sel-sel ini berbentuk astakona atau bundar. Lebih jauh lagi, bukannya memantulkan cahaya, lensa-lensa kecil di dalam sel membiaskan cahaya ke titik pusat retina.
Sebagian besar krustasea berstruktur mata bias. Menurut anggapan evolusionis, semua makhluk yang termasuk di dalam kelas Crustacea seharusnya telah berevolusi dari moyang yang sama. Oleh karena itu, evolusionis menyatakan bahwa mata pantul telah berevolusi dari mata bias, yang jauh lebih umum di kalangan krustasea dan rancangan yang secara mendasar lebih sederhana.
Akan tetapi, penalaran demikian itu mustahil, sebab kedua struktur mata berfungsi sempurna dengan sistem masing-masing dan tidak menyisakan ruang bagi tahap "peralihan" apa pun. Seekor krustasea akan tanpa penglihatan dan tersisihkan oleh seleksi alam jika lensa bias harus dihilangkan dan digantikan permukaan pantul.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa kedua struktur mata ini dirancang dan diciptakan secara terpisah. Ada kecermatan geometris yang demikian canggih pada kedua mata ini sehingga menimbang-nimbang peluang "kebetulan" sekadar menggelikan.

Rancangan pada Telinga
Contoh menarik lainnya dari organ rumit yang tak teruraikan pada makhluk hidup adalah telinga manusia.
Sebagaimana diketahui, proses mendengar dimulai dari getaran-getaran di udara. Getaran-getaran ini diperkuat di telinga luar. Penelitian telah menunjukkan bahwa bagian dari telinga luar yang disebut konkha bekerja seperti semacam pengeras suara, dan gelombang suara diperkuat di saluran telinga luar. Dengan cara ini, kekerasan gelombang suara amat meningkat.
Suara yang diperkuat dengan cara ini memasuki saluran telinga luar. Ini adalah daerah dari telinga luar hingga gendang telinga. Satu ciri menarik saluran telinga, yang panjangnya sekitar tiga setengah sentimeter, adalah lilin yang terus-menerus dihasilkannya. Lilin ini mengandung sifat antiseptik yang mencegah bakteri dan serangga masuk. Lebih jauh lagi, sel-sel pada permukaan saluran telinga ini disusun berbentuk spiral yang diarahkan langsung ke luar, sehingga lilin ini selalu mengalir keluar telinga ketika dilepaskan.
Getaran-getaran suara yang melewati saluran telinga dengan cara ini mencapai gendang telinga. Membran ini begitu peka sampai bisa mengenali bahkan getaran-getaran di tingkat molekul. Berkat kepekaan gendang telinga yang sangat hebat, Anda dapat mendengar dengan mudah seseorang yang berbisik-bisik dari beberapa meter jauhnya. Atau mendengar getaran-getaran yang dihasilkan ketika Anda menggesek-gesekkan dua jari secara perlahan. Ciri luar biasa lainnya dari gendang telinga adalah bahwa setelah menerima satu getaran, ia kembali ke keadaan awalnya. Perhitungan-perhitungan telah menyingkapkan bahwa setelah menerima getaran terhalus, gendang telinga kembali bergeming lagi kurang dari 4 milidetik. Jika gendang telinga tidak bergeming secepat itu, setiap suara yang kita dengar akan bergema di telinga kita.
Gendang telinga memperkuat getaran-getaran yang diterimanya, dan mengirimkannya ke daerah tengah telinga. Di sini, ada tiga tulang yang satu sama lain dalam keseimbangan yang sangat peka. Ketiga tulang ini disebut tulang martil, landasan, dan sanggurdi; ketiganya berfungsi memperkuat getaran yang diterima dari gendang telinga.
Namun, telinga tengah juga memiliki semacam "penyangga" untuk mengurangi getaran suara yang sangat tinggi. Fungsi ini dilakukan oleh dua dari otot-otot tubuh terkecil, yang mengendalikan tulang-tulang martil, landasan dan sanggurdi. Otot-otot ini memungkinkan suara yang terlalu keras diredam sebelum mencapai telinga dalam. Berkat mekanisme ini, kita mendengar suara yang cukup keras untuk mengguncang sistem pada tingkat yang telah diredam. Otot-otot ini otot tak sadar, dan bekerja otomatis sedemikian sehingga bahkan jika kita tertidur dan lalu ada suara keras di samping kita, otot-otot ini segera mengerut dan mengurangi kekuatan getaran yang mencapai telinga dalam.
Telinga tengah, yang memiliki rancangan sesempurna ini, perlu mempertahankan sebuah keseimbangan penting. Tekanan udara di dalam telinga tengah harus sama dengan tekanan di luar gendang telinga, yakni, sama dengan tekanan udara atmosfer. Namun, keseimbangan ini telah dipikirkan, dan sebuah saluran antara telinga tengah dan dunia luar yang memungkinkan pertukaran udara telah dibangun. Saluran ini adalah saluran eustakhius, sebuah rongga yang merentang dari telinga dalam sampai rongga mulut.

Telinga Dalam
Yang kita uraikan sejauh ini tampaknya baru mencakup getaran-getaran di telinga luar dan tengah. Getaran terus-menerus dilewatkan, tetapi sejauh ini belum ada sesuatu selain gerakan mekanis. Dengan kata lain, belum ada suara.
Proses tempat gerakan mekanis mulai berubah menjadi suara diawali di dalam daerah yang disebut telinga dalam. Di telinga dalam, ada organ berbentuk spiral yang berisi sejenis cairan. Organ ini disebut rumah siput (kokhlea).

Struktur rumit pada telinga dalam. Pada struktur tulang yang rumit ini, terletak sistem yang menjaga keseimbangan kita dan juga sistem pendengaran yang sangat peka yang mengubah getaran menjadi suara.
Bagian terakhir telinga tengah adalah tulang sanggurdi, yang dihubungkan dengan rumah siput oleh suatu membran. Getaran-getaran mekanis di telinga tengah diteruskan ke cairan di telinga dalam lewat hubungan ini.
Getaran yang mencapai cairan di telinga dalam menimbulkan pengaruh gelombang pada cairan. Dinding-dinding sebelah dalam rumah siput ditutupi oleh struktur-struktur halus mirip rambut, disebut stereosilia, yang peka terhadap pengaruh gelombang. Rambut-rambut halus ini bergerak sesuai dengan gerak cairan. Jika suara keras dipancarkan, maka lebih banyak rambut akan merunduk dengan lebih kuat. Setiap frekuensi berbeda dari dunia luar menimbulkan pengaruh berbeda pada rambut-rambut ini.
Tetapi, apakah arti pergerakan rambut ini? Apakah kaitan gerakan rambut halus pada rumah siput di telinga dalam dengan mendengarkan suatu konser musik klasik, mengenali suara seorang teman, mendengar suara sebuah mobil, atau membedakan jutaan jenis suara lainnya?
Jawabannya sangat menarik, dan sekali lagi mengungkapkan kerumitan rancangan pada telinga. Setiap rambut halus yang menutupi dinding sebelah dalam rumah siput sebenarnya sebuah mekanisme yang berdiri di atas 16 ribu sel rambut. Ketika merasakan sebuah getaran, rambut-rambut ini bergerak dan saling mendorong, mirip seperti kartu domino. Gerakan ini membuka saluran pada membran sel-sel yang terletak di bawah rambut. Dan hal ini memungkinkan arus masuk ion ke dalam sel. Ketika rambut bergerak ke arah yang berlawanan, saluran ini kembali menutup. Maka, gerakan rambut yang terus-menerus menyebabkan perubahan terus-menerus keseimbangan kimiawi pada sel-sel di bawahnya, yang lalu membuat sel-sel menghasilkan isyarat listrik. Isyarat listrik ini diteruskan ke otak oleh syaraf, dan otak lalu mengolahnya, mengubahnya menjadi suara.
Dinding-dinding sebelah dalam rumah siput ditutupi oleh rambut-rambut halus. Rambut-rambut ini bergerak searah dengan gerak gelombang yang terbentuk di cairan pada telinga dalam akibat getaran yang datang dari luar. Dengan cara ini, keseimbangan listrik sel-sel yang melekat ke rambut-rambut itu berubah, dan membentuk isyarat-isyarat yang kita kenali sebagai "suara."

Ilmu pengetahuan masih belum mampu menjelaskan semua rincian teknis sistem ini. Sambil membangkitkan isyarat-isyarat listrik, sel-sel pada telinga dalam juga berhasil menyalurkan frekuensi, kekuatan, dan irama yang datang dari luar. Prosesnya begitu rumit sehingga sejauh ini masih belum dipastikan oleh ilmu pengetahuan apakah sistem pembeda frekuensi terjadi di telinga dalam atau di otak.
Kini, ada fakta menarik yang harus kita pikirkan tentang gerakan rambut halus pada sel-sel telinga dalam. Sejak awal, kami mengatakan bahwa rambut-rambut bergoyang maju-mundur, saling mendorong bak kartu domino. Tetapi, biasanya gerakan rambut-rambut halus ini sangat halus. Penelitian telah menunjukkan bahwa satu gerakan rambut yang sejauh satu atom saja sudah cukup menimbulkan reaksi di dalam sel. Para pakar yang telah meneliti masalah ini memberikan contoh sangat menarik untuk menggambarkan kepekaan rambut-rambut ini: jika kita bayangkan sehelai rambut sama tingginya dengan Menara Eiffel, pengaruh ke sel yang melekat padanya dimulai dengan sebuah gerakan yang sejauh hanya 3 sentimeter dari puncak menara. 358
Sama menariknya adalah pertanyaan berapa sering rambut-rambut halus ini mampu bergerak per detiknya. Kemampuan ini sesuai dengan frekuensi suara. Semakin tinggi, jumlah gerakan rambut-rambut ini mencapai tingkat yang tak terbayangkan: misalnya, suara berfrekuensi 20 MHz menyebabkan rambut-rambut halus ini bergerak 20 ribu kali per detik.
Semua yang telah kita telaah sejauh ini menunjukkan bahwa telinga memiliki sebuah rancangan luar biasa. Pada pengamatan lebih dekat, ternyata rancangan ini rumit tak teruraikan, sebab, untuk bisa mendengar, semua komponen sistem pendengaran mesti ada dan dalam keadaan utuh yang siap bekerja. Hilangkan satu saja—misalnya, tulang martil di telinga tengah—atau rusak strukturnya, dan Anda tidak lagi bisa mendengar apa-apa. Supaya Anda bisa mendengar, beraneka unsur seperti gendang telinga, tulang-tulang martil, landasan, dan sanggurdi, membran telinga dalam, rumah siput, dan cairan di dalam rumah siput, rambut-rambut halus yang meneruskan getaran dari cairan ke sel-sel indera di bawahnya, sel-sel indera itu sendiri, jaringan syaraf yang menghubungkannya ke otak, dan pusat pendengaran di otak semuanya harus ada dalam keadaan utuh yang siap bekerja. Sistem ini tak bisa dikembangkan secara "bertahap" karena tahap-tahap peralihan tak berguna sama sekali.

Asal Usul Telinga Menurut Evolusionis
Sistem rumit yang tak teruraikan pada telinga adalah sesuatu yang tak pernah bisa dijelaskan dengan memuaskan oleh evolusionis. Ketika melihat pada teori-teori yang jarang-jarang diajukan evolusionis, kita akan bertemu dengan sebuah pemikiran yang meremehkan dan dangkal. Misalnya, seorang penulis Veysel Atayman, yang menerjemahkan ke bahasa Turki buku Im Anfang War der Wasserstoff (Awalnya adalah Hidrogen) karya ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth, dan yang telah dihormati sebagai "pakar evolusi" oleh media Turki, merangkum teori "ilmiah" nya tentang asal usul telinga dan petunjuknya sebagai berikut:
Organ pendengaran kita, telinga, muncul sebagai hasil evolusi lapisan-lapisan endoderm dan eksoderm, yang kita sebut kulit. Satu bukti bagi hal ini adalah kita merasakan suara-suara rendah di kulit perut kita! 359
Dengan kata lain, Atayman berpikir bahwa telinga berevolusi dari kulit biasa di bagian lain tubuh kita, dan menganggap penginderaan suara rendah pada kulit kita sebagai buktinya.
Marilah kita terima dulu ‘teori’ Atayman, lalu ‘bukti’ yang diajukannya. Kita baru saja melihat bahwa telinga adalah suatu struktur rumit yang tersusun dari lusinan bagian. Mengatakan bahwa struktur ini muncul melalui "evolusi lapisan kulit" adalah, singkatnya, membangun istana di udara. Mutasi atau pengaruh seleksi alam apakah yang bisa menyebabkan evolusi seperti ini terjadi? Bagian mana dari telinga yang terbentuk pertama? Bagaimanakah bagian itu, sebagai hasil ketaksengajaan, telah dipilih oleh seleksi alam sekalipun tak berfungsi? Bagaimanakah kebetulan melahirkan semua keseimbangan mekanis yang peka pada telinga: gendang telinga, tulang-tulang martil, landasan dan sanggurdi, otot-otot yang mengendalikannya, telinga dalam, rumah siput, cairan di dalamnya, rambut-rambut halus, sel-sel yang peka gerakan, sambungan syarafnya, dan lain-lain?
Tidak ada jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini. Malah, menggagaskan bahwa semua struktur rumit ini hanyalah "kebetulan" sebenarnya sebuah penghinaan atas kecerdasan manusia. Akan tetapi, menurut kata-kata Michael Denton, bagi para Darwinis, "gagasan ini diterima tanpa sekelumit pun keraguan—kerangka berpikir adalah lebih utama!" 360
Di luar mekanisme seleksi alam dan mutasi, evolusionis sangat percaya pada sebuah "tongkat ajaib" yang melahirkan rancangan-rancangan terumit ini secara kebetulan.
"Bukti" yang disediakan Atayman untuk teori khayalan ini malah lebih menarik. Ia mengatakan, "kita merasakan suara-suara rendah di kulit kita adalah buktinya." Yang kita sebut suara sebenarnya terdiri dari getaran-getaran di udara. Karena suatu akibat fisik, getaran tentu saja bisa dirasakan oleh indera peraba kita. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika kita mampu merasakan suara tinggi dan rendah secara fisik. Lebih jauh lagi, suara juga mempengaruhi tubuh secara fisik. Pecahan kaca berkekuatan suara tinggi di dalam ruangan adalah sebuah contohnya. Yang menarik adalah bahwa penulis evolusionis Atayman bisa-bisanya berpikir bahwa akibat-akibat ini bukti evolusi telinga. Jalan pikiran Atayman adalah sebagai berikut: "Telinga merasakan gelombang-gelombang suara, kulit kita terpengaruh oleh getaran-getaran ini, oleh karena itu, telinga berevolusi dari kulit." Jika mengikuti pemikiran Atayman, seseorang juga bisa mengatakan, "Telinga menerima gelombang-gelombang suara, kaca juga terpengaruh oleh gelombang-gelombang ini, oleh karena itu, telinga berevolusi dari kaca." Sekali seseorang meninggalkan batas-batas akal sehat, tiada "teori" yang tak bisa diajukan.
Skenario-skenario lain yang diajukan evolusionis tentang asal usul telinga secara mengherankan bertentangan. Evolusionis menyatakan bahwa semua mamalia, termasuk manusia, berevolusi dari reptil. Tetapi, sebagaimana sudah kita lihat, struktur telinga reptil sangat berbeda dengan mamalia. Semua mamalia berstruktur telinga tengah yang tersusun dari tiga tulang yang baru saja diuraikan di atas, sementara hanya ada satu tulang di telinga tengah semua reptil. Sebagai tanggapan terhadap hal ini, evolusionis menyatakan bahwa empat tulang terpisah pada rahang reptil berubah kedudukan secara kebetulan dan "berpindah" ke telinga tengah, dan juga secara kebetulan berubah menjadi tulang-tulang landasan dan sanggurdi. Menurut skenario khayalan ini, tulang tunggal pada telinga tengah reptil berubah bentuk dan menjadi tulang martil, dan keseimbangan sangat peka di antara ketiga tulang telinga tengah terbentuk secara kebetulan. 361
Pernyataan mencengangkan ini, yang sama sekali tak didasarkan pada penemuan ilmiah (tanpa kaitan apa pun dalam catatan fosil), sangat bertentangan sendiri. Pokok terpenting di sini adalah perubahan khayalan seperti itu akan membuat tuli makhluk hidup. Secara alamiah, makhluk hidup tak bisa terus mendengar jika tulang rahangnya perlahan-lahan memasuki telinga dalamnya. Spesies seperti itu akan dirugikan jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain dan tersisih, menurut yang diyakini oleh evolusionis sendiri.
Di sisi lain, makhluk hidup yang tulang-tulang rahangnya bergerak ke arah telinganya akhirnya akan memiliki rahang yang cacat. Kemampuan mengunyah makhluk seperti itu menurun tajam, dan bahkan hilang sama sekali. Ini juga merugikan makhluk itu, dan berakibat pada ketersisihannya.
Singkatnya, hasil-hasil yang muncul ketika seseorang meneliti struktur-struktur telinga dan asal usulnya tegas-tegas membantah anggapan-anggapan evolusionis. Sebuah buku evolusionis, Grolier Encyclopedia, membuat pengakuan bahwa "asal usul telinga diselubungi oleh ketidakpastian."362 Sebenarnya, setiap orang yang mempelajari sistem pada telinga dengan akal sehat bisa dengan mudah melihat bahwa telinga adalah hasil sebuah penciptaan yang sadar.

Perkembangbiakan Rheobatrachus Silus
Kerumitan tak teruraikan bukanlah satu ciri yang hanya kita lihat pada tingkat biokimiawi atau dalam organ-organ yang rumit. Banyak sistem kehidupan yang dimiliki makhluk-makhluk hidup merupakan kerumitan yang tak teruraikan, dan karena itu membantah teori evolusi. Cara berkembang biak luar biasa Rheobatrachus silus, satu spesies katak yang hidup di Australia, merupakan sebuah contohnya.
Betina-betina spesies ini menggunakan cara yang mengagumkan untuk menjaga telur setelah pembuahan. Para induk ini menelan telur-telurnya. Berudu tinggal dan tumbuh di dalam perut selama enam minggu pertama setelah menetas. Bagaimanakah mungkin berudu bisa tinggal di dalam perut induknya demikian lama tanpa tercernakan?
Sebuah sistem tanpa cela telah diciptakan untuk membuat katak ini mampu melakukannya. Pertama, betina berhenti makan dan minum selama enam minggu itu, yang berarti perut disisihkan hanya untuk berudu-berudu. Akan tetapi, bahaya lain adalah pelepasan berkala asam klorida dan pepsin di dalam perut. Senyawa-senyawa kimia ini biasanya dengan cepat membunuh para cikal-bakal. Akan tetapi, hal ini dicegah dengan perhitungan yang sangat khusus. Cairan-cairan di dalam perut induk dinetralkan oleh zat mirip hormon prostaglandin E2, yang dilepaskan kali pertama oleh cangkang telur dan lalu oleh berudu. Oleh karena itu, sang cikal-bakal tumbuh sehat, meskipun berenang di kolam asam.
Betina dari spesies ini menyembunyikan anaknya di dalam perut selama masa pengeraman, dan lalu melahirkan lewat mulutnya. Tetapi, supaya semua ini bisa terjadi, sejumlah penyesuaian harus dilakukan, semuanya terjadi bersamaan dan tanpa satu pun kesalahan: struktur telur harus disesuaikan, asam lambung harus dinetralkan, dan sang induk harus mampu hidup berminggu-minggu tanpa makan.

Bagaimanakah berudu mencari makan di dalam perut yang kosong? Pemecahan masalah ini tentunya telah juga dipikirkan. Telur-telur spesies ini lebih besar secara menyolok daripada spesies-spesies katak lain, sebab mengandung kuning telur yang amat kaya protein dan cukup memberi makan berudu selama enam minggu. Waktu kelahiran juga dirancang secara sempurna. Kerongkongan katak betina mengembang selama melahirkan, persis seperti vagina mamalia selama persalinan. Setelah sang anak muncul, baik kerongkongan maupun perut kembali ke keadaan sebelumnya, dan si betina mulai mencari makan lagi. 363
Keajaiban sistem perkembangbiakan Rheobatrachus silus terang-terangan membantah teori evolusi, karena keseluruhan sistem ini sebuah kerumitan tak teruraikan. Setiap tahap harus terjadi lengkap supaya katak bisa bertahan. Induk harus menelan telurnya, dan berhenti makan sama sekali selama enam minggu. Telur harus melepaskan zat mirip hormon yang menetralkan asam lambung. Penambahan kuning telur yang lebih kaya protein adalah syarat lainnya. Pelebaran kerongkongan betina tak bisa kebetulan. Jika semua ini gagal terjadi dengan urutan yang benar, katak-katak kecil tak akan bertahan hidup, dan spesies ini akan menghadapi kepunahan.
Oleh karena itu, sistem ini tak mungkin telah berkembang tahap demi tahap, seperti yang dinyatakan teori evolusi. Spesies telah ada dengan seluruh sistemnya utuh sejak anggota-anggota pertamanya terwujud. Cara lain mengatakannya adalah spesies ini diciptakan.

Kesimpulan
Pada bab ini, kita mempelajari hanya sedikit contoh konsep kerumitan tak teruraikan. Sebenarnya, kebanyakan organ dan sistem pada makhluk hidup berciri demikian. Pada tingkat biokimia khususnya, sistem-sistem berfungsi dengan kerjasama sejumlah bagian terpisah dan tak bisa dengan cara apa pun diuraikan menjadi lebih sederhana. Fakta ini membantah Darwinisme, yang mencoba menjelaskan rancangan pada kehidupan oleh kekuatan-kekuatan alamiah. Darwin mengatakan bahwa "Jika dapat dibuktikan bahwa ada organ rumit apa saja, yang tak mungkin terbentuk melalui perubahan-perubahan yang banyak, berlanjut, dan sedikit-sedikit, teori saya akan mutlak runtuh." Saat ini, biologi mutakhir telah mengungkapkan tak terhitung contohnya. Maka, orang hanya bisa menyimpulkan bahwa Darwinisme telah "mutlak" runtuh.
 





EVOLUSI DAN TERMODINAMIKA

Hukum Kedua Termodinamika, yang diterima sebagai salah satu hukum dasar fisika, mengatakan bahwa dalam keadaan wajar, semua sistem yang dibiarkan sendiri cenderung menjadi acak, terurai, dan rusak berbanding lurus dengan jumlah waktu yang berlalu. Segala sesuatu, baik hidup maupun mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai, dan hancur. Inilah akhir yang mutlak yang akan dihadapi oleh semua makhluk dengan satu atau lain cara, dan menurut hukum ini, proses ini tidak bisa dihindari.
Inilah sesuatu yang kita semua telah amati. Misalnya, jika Anda membawa sebuah mobil ke gurun dan meninggalkannya di sana, Anda hampir pasti tidak mengharapkannya dalam keadaan yang lebih baik ketika kembali beberapa tahun kemudian. Sebaliknya, Anda akan melihat bahwa ban-bannya telah kempis, jendela-jendelanya pecah, kerangkanya berkarat, dan mesinnya mogok. Proses tak terelakkan yang sama juga terjadi pada semua makhluk hidup.
Hukum Kedua Termodinamika adalah cara menetapkan proses alamiah ini dengan persamaan-persamaan dan perhitungan-perhitungan fisika.
Hukum fisika yang terkenal ini juga disebut "hukum entropi." Dalam fisika, entropi adalah ukuran kekacauan suatu sistem. Entropi sistem meningkat seiring dengan bergeraknya sistem dari keadaan teratur, tersusun, dan terencana ke keadaan yang lebih acak, terurai, dan tak terencana. Semakin banyak kekacauan di dalam sistem, semakin tinggi entropinya. Hukum entropi mengatakan bahwa keseluruhan alam semesta tanpa bisa dihindari berjalan menuju ke keadaan yang lebih tak teratur, tak terencana, dan tak tersusun.
Kebenaran hukum kedua termodinamika, atau hukum entropi, telah dibuktikan lewat percobaan dan teori. Semua ilmuwan terkemuka sepakat bahwa hukum entropi tetap kerangka berpikir dasar bagi masa depan yang dekat. Albert Einstein, ilmuwan terbesar zaman kita, menggambarkannya sebagai "hukum utama segenap cabang ilmu pengetahuan." Sir Arthur Eddington juga merujuknya sebagai "hukum metafisika yang agung di sekalian alam." 364
Jika Anda membiarkan mobil di luar dalam keadaan alam, mobil itu akan berkarat dan hancur. Dengan cara yang sama, tanpa suatu penyusunan yang cerdas, semua sistem di alam semesta ini akan hancur. Inilah sebuah hukum yang tak terbantahkan.

Teori evolusi mengabaikan hukum dasar fisika ini. Mekansime yang ditawarkan oleh evolusi menentang habis hukum kedua. Teori evolusi mengatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul yang acak, tersebar, dan mati secara tiba-tiba bersatu seiring dengan waktu, dengan tata tertentu, membentuk molekul-molekul yang luar biasa rumit seperti protein, DNA, dan RNA, dan setelahnya jutaan jenis spesies hidup yang berstruktur bahkah lebih rumit muncul satu per satu. Menurut teori evolusi, proses yang diperkirakan ini—yang menghasilkan struktur yang lebih terencana, lebih teratur, lebih rumit, dan lebih tersusun pada setiap tahap—terbentuk dengan sendirinya di dalam keadaan-keadaan alamiah. Hukum entropi membuat terang bahwa proses yang dikatakan alamiah ini sepenuhnya bertentangan dengan hukum-hukum fisika.
Para ilmuwan evolusionis juga menyadari fakta ini. J.H. Rush menyatakan:
Dalam perjalanan evolusinya yang rumit, kehidupan menunjukkan perbedaan menyolok dengan kecendrungan yang dinyatakan Hukum Kedua Termodinamika. Sementara Hukum Kedua menyatakan gerak searah (irreversible) menuju entropi yang dan kekacauan yang meningkat, kehidupan berevolusi terus-menerus ke tingkat keteraturan yang lebih tinggi. 365
Penulis evolusionis Roger Lewin mengungkapkan kebuntuan termodinamis evolusi di dalam sebuah artikel majalah Science:
Salah satu masalah yang dihadapi para ahli biologi adalah penentangan nyata evolusi terhadap Hukum Kedua Termodinamika. Sistem-sistem melapuk seiring dengan waktu, memberikan lebih sedikit, bukan lebih banyak, keteraturan. 366
Pembela lainnya teori evolusi, George Stravropoulos, menyatakan kemustahilan termodinamis pembentukan seketika kehidupan dan kemustahilan menjelaskan keberadaan mekanisme kehidupan yang rumit dengan hukum-hukum alam dalam majalah evolusionis terkenal American Scientist:
Namun, dalam keadaan alamiah, tiada molekul organik yang rumit dapat terbentuk tiba-tiba, malah cenderung teruraikan, sesuai dengan hukum kedua termodinamika. Bahkan, semakin rumit suatu molekul, semakin ia tidak mantap, dan semakin pasti, cepat atau lambat, keteruraiannya. Fotosintesis dan semua proses kehidupan, dan bahkan kehidupan itu sendiri, masih belum bisa dipahami menurut termodinamika atau ilmu pasti lainnya, sekalipun dengan penggunaan bahasa yang tanpa atau dengan sengaja membingungkan. 367
Sebagaimana telah kita lihat, pernyataan evolusi sama sekali tidak sejalan dengan hukum fisika. Hukum kedua termodinamika meletakkan suatu rintangan yang tak teratasi bagi skenario evolusi, secara ilmiah maupun nalar. Tak mampu mengajukan penjelasan apa pun yang ilmiah dan serasi untuk mengatasi rintangan ini, para evolusionis hanya bisa melakukannya dalam khayalan mereka. Misalnya, evolusionis terkenal Jeremy Rifkin menuliskan yang diyakininya bahwa evolusi mengatasi hukum fisika ini dengan suatu "daya ajaib":
Hukum entropi mengatakan bahwa evolusi melenyapkan keseluruhan energi yang tersedia bagi kehidupan di planet ini. Konsep evolusi kami persis kebalikannya. Kami percaya bahwa evolusi entah bagaimana secara ajaib menciptakan nilai dan keteraturan menyeluruh yang lebih besar di bumi. 368
Kata-kata ini menandakan bahwa evolusi lebih sebuah keyakinan fanatik daripada tesis ilmiah.

Kekeliruan Pandangan tentang Sistem Terbuka
Beberapa pendukung evolusi mendapat jalan keluar dengan sebuah pandangan bahwa hukum kedua termodinamika hanya berlaku bagi "sistem tertutup," dan "sistem terbuka" berada di luar jangkauan hukum ini. Pernyataan ini tak beranjak jauh dari sebagai suatu usaha oleh beberapa evolusionis untuk memelintir fakta-fakta ilmiah yang membantah teori mereka. Malah, sejumlah besar ilmuwan menyatakan secara terbuka bahwa pernyataan tersebut tidak sahih dan melanggar termodinamika. Salah satunya adalah ilmuwan Harvard John Ross, yang juga berpandangan evolusionis. Ia menjelaskan bahwa pernyataan yang tak wajar itu mengandung sebuah kekeliruan ilmiah penting dalam ulasan berikut di dalam majalah Chemical and Engineering News:
…tidak ada pelanggaran terhadap Hukum Kedua Termodinamika yang diketahui. Biasanya hukum kedua dinyatakan bagi sistem-sistem tersekat, namun hukum kedua ini juga sama benarnya bagi sistem-sistem terbuka. … gagasan bahwa hukum kedua termodinamika dengan suatu cara tak berlaku bagi sistem-sistem seperti itu terkait dengan bidang gejala jauh-dari-keseimbangan. Memastikan bahwa kekeliruan ini tidak berulang adalah penting.369
"Sistem terbuka" adalah sistem termodinamika dengan energi dan materi mengalir keluar-masuk. Evolusionis mengatakan bahwa bumi sebuah sistem terbuka: bahwa bumi terus-menerus terpapar aliran energi dari matahari, bahwa hukum entropi tak berlaku bagi bumi secara keseluruhan, dan bahwa makhluk-makhluk hidup yang teratur dan rumit dapat dihasilkan dari struktur-struktur acak, sederhana, dan mati.
Akan tetapi, ada penyesatan yang nyata di sini. Fakta bahwa sebuah sistem memiliki arus masuk energi tidak cukup membuatnya teratur. Dibutuhkan mekanisme khusus untuk membuat energi bermanfaat. Misalnya, sebuah mobil membutuhkan mesin, sistem transmisi, dan mekanisme kendali yang terkait untuk mengubah energi di dalam bahan bakar agar bekerja. Tanpa sistem pengubah energi seperti itu, mobil tak akan dapat memakai energi yang tersimpan di dalam bahan bakar.
Syarat yang sama juga berlaku pada kehidupan. Benar bahwa kehidupan memperoleh energi dari matahari. Akan tetapi, energi matahari hanya bisa diubah menjadi energi kimia oleh sistem pengubah energi yang luar biasa rumit pada makhluk hidup (misalnya, fotosintesis pada tumbuhan serta sistem pencernaan pada manusia dan mamalia). Tidak ada makhluk hidup dapat hidup tanpa sistem pengubah energi seperti itu. Tanpa sistem itu, matahari tak lebih dari sebuah sumber energi berbahaya yang membakar, mengeringkan, atau meleburkan.
Sebagaimana bisa dilihat, sebuah sistem termodinamika tanpa suatu mekanisme pengubah energi tak menguntungkan bagi evolusi, baik terbuka maupun tertutup. Tak seorang pun menyatakan bahwa mekanisme-mekanisme yang rumit dan sadar seperti itu dapat ada di alam di dalam keadaan bumi purba. Padahal, masalah nyata yang menantang para evolusionis adalah cara mekanisme pengubah-energi yang rumit seperti fotosintesis pada tumbuhan, yang tak bisa ditiru bahkan dengan teknologi mutakhir, bisa mewujud dengan sendirinya.
Arus masuk energi matahari ke bumi tidak akan mampu melahirkan keteraturan dengan sendirinya. Terlebih lagi, betapa pun tinggi suhu bumi, asam-asam amino tetap menolak berikatan dengan urutan yang benar. Energi sendiri tak mampu membentuk asam-asam amino menjadi molekul-molekul protein yang lebih rumit, atau membuat protein membentuk struktur-struktur organel sel yang jauh lebih rumit dan tersusun.

Ilya Prigogine dan Dongeng "Materi yang Swasusun"
Menyadari bahwa hukum kedua termodinamika membuat evolusi mustahil, beberapa ilmuwan evolusionis telah melakukan upaya coba-coba untuk menjembatani keduanya agar bisa menyatakan bahwa evolusi itu mungkin.

Ilya Prigogine
Salah seorang yang teristimewa karena upayanya mengawinkan termodinamika dan evolusi adalah ilmuwan Belgia Ilya Prigogine.
Beranjak dari teori kekacauan (chaos), Prigogine mengajukan sejumlah hipotesis yang di dalamnya keteraturan berkembang dari ketakteraturan. Akan tetapi, meskipun dengan segenap upaya terbaiknya, Prigogine tak mampu menyatukan termodinamika dan evolusi.
Dalam penelitiannya, ia mencoba mengaitkan proses-proses fisik yang searah dengan skenario evolusionis tentang asal usul kehidupan, tetapi tidak berhasil. Buku-bukunya, yang sepenuhnya hanya teori dan melibatkan sejumlah besar gagasan matematis yang tak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata dan tak berpeluang untuk diteliti, telah dikecam oleh para ilmuwan yang diakui sebagai pakar-pakar bidang fisika, kimia, dan termodinamika, sebab tak bernilai praktis dan nyata.
Misalnya, P. Hohenberg, seorang ahli fisika yang dipandang sebagai pakar bidang mekanika statistik dan pembentukan pola, dan salah seorang penulis buku Review of Modern Physics (Telaah Fisika Mutakhir), menggelar ulasannya atas penelitian-penelitian Prigogine di dalam majalah Scientific American Mei 1995:
Saya tak mengetahui satu pun gejala yang dijelaskan teorinya. 370
Dan Cosma Shalizi, seorang ahli fisika teoretis dari Wisconsin University, mengatakan yang berikut ini tentang fakta bahwa penelitian-penelitian Prigogine tak mencapai kesimpulan atau penjelasan yang tegas:
… dalam kurang dari 500 halaman bukunya Self-Organization in Nonequilibrium Sistems (Swasusun pada Sistem-sistem tak Seimbang; swasusun: menyusun diri secara mandiri), hanya ada empat grafik data dunia nyata, dan tak ada pembandingan satu pun modelnya dengan hasil-hasil percobaan. Juga, gagasannya tentang kesearahan sama sekali tidak terkait dengan perihal swasusun, kecuali bahwa keduanya adalah pokok bahasan fisika statistik. 371
Penelitian-penelitian di bidang fisika oleh seorang materialis bertekad kuat Prigogine juga bermaksud memberikan dukungan bagi teori evolusi, sebab, sebagaimana telah kita lihat di halaman-halaman sebelumnya, teori evolusi sudah jelas bertentangan dengan azas entropi, alias Hukum Kedua Termodinamika. Hukum entropi, sebagaimana kita ketahui, tegas menyatakan bahwa ketika suatu struktur rumit dan tersusun ditinggalkan dalam keadaan alamiah, maka lenyapnya ketersusunan, kerumitan, dan informasi akan terjadi. Bertentangan dengan ini, teori evolusi menyatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul yang tak teratur, terpencar, dan tak sadar bergabung dan memunculkan makhluk-makhluk hidup beserta sistem-sistem tersusunnya.
Prigogine bertekad mencoba menemukan rumus yang membuat proses-proses sedemikian layak. Akan tetapi, segenap usaha ini tak menghasilkan apa-apa selain sederet percobaan teoretis.
Dua teori terpenting yang lahir sebagai hasil dari upaya itu adalah teori "swasusun" dan teori "struktur melesap (disipatif)." Teori pertama berpendapat bahwa molekul-molekul sederhana dapat bersama-sama menyusun diri membentuk sistem-sistem kehidupan yang rumit; yang kedua menyatakan bahwa sistem-sistem rumit dapat muncul dari sistem-sistem yang tak teratur dan berentropi tinggi. Namun, teori-teori ini tak bernilai praktis dan ilmiah selain menciptakan dunia-dunia khayal baru bagi para evolusionis.
Faktanya bahwa teori-teori ini tak menjelaskan dan memberikan hasil apa pun, diakui oleh banyak ilmuwan. Ahli fisika terkenal Joel Keizer menulis: "Syarat yang diperkirakannya untuk meramalkan kemantapan struktur acak yang jauh-dari-keseimbangan gagal—kecuali untuk keadaan-keadaan yang sangat dekat dengan keseimbangan." 372
Ahli fisika teoretis Cosma Shalizi mengatakan yang berikut tentang masalah ini: "Kedua, ia mencoba mengajukan kajian pembentukan pola dan swasusun yang amat lengkap dan berlandasan kuat hampir sebelum siapa pun. Ia gagal, namun upayanya memberikan ilham."373
F. Eugene Yates, penyunting Self-Organizing Systems: The Emergence of Order (Sistem-sistem Swasusun: Lahirnya Keteraturan), merangkum kecaman yang diarahkan kepada Prigogine oleh Daniel L. Stein dan ilmuwan pemenang Hadiah Nobel Philip W. Anderson dalam sebuah karangan majalah yang sama:
Para penulis [Anderson dan Stein] membandingkan keruntuhan simetri pada sistem-sistem seimbang termodinamis (yang mengarah ke perubahan fasa) dengan sistem-sistem yang jauh dari keseimbangan (yang mengarah ke struktur melesap). Maka, kedua penulis tak percaya bahwa duga-dugaan tentang struktur melesap dan pemutusan simetrinya dapat, pada saat ini, berkaitan dengan masalah-masalah asal usul dan kelangsungan kehidupan.374
Singkatnya, penelitian-penelitian teoretis Prigogine tak bernilai dalam menjelaskan asal usul kehidupan. Para penulis yang sama membuat ulasan berikut tentang teori-teori Prigogine:
Bertentangan dengan pernyataan-pernyataan di dalam sejumlah buku dan artikel di bidang ini, kami percaya bahwa tiada teori yang sedemikian, dan bahkan mungkin tiada struktur sebagaimana diisyaratkan oleh Prigogine, Haken, dan para sejawat mereka. 375
Intinya, para pakar masalah ini menyatakan bahwa tak satu pun tesis yang diajukan Prigogine memiliki kebenaran atau kesahihan, dan bahwa struktur-struktur dari jenis yang dibahasnya (struktur melesap) bahkan mungkin tak pernah ada.
Pernyataan-pernyataan Prigogine dikupas lebih rinci dalam artikel Jean Bricmont berjudul "Science of Chaos or Chaos in Science?" (Ilmu tentang Kekacauan atau Kekacauan dalam Ilmu?) yang membuat ketaksahihannya jelas.
Meskipun fakta bahwa Prigogine tak berhasil menemukan jalan untuk mendukung evolusi, sekadar fakta bahwa ia berprakarsa seperti ini cukup bagi para evolusionis untuk menghormatinya sebesar-besarnya. Sejumlah besar evolusionis telah menyambut konsep "swasusun" Prigogine dengan harapan besar dan prasangka dangkal. Teori-teori dan konsep-konsep khayalan Prigogine bagaimana pun telah meyakinkan orang-orang yang tak tahu banyak mengenai masalah ini bahwa evolusi telah memecahkan dilema termodinamika, sementara Prigogine sendiri malah telah mengakui bahwa teori-teori yang dibuatnya bagi tingkat molekul tak berlaku pada sistem-sistem hidup—misalnya, sebuah sel hidup:
Masalah keteraturan biologis meliputi peralihan dari kegiatan molekuler ke keteraturan molekul raksasa dari sel. Masalah ini masih jauh dari terpecahkan. 376
Inilah duga-dugaan, didorong oleh teori-teori Prigogine, yang memabukkan para evolusionis dan dimaksudkan untuk menyelesaikan pertentangan antara evolusi dan hukum-hukum fisika lainnya.

Perbedaan antara Sistem Tersusun dan Sistem Teratur
Jika kita tinjau secara saksama pernyataan-pernyataan Prigogine dan para evolusionis lainnya, kita akan melihat bahwa mereka telah terjerembab ke dalam perangkap yang amat penting. Demi membuat evolusi serasi dengan termodinamika, evolusionis terus-menerus mencoba membuktikan bahwa suatu keteraturan tertentu dapat muncul dari sistem-sistem terbuka.
Dan di sini, mengemukakan dua konsep kunci adalah penting demi mengungkapkan cara-cara licik yang dipakai para evolusionis. Muslihat ini terletak pada pencampur-adukan dengan sengaja dua konsep: "teratur" (ordered) dan "tersusun" (organized)
Hal ini dapat dijernihkan dengan sebuah contoh. Bayangkan suatu pantai yang benar-benar datar di tepi laut. Ketika gelombang besar menghempas pantai, bongkah-bongkah pasir, besar dan kecil, membentuk gundukan-gundukan di permukaan pantai.
Ini sebuah proses "pengaturan." Tepi laut adalah sebuah sistem terbuka, dan arus energi (gelombang) yang memasukinya mampu membentuk pola-pola sederhana di pasir, yang tampak biasa-biasa saja. Dari sudut pandang termodinamika, gelombang mampu membuat keteraturan di tempat yang sebelumnya tak ada keteraturan. Namun, kami harus menegaskan bahwa gelombang-gelombang yang sama tak dapat membangun istana pasir di pantai. Jika melihat sebuah istana pasir di sana, kita tidak ragu bahwa seseorang telah membuatnya, sebab istana itu sebuah sistem yang "tersusun." Dengan kata lain, istana itu memiliki rancangan dan informasi yang jelas. Setiap bagiannya telah dibuat oleh suatu wujud cerdas secara terencana.
Perbedaan antara istana dan pola pasir adalah yang pertama itu suatu kerumitan yang tersusun, sementara yang terakhir memiliki hanya keteraturan yang dihasilkan oleh pengulangan remeh. Keteraturan yang dibentuk oleh pengulangan adalah seakan sebuah benda (dengan kata lain, arus energi yang memasuki sistem) telah terjatuh ke huruf "a" pada mesin ketik, menuliskan "aaaaaaaa" ratusan kali. Namun, untaian "a" dalam sebuah urutan yang diulang dengan cara ini tak mengandung informasi apa pun, dan tak memiliki kerumitan. Untuk menulis suatu rangkaian rumit huruf yang benar-benar mengandung informasi (dengan kata lain, sebuah kalimat, paragraf, atau buku yang bermakna), kehadiran kecerdasan adalah penting.
Hal yang sama terjadi jika satu sapuan kuat angin berhembus ke sebuah ruangan berdebu. Ketika angin berhembus masuk, debu-debu yang tersebar merata mungkin terkumpul di satu sudut ruangan. Ini juga suatu keadaan yang lebih teratur daripada sebelumnya menurut pengertian termodinamika, tetapi, butir-butir debu itu tak bisa membentuk lukisan seseorang di lantai secara tersusun.
Ini berarti bahwa sistem yang rumit dan tersusun tak akan pernah muncul sebagai hasil proses-proses alamiah. Meskipun contoh-contoh sederhana keteraturan bisa muncul dari waktu ke waktu, semua itu tidak bisa beranjak keluar batas-batas tertentu.
Tetapi, para evolusionis menunjuk kepada swa-atur yang muncul lewat proses-proses alamiah ini sebagai sebuah bukti penting evolusi dengan menggambarkan hal-hal seperti itu sebagai contoh-contoh "swasusun." Akibat pencampur-adukan konsep ini, mereka mengusulkan bahwa sistem-sistem kehidupan dapat berkembang sendiri dari kejadian-kejadian di alam dan reaksi-reaksi kimia. Cara-cara dan penelitian-penelitian yang dipakai Prigogine dan para pengikutnya yang kita bahas di atas didasarkan pada penalaran yang memperdaya ini.
Akan tetapi, sebagaimana telah diperjelas sejak awal, sistem tersusun adalah struktur yang sama sekali berbeda dengan sistem teratur. Sementara sistem teratur mencakup struktur-struktur hasil pengulangan sederhana, sistem tersusun mencakup struktur-struktur dan proses-proses yang sangat rumit, yang sering kali saling membungkus. Supaya struktur seperti itu bisa mewujud, diperlukan kecerdasan, pengetahuan, dan perencanaan. Jeffrey Wicken, seorang ilmuwan evolusionis, menjelaskan perbedaan penting di antara dua konsep ini dengan cara berikut:
Sistem 'tersusun' mesti saksama dibedakan dengan sistem ‘teratur’. Kedua macam sistem sama-sama tidak ‘acak’, tetapi, sementara sistem teratur dibangkitkan sesuai dengan algoritma-algoritma sederhana dan oleh karena itu tidak memiliki kerumitan, sistem tersusun harus dirakit unsur demi unsur menurut ‘bagan pengawatan’ dari luar dengan kandungan informasi yang tinggi… Maka, penyusunan adalah kerumitan fungsional dan membawa informasi. 377
Ilya Prigogine—mungkin sebagai akibat pikiran bermimpi evolusionis—mengandalkan kepada pencampur-adukan kedua konsep ini, dan memajukan contoh-contoh molekul yang menyusun diri-sendiri di bawah pengaruh arus masuk energi sebagai "swasusun."
Ilmuwan-ilmuwan Amerika Charles B. Thaxton, Walter L. Bradley, dan Roger L. Olsen, di dalam buku mereka The Mystery of Life's Origin (Teka-Teki Asal Usul Kehidupan), menjelaskan fakta ini sebagai berikut:
… Pada tiap-tiap kejadian, gerakan acak molekul di dalam cairan tiba-tiba digantikan oleh perilaku yang sangat teratur. Prigogine, Eigen, dan banyak lainnya telah menggagaskan bahwa macam swasusun yang serupa mungkin sifat bawaan di dalam kimia organik, dan berpeluang menjelaskan molekul-molekul besar yang rumit yang penting bagi sistem-sistem hidup. Akan tetapi, analogi seperti itu tak cukup berkaitan dengan masalah asal usul kehidupan. Alasan utamanya adalah mereka gagal membedakan antara keteraturan dan kerumitan… 378
Dan inilah cara ilmuwan-ilmuwan yang sama menjelaskan kedangkalan dan penyimpangan penalaran dari menyatakan air yang menjadi es sebagai contoh bagaimana keteraturan biologis dapat muncul tiba-tiba:
Sering dikemukakan lewat analogi mengristalnya air menjadi es bahwa monomer-monomer sederhana mungkin bergabung menjadi polimer molekul-molekul rumit seperti protein dan DNA. Akan tetapi, analogi ini jelas-jelas tidak layak. Gaya ikat atom menarik molekul-molekul air menjadi larik kristal yang teratur ketika rangsangan panas (atau gaya peningkat entropi) dibuat cukup kecil dengan cara menurunkan suhu. Akan tetapi, pada suhu berapa pun, monomer-monomer organik seperti asam amino menolak sama sekali penggabungan, apalagi penataan yang teratur.379
Prigogine mengabdikan seluruh karirnya untuk mengawinkan evolusi dan termodinamika, namun tetap ia mengakui bahwa tiada kemiripan antara pengristalan air dan kemunculan struktur-struktur rumit biologis:
Intinya adalah pada sistem yang tak tersekat, ada peluang pembentukan struktur-struktur teratur dan berentropi rendah pada suhu yang cukup rendah. Azas pengaturan ini berperan pada kemunculan struktur-struktur teratur seperti kristal maupun gejala peralihan fasa. Sayangnya, azas ini tak bisa menjelaskan pembentukan struktur-struktur biologis.380
Singkatnya, tidak ada pengaruh kimia atau fisika dapat menjelaskan asal usul kehidupan, dan konsep "swasusun materi" tetap sebuah khayalan.

Swasusun: Sebuah Dogma Materialis
Pernyataan yang dipertahankan evolusionis dengan konsep "swasusun" adalah keyakinan bahwa materi mati dapat menyusun diri dan menghasilkan suatu makhluk hidup yang rumit. Ini sebuah keyakinan yang sepenuhnya tak ilmiah: pengamatan dan percobaan telah tak terbantahkan membuktikan bahwa materi tak bersifat demikian. Astronom dan ahli matematika Inggris terkenal Sir Fred Hoyle menulis bahwa materi tak bisa menghasilkan kehidupan sendirian tanpa campur tangan yang disengaja:
Jika ada azas dasar materi yang dengan suatu cara mendorong sistem organik ke arah kehidupan, keberadaannya haruslah dengan mudah bisa ditunjukkan di laboratorium. Misalnya, Anda dapat menggunakan kolam renang untuk mewakili kolam purba. Mengisinya dengan sembarang bahan kimia alami tak hidup sesuka Anda. Memompakan gas apa pun ke atasnya, atau ke dalamnya, sesuka Anda, dan menyinarinya dengan berbagai radiasi sesuai dengan khayalan Anda. Biarkan pecobaan berjalan selama setahun dan lihatlah berapa banyak dari 2 ribu enzim [protein-protein yang dihasilkan oleh sel-sel hidup] telah muncul di kolam. Saya akan berikan jawabannya, sehingga akan menghemat waktu dan tenaga dan biaya untuk benar-benar melakukan percobaan ini. Anda tak akan menemukan apa pun, kecuali mungkin sejenis lumpur lengket yang tersusun dari asam-asam amino dan senyawa-senyawa organik sederhana lainnya. 381
Ahli biologi evolusi Andrew Scott mengakui fakta yang sama:
Ambillah beberapa bahan, panaskan sambil diaduk dan tunggu. Inilah versi mutakhir Genesis. Gaya-gaya ‘dasar’ gravitasi, elektromagnetisme, gaya nuklir kuat, dan gaya nuklir lemah dianggap mengerjakan bagian selebihnya… Tetapi, seberapa banyakkah dari cerita indah ini benar-benar terjadi, dan seberapa banyakkah tetap duga-dugaan penuh harap? Pada kenyataannya, mekanisme dari hampir setiap tahap utama, dari bahan-bahan kimia awal sampai ke sel-sel pertama yang bisa dikenali, adalah bahan bagi perdebatan atau kebingungan mutlak.382
Jadi, mengapakah evolusionis terus memercayai skenario-skenario seperti "swasusun materi," yang tak berlandasan ilmiah? Mengapakah mereka demikian kukuh menolak kecerdasan dan perencanaan yang bisa dilihat dengan jelas pada sistem-sistem hidup?
Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini tersembunyi dalam filsafat materialis di atas mana teori evolusi secara mendasar dibangun. Filsafat materialis memercayai bahwa hanya materi yang ada, oleh sebab itu, makhluk hidup harus bisa dijelaskan dengan cara yang berdasarkan materi. Kesulitan inilah kyang melahirkan teori evolusi, dan betapa pun bertentangan dengan petunjuk ilmiah, kepercayaan ini dipertahankan hanya demi alasan itu. Seorang profesor kimia dari New York University sekaligus pakar DNA, Robert Shapiro, menjelaskan kepercayaan evolusionis tentang "swasusun materi" dan dogma materialis yang terletak di intinya sebagai berikut:
Karena itu, azas evolusi lainnya diperlukan untuk membawa kita menyeberangi jurang dari campuran bahan kimia alamiah sederhana ke pengganda berdaya guna pertama. Azas ini belum pernah diuraikan atau ditunjukkan, tetapi diperkirakan, dan diberi nama-nama seperti evolusi kimia dan swasusun materi. Keberadaan azas ini diterima tanpa bertanya dalam filsafat materialisme dialektis, sebagaimana yang diterapkan pada asal usul kehidupan oleh Alexander Oparin. 383
Kebenaran-kebenaran yang telah kita telaah di dalam bab ini dengan jelas menunjukkan kemustahilan evolusi di depan Hukum Kedua Termodinamika. Konsep "swasusun" adalah dogma lain yang coba dipertahankan tetap hidup oleh para ilmuwan evolusionis sekalipun segenap petunjuk ilmiah membantahnya.
 
  



TEORI INFORMASI DAN AKHIR DARI MATERIALISME

Filsafat materialis terletak di dasar teori evolusi. Materialisme bersandar pada anggapan bahwa segala sesuatu yang ada adalah materi. Menurut filsafat ini, materi telah ada sejak kapan pun, akan terus ada selamanya, dan tak ada apa pun selain materi. Untuk memberikan dukungan bagi pernyataan mereka, para materialis memakai satu penalaran yang disebut "reduksionisme." Inilah gagasan bahwa benda-benda yang tak bisa diamati dapat juga dijelaskan dengan azas-azas materi.
Untuk menjernihkan masalah, mari kita ambil contoh pikiran manusia. Jelas bahwa pikiran tak bisa disentuh atau dilihat. Lebih jauh lagi, tidak ada pusat di otak manusia. Keadaan ini tak bisa dipungkiri membawa kita kepada kesimpulan bahwa pikiran adalah sebuah konsep di luar materi. Oleh karena itu, wujud yang kita rujuk sebagai "saya," yang berpikir, mencintai, takut, khawatir, dan merasa senang atau sedih, bukanlah suatu wujud materi seperti halnya seperangkat sofa, sebilah meja, atau sebongkah batu.
Akan tetapi, para materialis menyatakan bahwa pikiran "bisa diuraikan menjadi materi." Menurut pernyataan materialis, berpikir, mencintai, mencemaskan dan semua kegiatan mental kita tak lain reaksi-reaksi kimia yang terjadi di antara atom-atom di dalam otak. Mencintai seseorang adalah suatu reaksi kimia pada beberapa sel dalam otak kita, dan takut adalah reaksi yang lain. Seorang filsuf materialis terkenal Karl Vogt menjadi kondang karena pernyataannya bahwa "otak melepaskan gagasan sama seperti hati melepaskan empedu."384 Akan tetapi, empedu itu materi, sementara tiada petunjuk bahwa gagasan juga materi.
Reduksionisme adalah adalah penyimpulan yang nalar. Akan tetapi, suatu penyimpulan yang nalar dapat didasarkan pada pijakan yang kuat maupun yang rapuh. Karena alasan ini, pertanyaan yang harus kita ajukan adalah: apakah yang terjadi ketika reduksionisme dibandingkan dengan data ilmiah?
Para ilmuwan dan pemikir materialis abad ke-19 beranggapan bahwa jawabannya adalah ilmu pengetahuan akan membenarkan reduksionisme. Akan tetapi, ilmu pengetahuan abad ke-20 telah mengungkapkan suatu gambaran yang amat berbeda.
Salah satu ciri paling menonjol dari gambaran ini adalah "informasi," yang hadir di alam dan tak bisa diuraikan menjadi materi.

Perbedaan antara Materi dan Informasi
Sebelumnya kami menyebutkan bahwa ada informasi yang luar biasa lengkap terkandung di dalam DNA makhluk-makhluk hidup. Sesuatu yang panjangnya sekecil seperseratus ribu milimeter berisi sejenis "bank data" yang menentukan semua rincian fisik dari tubuh makhluk hidup. Terlebih lagi, tubuh juga berisi suatu sistem yang membaca informasi ini, menerjemahkannya, dan menjalankan "produksi" berdasarkan data itu. Pada setiap sel hidup, informasi di dalam DNA "dibaca" oleh berbagai macam enzim, lalu protein-protein dihasilkan. Sistem ini memungkinkan pembuatan jutaan protein dalam setiap detik, sesuai dengan yang dibutuhkan tepat di tempatnya diperlukan di dalam tubuh kita. Dengan cara ini, sel-sel mata yang mati digantikan oleh yang hidup, dan sel-sel darah yang tua oleh yang baru.
Di sini, mari kita renungkan pernyataan materialisme: apakah mungkin informasi di dalam DNA dapat diuraikan menjadi materi, seperti yang digagas kaum materialis? Atau, dengan kata lain, bisakah diterima bahwa DNA hanyalah sekumpulan materi, dan informasi yang dikandungnya muncul sebagai hasil percampuran acak serpih-serpih materi?
Mustahil informasi di dalam DNA muncul karena proses kebetulan dan alamiah.
Semua penelitian, percobaan, dan pengamatan ilmiah yang dilakukan pada abad ke-20 menunjukkan bahwa jawaban pertanyaan adalah tegas-tegas "tidak." Pemimpin German Federal Physics and Technology Institute, Profesor Werner Gitt, mengatakan yang berikut:
Sistem pengodean selalu melibatkan proses cerdas nonmateri. Suatu materi fisik tak bisa menghasilkan suatu kode informasi. Segenap pengalaman menunjukkan bahwa setiap serpih informasi kreatif mewakili sejumlah upaya mental dan dapat ditelusuri ke penggagas pribadi yang menjalankan kehendaknya sendiri, dan yang dianugerahi pikiran cerdas… Tidak ada hukum alam yang diketahui, tidak ada proses yang diketahui, dan tidak ada urutan kejadian yang diketahui, yang bisa menyebabkan informasi memunculkan dirinya di dalam materi…385
Kata-kata Werner Gitt merangkum kesimpulan-kesimpulan "teori informasi" yang telah dikembangkan sejak 50 tahun terakhir dan diterima sebagai bagian dari termodinamika. Teori informasi menyelidiki asal usul dan sifat informasi di alam semesta. Kesimpulan yang dicapai oleh para ahli teori informasi sebagai hasil penelitian-penelitian panjang adalah bahwa "informasi itu sesuatu yang berbeda dengan materi. Informasi tak akan pernah bisa diuraikan menjadi materi. Asal usul informasi dan materi fisik harus diselidiki secara terpisah."
Misalnya, mari kita renungi sumber sebuah buku. Sebuah buku terdiri dari kertas, tinta, dan informasi yang dikandungnya. Kertas dan tinta adalah unsur materi. Sumber keduanya juga materi. Kertas terbuat dari selulosa, dan tinta dari aneka bahan kimia. Akan tetapi, informasi di dalam buku bukan materi, dan tentu saja tak memiliki sumber material. Sumber informasi pada setiap buku adalah pikiran orang yang menulisnya.
Terlebih lagi, pikiran ini menentukan cara kertas dan tinta digunakan. Sebuah buku awalnya dibentuk di pikiran penulisnya. Sang penulis membangun serangkaian nalar dalam pikirannya, dan lalu mengurutkan kalimat-kalimatnya. Sebagai langkah kedua, ia menaruhnya ke dalam bentuk materi, atau dengan kata lain, menerjemahkan informasi di dalam pikirannya menjadi huruf-huruf, menggunakan sebuah pena, mesin ketik atau komputer. Kemudian, tulisan-tulisan ini dicetak pada sebuah penerbitan dan mengambil bentuk sebuah buku dari kertas dan tinta.
Oleh karena itu, kita bisa mengatakan kesimpulan umum ini: jika materi fisik mengandung informasi, maka materi itu pastilah telah dirancang oleh suatu pikiran yang memiliki informasi tersebut. Pertama, harus ada pikiran. Lalu, pikiran itu menerjemahkan informasi yang dimilikinya menjadi materi, yang berarti tindakan merancang.

Asal Usul Informasi di Alam
Ketika kita menerapkan batasan ilmiah informasi di alam, suatu hasil yang sangat penting terjadi. Ini karena alam dibanjiri oleh kumpulan informasi yang besar sekali (sebagaimana, misalnya, pada hal DNA), dan selama tak bisa diuraikan menjadi materi, tentunya informasi ini berasal dari suatu sumber di luar materi.
Seorang pendukung utama teori evolusi, George C. Williams, mengakui kenyataan ini, yang sebagian besar materialis dan evolusionis enggan melihatnya. Williams telah membela mati-matian materialisme selama bertahun-tahun, tetapi di dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1995, ia menyatakan kekeliruan pendekatan materialis (reduksionis) yang menyatakan segala sesuatu itu materi.
Ahli biologi evolusi telah gagal menyadari bahwa mereka bekerja dengan dua domain yang kurang lebih tak bisa dibandingkan: domain informasi dan domain materi… Kedua domain ini tak akan pernah disatukan menurut pemikiran apa pun seperti yang biasanya disiratkan oleh istilah "reduksionisme." … Gen adalah sebuah kemasan informasi, bukan sebuah benda.. Dalam biologi, ketika Anda berbicara tentang hal-hal seperti gen dan genotip dan kelompok gen, Anda berbicara tentang informasi, bukan kenyataan fisik sebenarnya… Ketiadaan istilah bersama ini membuat materi dan informasi sebagai dua domain keberadaan yang terpisah, yang harus dibahas terpisah, menurut kaidah masing-masing. 386
Oleh karena itu, bertentangan dengan anggapan materialis, sumber informasi di alam bukan materi itu sendiri. Sumber informasi bukan materi, tetapi suatu Kebijaksanaan Ulung di luar materi. Kebijaksanaan ini ada mendahului materi. Pemilik Kebijaksanaan ini adalah Allah, Tuhan Semesta Alam. Materi diwujudkan, diberi bentuk, dan disusun olehNya.

Pengakuan-Pengakuan Materialis
Kami telah menggambarkan bagaimana salah satu azas mendasar yang membangun kehidupan adalah "pengetahuan," dan sudah jelas bahwa pengetahuan ini membuktikan keberadaan Pencipta Yang Cerdas. Teori evolusi, yang mencoba menjelaskan kehidupan sebagai hasil kebetulan di dunia yang murni materi, dan filsafat materialis tempatnya berpijak, amat tak berdaya di hadapan kenyataan ini.
Ketika membaca tulisan-tulisan evolusionis, kadang-kadang kita melihat bahwa ketakberdayaan ini diakui secara terbuka. Seorang berwibawa yang terang-terangan tentang hal ini adalah ahli zoologi terkenal Perancis Pierre-Paul Grassé. Ia seorang materialis sekaligus evolusionis, meskipun terkadang mengakui secara terbuka kebuntuan-kebuntuan yang dihadapi teori Darwinis. Menurut Grassé, kebenaran terpenting yang membantah penjelasan Darwinis adalah pengetahuan yang membangkitkan kehidupan:
Setiap makhluk hidup memiliki jumlah "kecerdasan" yang luar biasa, yang lebih dari cukup untuk membangun katedral-katedral yang paling hebat. Saat ini, "kecerdasan" ini disebut informasi, tetapi pada dasarnya tetap benda yang sama. Kecerdasan tidak diprogramkan seperti pada komputer, tetapi dimampatkan pada taraf molekul di dalam DNA kromosom atau setiap organel lain pada setiap sel. "Kecerdasan" ini adalah sine qua non [tak bisa tidak]-nya kehidupan. Dari manakah kecerdasan datang?... Inilah masalah yang memrihatinkan para ahli biologi dan filsafat, dan, saat ini, ilmu pengetahuan tampak tak mampu memecahkannya. 387
Alasan mengapa Pierre-Paul Grassé mengatakan, "ilmu pengetahuan tak mampu memecahkannya," adalah bahwa ia tak menginginkan penjelasan nonmaterialis apa pun dipikirkan sebagai "ilmiah." Akan tetapi, ilmu pengetahuan itu sendiri membantah hipotesis-hipotesis filsafat materialis, dan membuktikan keberadaan sesosok Pencipta. Grassé dan para "ilmuwan" materialis lain mengabaikan kenyataan ini, atau mengatakan "Ilmu pengetahuan tidak menjelaskan hal ini." Mereka melakukannya karena mereka materialis lebih dulu dan ilmuwan kemudian, dan terus memercayai materialisme, bahkan jika ilmu pengetahuan menunjukkan yang sebaliknya.
Karena alasan ini, supaya memiliki sikap ilmiah yang benar, orang harus membedakan antara ilmu pengetahuan dan filsafat materialis.
 




MEMBEDAKAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN DAN MATERIALISME

Informasi yang kita pelajari sepanjang buku ini telah memperlihatkan kepada kita bahwa teori evolusi tak berlandasan ilmiah, dan bahwa, sebaliknya, pernyataan-pernyataan evolusionis bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah. Dengan kata lain, kekuatan yang menjaga evolusi tetap hidup bukan ilmu pengetahuan. Evolusi mungkin dipertahankan oleh sebagian "ilmuwan," tetapi di belakangnya ada pengaruh lain yang bekerja.
Pengaruh lain ini adalah filsafat materialis. Teori evolusi sekadar filsafat materialis yang diterapkan pada alam, dan mereka yang mendukung filsafat itu tetap mendukungnya sekalipun petunjuk-petunjuk ilmiah membantahnya.
Hubungan antara materialisme dan teori evolusi ini diterima oleh "para ahli" konsep-konsep ini. Misalnya, penemuan Darwin dilukiskan Leon Trotsky sebagai "kemenangan terbesar dialektika di segenap bidang materi organik." 388
Ahli biologi evolusi Douglas Futuyma menulis, "Bersama dengan teori sejarah dan kemasyarakatan materialisnya Marx… Darwin membelah papan-papan terakhir tataran mekanisme dan materialisme." 389 Dan seorang ahli paleontologi evolusi Stephen Jay Gould mengatakan,"Darwin menerapkan filsafat materialisme yang teguh pada tafsirannya tentang alam." 390

Karl Marx
Filsafat materialis adalah salah satu pemikiran tertua di dunia, serta memandang keberadaan materi yang mutlak dan tersendiri sebagai azas dasarnya. Menurut pandangan ini, materi selalu ada, dan segala sesuatu yang ada tersusun dari materi. Tentu saja, ini memustahilkan kepercayaan kepada Sang Pencipta, sebab jika materi selalu ada, dan jika segala sesuatu tersusun dari materi, maka tidak mungkin ada Sang Pencipta yang supramaterial (di atas materi) yang menciptakan materi.
Jadi, masalahnya menjadi apakah sudut pandang materialis ini benar. Satu cara menguji apakah suatu filsafat benar atau tidak adalah menyelidiki pernyataan-pernyataan yang dibuatnya tentang ilmu pengetahuan dengan menggunakan cara-cara ilmiah. Misalnya, seorang filsuf pada abad ke-10 dapat menyatakan bahwa ada pohon keramat di permukaan bulan, dan semua makhluk hidup sebenarnya tumbuh bak buah di cabang-cabang pohon besar ini, lalu jatuh ke bumi. Sebagian orang mungkin menganggap filsafat ini menarik dan memercayainya. Namun, pada abad ke-21, ketika manusia telah berhasil melangkahkan kaki di bulan, tidak lagi mungkin sungguh-sungguh meyakini kepercayaan seperti itu. Ada-tidaknya pohon semacam itu dapat ditentukan dengan cara-cara ilmiah, yakni, dengan pengamatan dan percobaan.
Karena itu, kita dapat menyelidiki dengan cara-cara ilmiah pernyataan bahwa materi telah ada selamanya dan dapat menyusun diri tanpa sesosok Pencipta yang supramaterial serta menyebabkan kehidupan dimulai. Ketika melakukan hal ini, kita akan melihat bahwa materialisme telah runtuh, sebab gagasan bahwa materi ada sejak awal waktu telah dijungkalkan oleh Teori Ledakan Besar yang menunjukkan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Pernyataan bahwa materi menyusun diri dan menciptakan kehidupan adalah pernyataan yang kita sebut sebagai teori evolusi—yang ditelaah oleh buku ini—dan yang telah ditunjukkan keruntuhannya.
Akan tetapi, jika seseorang bertekad memercayai materialisme dan memberikan pengabdiannya kepada filsafat materialis ini di atas segalanya, maka ia akan bersikap lain. Jika ia materialis lebih dulu dan ilmuwan kemudian, ia tak akan melepaskan materialisme ketika melihat bahwa evolusi dibantah oleh ilmu pengetahuan. Sebaliknya, ia akan berupaya menegakkan dan mempertahankan materialisme dengan mencoba mendukung evolusi, biar bagaimana pun. Inilah sebenarnya kesulitan yang di dalamnya evolusionis yang membela teori evolusi mendapati diri berada saat ini.
Yang cukup menarik, mereka pun mengakui fakta ini dari waktu ke waktu. Seorang ahli genetika terkenal sekaligus evolusionis yang blak-blakan, Richard C. Lewontin dari Harvard University, mengakui bahwa ia "materialis lebih dulu dan ilmuwan kemudian," dengan kata-kata berikut:
Bukan cara-cara atau lembaga-lembaga ilmiah yang memaksa kami menerima penjelasan material gejala-gejala di dunia ini, tetapi malah sebaliknya, kami dipaksa oleh ketaatan a priori kami kepada azas-azas material untuk menciptakan seperangkat penyelidikan dan sekumpulan konsep yang menghasilkan penjelasan material, betapa pun melawan kata hati, betapa pun membingungkan bagi yang tidak berpengetahuan. Lagi pula, materialisme itu mutlak, jadi kami tak bisa mengizinkan Kaki Tuhan di depan pintu. 391
Istilah "a priori" yang digunakan Lewontin di sini sangat penting. Istilah filsafat ini merujuk ke praduga yang tak didasarkan pada sesuatu pengetahuan dari percobaan. Sebuah pemikiran adalah "a priori" ketika Anda menganggapnya benar dan menerimanya bahkan sekalipun tak tersedia informasi yang membenarkannya. Sebagaimana secara jujur diungkapkan Lewontin, materialisme adalah sebuah janji "a priori" bagi evolusionis, yang lalu mencoba menyesuaikan ilmu pengetahuan ke prasangka ini. Karena materialisme tegas-tegas mengharuskan pengingkaran keberadaan Sang Pencipta, mereka mencengkam satu-satunya pilihan yang mereka miliki, yaitu teori evolusi. Tak masalah bagi ilmuwan seperti mereka bahwa evolusi telah gagal dibenarkan oleh fakta-fakta ilmiah karena mereka telah menerimanya "a priori" sebagai benar.
Sikap berprasangka ini membawa para evolusionis kepada sebuah keyakinan bahwa "materi tak sadar menyusun dirinya sendiri," yang bertentangan tak hanya dengan ilmu pengetahuan, namun juga dengan akal sehat. Konsep "swasusun materi" yang telah kita telaah pada bab sebelumnya, adalah ungkapan kepercayaan ini.
Propaganda evolusionis, yang selalu kita temui pada media Barat serta majalah-majalah ilmiah terkenal dan bergengsi, adalah hasil kewajiban ideologis ini. Karena dirasakan mutlak diperlukan, evolusi telah dijadikan sapi keramat oleh kalangan yang menetapkan standar-standar ilmu pengetahuan.
Sebagian ilmuwan menemukan diri dalam kedudukan yang memaksa mereka membela teori yang tak meyakinkan ini, atau setidaknya menghindari mengatakan apa-apa yang menentangnya. Para akademisi di negara-negara barat diharuskan menerbitkan artikel-artikel mereka di majalah-majalah ilmiah tertentu untuk meraih dan mempertahankan jabatan akademis. Semua majalah yang membahas biologi ada di bawah kendali para evolusionis, dan mereka tak mengizinkan artikel anti evolusi apa pun muncul di dalamnya. Karenanya, para ahli biologi harus melakukan penelitiannya di bawah pengaruh teori evolusi. Mereka juga bagian dari tatanan mapan yang memandang evolusi sebagai suatu keharusan ideologis, yang menjadi alasan mereka membela membabi-buta semua "kebetulan-kebetulan mustahil" yang telah kita telaah di dalam buku ini.

Pengertian "Maksud Ilmiah"
Ahli biologi Jerman Hoimar von Ditfurth, seorang evolusionis terkemuka, merupakan contoh bagus pemahaman materialis yang fanatik ini. Setelah Ditfurth mengutip sebuah contoh susunan kehidupan yang sangat rumit, inilah yang dikatakannya mengenai pertanyaan apakah susunan itu bisa muncul secara kebetulan atau tidak:
Apakah keserasian seperti yang muncul hanya dari kebetulan-kebetulan mungkin dalam kenyataannya? Inilah pertanyaan dasar bagi keseluruhan evolusi biologis. …Secara cermat, kami bisa mengatakan bahwa seseorang yang menerima ilmu pengetahuan alam mutakhir tak memiliki pilihan selain mengatakan "ya," sebab ia bertujuan menjelaskan gejala alam dengan cara-cara yang dapat dimengerti dan mencoba menurunkannya dari hukum-hukum alam tanpa berpaling ke campur tangan adikodrati.392
Ya, seperti yang dikatakan Ditfurth, pendekatan ilmiah materialis diambil sebagai azas dasar menjelaskan kehidupan dengan menolak "campur tangan adikodrati," yakni, penciptaan. Sekali azas ini diambil, bahkan skenario-skenario yang paling mustahil sekalipun dengan mudahnya bisa diterima. Sangat mudah menemukan contoh-contoh pola sikap dogmatis ini pada hampir setiap buku evolusionis. Profesor Ali Demirsoy, pendukung teori evolusi terkenal di Turki, adalah salah satunya. Sebagaimana telah kami sebutkan, menurut Demirsoy, peluang pembentukan tak sengaja sitokrom-C, sebuah protein penting bagi kehidupan, "sama mustahilnya dengan peluang seekor kera menuliskan sejarah kemanusiaan pada sebuah mesin ketik tanpa membuat kesalahan sedikit pun."393
Tiada keraguan bahwa menerima kemungkinan seperti itu sebenarnya menolak azas-azas dasar penalaran dan akal sehat. Bahkan satu saja huruf yang terbentuk dengan benar pada sehelai halaman memastikan bahwa itu ditulis oleh seseorang. Ketika seseorang melihat sebuah buku sejarah dunia, menjadi lebih pasti bahwa buku itu telah ditulis seorang pengarang. Tak ada orang yang berpikir nalar akan percaya bahwa huruf-huruf di dalam buku sebesar itu telah terkumpul bersama secara "kebetulan."
Akan tetapi, sangat menarik melihat bahwa ilmuwan evolusionis seperti Profesor Ali Demirsoy menerima gagasan tak masuk akal semacam ini:
Intinya, peluang pembentukan urutan sitokrom-C sama dengan nol. Yakni, jika kehidupan memerlukan suatu urutan tertentu, bisa dikatakan bahwa urutan ini berpeluang yang mungkin terwujud sekali saja di alam semesta. Dengan kata lain, daya-daya metafisis di luar jangkauan kita mesti terlibat dalam pembentukannya. Menerima yang terakhir tidak pantas bagi maksud ilmiah. Karena itu, kita harus mendalami hipotesis pertama. 394
Demirsoy menulis bahwa ia lebih memilih kemustahilan, agar tidak harus menerima daya-daya adikodrati—dengan kata lain, keberadaan Sang Pencipta. Akan tetapi, tujuan ilmu pengetahuan bukanlah menghindari penerimaan keberadaan daya-daya adikodrati. Ilmu pengetahuan tidak akan maju jika bertujuan semacam itu. Ilmu pengetahuan mesti sekadar mengamati alam, bebas dari segala prasangka, dan menarik kesimpulan dari pengamatan itu. Jika hasilnya menunjukkan bahwa ada perencanaan oleh suatu kecerdasan adikodrati, maka ilmu pengetahuan harus menerima fakta ini.
Dengan pengkajian yang lebih dalam, yang mereka sebut sebagai "maksud ilmiah" sebenarnya dogma materialis bahwa hanya materi yang ada dan semesta alam bisa dijelaskan dengan proses-proses material. Ini bukan sebuah "maksud ilmiah," atau sesuatu yang serupa itu; ini cuma filsafat materialis. Filsafat ini berlindung di balik kata-kata dangkal seperti "maksud ilmiah" dan mengharuskan ilmuwan menerima kesimpulan-kesimpulan yang amat tak ilmiah. Tak mengherankan, ketika mengutip masalah lain—yakni, asal usul mitokondria di dalam sel— Demirsoy secara terbuka menerima kebetulan sebagai sebuah penjelasan, meskipun "amat bertentangan dengan pemikiran ilmiah":
Inti masalah adalah cara mitokondria memperoleh ciri ini, sebab memperolehnya secara kebetulan bahkan oleh satu individu, akan membutuhkan peluang luar biasa yang sulit dipahami… Enzim-enzim yang menyediakan pernapasan dan berfungsi sebagai katalis pada setiap tahap dalam bentuk yang berbeda menyusun inti mekanisme. Sebuah sel harus mengandung rangkaian enzim ini secara lengkap, jika tidak, rangkaian menjadi tak berguna. Di sini, sekalipun bertentangan dengan pemikiran biologi, demi menghindari penjelasan atau duga-dugaan yang lebih dogmatis, kita harus menerima, sekalipun merasa enggan, bahwa semua enzim pernapasan ada secara lengkap di dalam sel sebelum kali pertama sel bersentuhan dengan oksigen. 395
Kesimpulan yang harus ditarik dari pernyataan-pernyataan seperti itu adalah evolusi bukan sebuah teori yang dicapai lewat penyelidikan ilmiah. Sebaliknya, bentuk dan intisari teori ini dipaksakan oleh kebutuhan-kebutuhan filsafat materialistik. Teori ini lalu berubah menjadi sebuah kepercayaan atau dogma sekalipun ada fakta-fakta ilmiah yang nyata. Sekali lagi, kita bisa membaca dengan jelas dari kepustakaan evolusionis bahwa semua usaha ini memiliki sebuah "tujuan"—dan tujuan ini menafikan berapa pun harganya setiap kepercayaan bahwa makhluk-makhluk hidup diciptakan.

Menerima Kejutan-Kejutan
Sebagaimana baru saja kami tekankan, materialisme adalah keyakinan yang langsung dan terbuka menolak keberadaan sesuatu yang nonmaterial (atau "adikodrati"). Di sisi lain, ilmu pengetahuan tidak wajib menerima dogma semacam itu. Tugas ilmu pengetahuan adalah mengamati alam dan menyampaikan hasil-hasilnya. Jika hasil-hasil ini mengungkapkan bahwa alam diciptakan, ilmu pengetahuan harus menerima fakta ini.
Dan ilmu pengetahuan memang mengungkapkan fakta bahwa makhluk-makhluk hidup diciptakan. Inilah sesuatu yang ditunjukkan oleh penemuan-penemuan ilmiah, yang bisa kita sebut "rancangan." Ketika menelaah struktur-struktur rumit menakjubkan pada makhluk-makhluk hidup, kita melihat bahwa struktur-struktur itu berciri-ciri rancangan yang demikian luar biasa yang tak akan pernah dapat diterangkan dengan proses-proses dan kebetulan-kebetulan alamiah. Setiap contoh rancangan adalah petunjuk suatu kecerdasan; dan karena itu, kita harus menyimpulkan bahwa kehidupan juga dirancang oleh suatu kecerdasan. Karena tidak ada di dalam materi, kecerdasan ini pasti dimiliki oleh suatu kebijaksanaan nonmaterial—suatu kebijaksanaan yang unggul, suatu daya tak terbatas, yang mengatur semesta alam… Singkatnya, kehidupan dan semua makhluk hidup diciptakan. Ini bukanlah sebuah kepercayaan dogmatis seperti materialisme, tetapi hasil pengamatan dan percobaan ilmiah.
Kita melihat bahwa kesimpulan ini datang bak sebuah kejutan yang mengerikan bagi para ilmuwan yang terbiasa memercayai materialisme dan bahwa materialisme itu ilmu pengetahuan. Lihatlah bagaimana kejutan ini diuraikan oleh Michael Behe, salah seorang ilmuwan penting yang tegak menantang teori evolusi di dunia saat ini:
Kesadaran yang dihasilkan bahwa kehidupan dirancang oleh suatu kecerdasan merupakan sebuah kejutan di abad ke-20 bagi kita yang telah terbiasa memikirkan kehidupan sebagai hasil hukum-hukum alam yang sederhana. Tetapi, abad-abad yang lain telah menerima kejutannya masing-masing, dan tiada alasan mengharapkan bahwa kita mesti lari dari kejutan-kejutan ini. 396
Manusia telah dibebaskan dari dogma-dogma seperti bumi itu datar, atau bumi itu pusat alam semesta. Dan kini, manusia telah dibebaskan dari dogma materialis dan evolusionis bahwa kehidupan muncul dengan sendirinya.
Tugas yang dibebankan kepada seorang ilmuwan sejati dalam hal ini adalah membuang dogma materialis dan mengkaji asal usul kehidupan dan makhluk-makhluk hidup dengan kejujuran dan ketulusan yang cocok untuk seorang ilmuwan yang sesungguhnya. Ilmuwan yang sesungguhnya harus menerima "kejutan," dan tidak mengikat diri dengan dogma abad ke-19 yang usang dan membela skenario-skenario yang mustahil.
 




KESIMPULAN

Sepanjang buku ini kita telah menelaah petunjuk ilmiah bagi asal usul kehidupan, dan apa yang muncul dengan jelas menunjukkan bahwa kehidupan bukanlah hasil kebetulan, sebagaimana secara umum dinyatakan oleh Darwinisme dan filsafat materialis. Makhluk-makhluk hidup tak mungkin berevolusi dari satu bentuk ke bentuk lain melalui serangkaian kebetulan. Sebaliknya, semua makhluk hidup diciptakan sendiri-sendiri dan tanpa cela. Sambil abad ke-21 menjelang, ilmu pengetahuan memberikan hanya satu jawaban bagi pertanyaan asal usul kehidupan: Penciptaan.
Hal yang penting adalah ilmu pengetahuan telah menegaskan kebenaran yang disaksikan oleh agama dari sejak awal sejarah hingga sekarang. Allah menciptakan alam semesta dan semua makhluk hidup di dalamnya dari ketiadaan. Dan Allah juga menciptakan manusia dari ketiadaan dan memberkatinya dengan tak terhitung sifat. Kebenaran ini telah disampaikan kepada manusia sejak zaman dahulu oleh para nabi, dan diungkapkan di dalam kitab-kitab suci. Setiap nabi telah mengabarkan kepada umatnya bahwa Allah menciptakan manusia dan semua makhluk hidup. Injil dan Al Qur’an keduanya mengabarkan tentang penciptaan dengan cara yang sama.
Di dalam Al Qur’an, Allah berfirman pada sejumlah ayat bahwa Dialah yang menciptakan alam semesta dan semua makhluk di dalamnya dari ketiadaan, dan menata semuanya tanpa cela. Pada ayat berikut, dinyatakan bahwa alam semesta dan apa-apa di dalamnya diciptakan:
Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang, (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al A’râf, 7: 54)
Sama seperti Allah menciptakan segala sesuatu yang ada, Dia juga menciptakan bumi yang kita huni saat ini, dan membuatnya mampu mendukung kehidupan. Fakta ini diungkapkan di dalam ayat-ayat tertentu:
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung, dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rizki kepadanya. (QS. Al Hijr, 15: 19-20)
Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. (QS. Qâf, 50: 7)
Ayat-ayat di atas menyampaikan bahwa semua tumbuhan diciptakan oleh Allah. Semua tumbuhan, baik yang diketahui maupun yang tidak, semua pohon, rumput, buah, bunga, rumput laut, dan sayuran diciptakan oleh Allah.
Dan hal yang sama pun berlaku untuk hewan. Semua jutaan spesies hewan yang hidup, atau pernah hidup, di bumi, diciptakan oleh Allah. Ikan, reptil, burung, mamalia, kuda, jerapah, bajing, rusa, burung gereja, elang, dinosaurus, paus, dan merak, semuanya diciptakan dari ketiadaan oleh Allah, Tuhan yang memiliki kemahiran dan pengetahuan tak terhingga. Penciptaan aneka ragam spesies makhluk hidup oleh Allah disebutkan dalam sejumlah ayat:
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. An Nûr, 24: 45)
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untukmu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya engkau makan. (QS. An Nahl, 16: 5)
Dan Allah menciptakan manusia dengan cara yang tepat sama. Hal ini diungkapkan di dalam Al Qur’an bahwa Adam, manusia pertama, diciptakan dari tanah, dan semua manusia selanjutnya muncul dari satu sama lain lewat sejenis cairan hina (mani). Lebih jauh lagi, manusia memiliki ruh yang ditiupkan ke jasadnya, tidak seperti spesies-spesies lain di bumi. Al Qur’an mengatakan yang berikut tentang kebenaran penciptaan manusia:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya, dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). (QS. As Sajdah, 32: 7-8)

Kewajiban Manusia
Seperti yang telah kami jelaskan sejak awal, ilmu pengetahuan telah menegaskan kebenaran penciptaan, sebagaimana diturunkan di dalam Al Qur’an, sebab penemuan-penemuan ilmiah menunjukkan bahwa makhluk-makhluk hidup memiliki rancangan yang luar biasa, dan diadakan oleh suatu kecerdasan dan pengetahuan yang hebat. Pengamatan-pengamatan biologi menunjukkan bahwa satu spesies hidup tidak bisa beralih menjadi yang lain, dan karena alasan ini, jika seseorang bisa memutar balik waktu, akhirnya akan ia temukan, bagi setiap spesies, individu pertama yang pernah ada dan diciptakan dari ketiadaan. Misalnya, karena elang selalu menjadi elang, jika kita kembali ke masa lampau, kita akan sampai ke pasangan atau kelompok pertama elang yang diciptakan dari ketiadaan. Nyatanya, catatan fosil menegaskan hal ini, dan menunjukkan bahwa aneka spesies hidup muncul tiba-tiba beserta semua ciri khas masing-masing. Makhluk-makhluk hidup ini mungkin telah diciptakan pada waktu yang berlainan dan ditaruh di belahan bumi yang berlainan, tetapi semua ini terjadi atas kehendak Allah.
Singkatnya, ilmu pengetahuan menegaskan bukti yang telah kita kaji bahwa semua makhluk hidup diciptakan oleh Allah.
Akan tetapi, ilmu pengetahuan tak beranjak lebih jauh dari itu. Al Qur’an-lah, kitab yang telah diturunkan Allah kepada kita, yang mengenalkan kita kepada intisari Allah dan satu-satunya sumber kebenaran bagi setiap persoalan serta mengabarkan kepada kita mengapa kita diciptakan dan apa tujuan hidup kita.
Al Qur’an mengatakan bahwa tujuan penciptaan kita adalah supaya kita dapat mengenal Allah, Tuhan kita, dan mengabdi kepadaNya. Dalam suatu ayat, Ia berfirman, “Aku menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzâriyât, 51: 56) Kewajiban yang dilimpahkan kepada setiap orang yang memahami kebenaran penciptaan adalah hidup menurut ayat itu, dan mengatakan, sebagaimana setiap orang beriman, “Mengapakah aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepadaNya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?” (QS. Yassîn, 36: 22), sebagaimana diuraikan di dalam Al Qur’an.
Sedangkan bagi yang menolak keberadaan Allah dan kebenaran peciptaan, sekalipun semua petunjuk di depan mata mereka, pikiran mereka telah ditaklukkan oleh kesombongan mereka sendiri. Salah satu ayat suci Allah menguraikan betapa tak tertolong dan tak berdayanya orang-orang ini sesungguhnya:
Hai manusia! Telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al Hajj, 22: 37) 




PERINGATAN !
Bab yang kini akan Anda baca mengungkapkan rahasia penting kehidupan Anda. Anda mesti membaca sepenuh perhatian dan seluruhnya karena menyangkut sebuah pokok yang berperan membuat perubahan mendasar dalam pandangan Anda atas dunia luar. Pokok masalah bab ini bukan sekadar satu sudut pandang, suatu pendekatan yang berbeda, atau suatu pemikiran filsafat biasa: inilah fakta yang setiap orang, beriman atau tidak, harus mengakuinya dan juga telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan masa kini.

Rahasia di Balik Materi
Konsep "sifat materi" adalah satu konsep yang berperan menyebabkan perubahan pandangan seseorang atas kehidupan, dan malah keseluruhan kehidupannya, sekali intisarinya diketahui. Pokok ini terkait langsung dengan makna hidup Anda, harapan Anda pada masa depan, cita-cita Anda, nafsu-nafsu, hasrat-hasrat, rencana-rencana, konsep-konsep yang Anda anut, dan benda-benda materi yang Anda miliki.
Pokok masalah bab ini, "sifat materi," bukanlah suatu pokok yang muncul kali pertamanya saat ini. Sepanjang sejarah manusia, banyak pemikir dan ilmuwan telah membahas konsep ini. Semenjak awal, orang-orang telah terpisah menjadi dua kelompok dalam persoalan ini; satu kelompok, yang dikenal sebagai materialis, mendasarkan filsafat dan kehidupan mereka pada keberadaan hakiki materi dan hidup dengan memperdaya diri. Kelompok yang lain berbuat tulus, dan karena tak cemas untuk berpikir lebih keras, mencurahkan hidup demi memahami intisari dari "benda-benda" kepada mana mereka terpapar dan makna mendalam yang terletak di baliknya. Akan tetapi, kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di zaman kita akhirnya menyudahi pertentangan ini dengan membuktikan tanpa terbantahkan fakta yang terbukti dengan sendirinya bahwa materi tak memiliki keberadaan yang hakiki.

Pertanyaan yang Telah Lama Dibahas: Apakah Sifat Sebenarnya Materi?
Seseorang yang sungguh-sungguh dan bijaksana merenungi alam semesta yang dihuninya, galaksi-galaksi, planet-planet, keseimbangan-keseimbangan di dalamnya, daya tarik-menarik dalam struktur atom, keteraturan yang ditemuinya di segenap pelosok alam, tak terhitung spesies di sekelilingnya, cara spesies-spesies itu hidup, bakat-bakatnya yang mengagumkan, dan akhirnya, tubuhnya sendiri, akan seketika menyadari bahwa ada sesuatu yang luar biasa tentang semua hal itu. Ia akan dengan mudah memahami bahwa tatanan sempurna dan kepelikan-kepelikan di sekitar dirinya tak mungkin terwujud dengan sendirinya, namun pasti memiliki seorang Pencipta. Nyatanya, Darwinisme dan filsafat materialis yang menolak penciptaan adalah kekeliruan-kekeliruan terbesar sebagaimana telah kami uraikan sepanjang buku ini.
Lalu, oleh siapakah semua hal ini diciptakan?
Jelaslah bahwa "fakta penciptaan," yang terbukti dengan sendirinya pada setiap lingkungan di alam semesta, tak mungkin suatu hasil alam semesta itu sendiri. Misalnya, seekor merak, dengan warna dan rancangannya yang mengisyaratkan seni yang tiada tara, tak bisa menciptakan dirinya sendiri. Keseimbangan-keseimbangan amat halus di alam semesta tak mungkin menciptakan atau menyusun dirinya sendiri. Baik tumbuhan, manusia, bakteri, eritrosit (sel darah merah), maupun kupu-kupu, tak mungkin menciptakan dirinya sendiri. Lebih lagi, peluang bahwa semua wujud ini mungkin muncul "secara kebetulan" bahkan tak terbayangkan.
Nyatalah bahwa segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan, tetapi tak satu pun dari benda-benda yang kita lihat dapat menjadi "pencipta." Sang Pencipta berbeda dengan dan mengungguli semua yang kita lihat dengan mata kita. Ia tak terlihat, namun segala sesuatu yang telah Ia ciptakan mengungkapkan keberadaan dan sifat-sifatNya.
Inilah perihal terhadap mana mereka yang menolak keberadaan Allah berkeberatan. Orang-orang seperti mereka telah dilatih agar tak memercayai keberadaanNya kecuali melihatNya dengan mata sendiri. Menurut pandangan mereka, ada setumpuk materi di seantero alam semesta yang menyebar hingga keabadian, dan Allah tidak berada di mana pun di dalam tumpukan materi itu. Bahkan jika berjalan ribuan tahun cahaya, mereka pikir mereka tak akan menemukan Allah. Inilah mengapa mereka menolak keberadaanNya. Oleh karena itu, orang-orang ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan," terpaksa menolak kebenaran "penciptaan" yang terwujud di seantero alam dan mencoba membuktikan bahwa alam semesta dan makhluk-makhluk hidup di dalamnya tidak pernah diciptakan. Akan tetapi, mustahil bagi mereka melakukannya, sebab setiap sudut alam semesta dibanjiri petunjuk adanya Allah.

Rangsangan-rangsangan dari suatu benda diubah menjadi isyarat-isyarat listrik dan menyebabkan suatu pengaruh di dalam otak. Ketika "melihat," kita sebenarnya memandang pengaruh isyarat listrik ini di benak kita. Apa pun yang kita lihat, dengar, ketahui, kenal, atau terbiasa di dunia ini di sepanjang hidup kita semata-mata terdiri dari isyarat-isyarat listrik yang dihantarkan organ indera kita ke otak.
Kesalahan dasar mereka yang menolak Allah juga dilakukan oleh orang-orang yang tidak benar-benar menolak keberadaan Allah, tetapi mempunyai kesan yang salah tentangNya. Mereka tidak menolak tanda-tanda "penciptaan" yang terwujud di mana-mana, namun memiliki keyakinan-keyakinan takhayul tentang "tempat" Allah. Kebanyakan mereka berpikir bahwa Allah ada di atas, di "langit." Mereka secara tersirat dan keliru membayangkan bahwa Allah ada di balik planet yang sangat jauh dan mencampuri "urusan duniawi" sesekali, atau mungkin tidak sama sekali. Mereka membayangkan bahwa Ia menciptakan alam semesta dan lalu membiarkannya bergulir sendiri, membiarkan manusia menentukan nasibnya sendiri.
Sementara yang lain telah mendengar fakta yang dinyatakan di dalam Al Qur’an bahwa Allah ada "di mana-mana," namun tak mampu menghayati makna sebenarnya fakta ini. Menurut pemikiran menyimpang di bawah sadar mereka, mereka berpikir bahwa Allah melingkupi segala sesuatu—bak gelombang radio atau gas yang tak nampak dan tak teraba.
Akan tetapi, keyakinan ini dan keyakinan-keyakinan lain yang tak pasti menyangkut "tempat" Allah (dan mungkin karena itu, menolak keberadaanNya) berlandaskan pada kekeliruan serupa. Mereka berprasangka tanpa alasan dan bersalah karena berpendapat keliru tentang Allah.
Prasangka Apakah Itu?
Prasangka itu adalah tentang alam dan tabiat materi. Manusia begitu terbiasa pada anggapannya sendiri tentang keberadaan materi sehingga tidak pernah memikirkan apakah materi ada atau tidak, atau apakah materi ini sekadar bayang-bayang. Ilmu pengetahuan mutakhir menghancurkan prasangka ini dan menyingkapkan suatu kenyataan yang sangat penting dan mengilhami. Pada halaman-halaman berikut, kami akan menjelaskan kenyataan agung yang ditunjukkan Al Qur’an ini.

Kita Hidup di Alam Semesta yang Disajikan oleh Indera Kita
Menurut Albert Camus, Anda bisa memahami dan menentukan kejadian-kejadian lewat ilmu pengetahuan, namun tak bisa memahami alam semesta. Di sini ada pohon, Anda rasakan kekerasannya; di sini air, Anda mencicipnya. Di sini angin, yang menyejukkan Anda. Anda harus puas dengan semua itu. 397
Semua informasi yang kita miliki tentang keniscayaan dunia tempat kita hidup disampaikan oleh panca indera kita. Dunia yang kita kenal terbangun dari apa yang mata kita lihat, tangan kita rasakan, hidung kita cium, lidah kita cicipi, dan telinga kita dengar. Tak pernah kita berpikir bahwa "dunia luar" mungkin sesuatu yang lain dari yang disajikan oleh indera-indera kita, sebab kita telah bergantung sepenuhnya kepada segenap indera itu sejak lahir.
Penelitian mutakhir di berbagai bidang ilmu pengetahuan menunjuk ke fakta yang sangat berbeda dan menimbulkan keraguan besar tentang indera kita dan dunia yang kita tangkap dengannya.
Berkas cahaya yang datang dari suatu benda jatuh terbalik pada retina. Di sini, gambar diubah menjadi isyarat listrik dan diteruskan ke pusat penglihatan di bagian belakang otak. Karena otak tersekat dari cahaya, cahaya tak mungkin mencapai pusat penglihatan. Artinya, kita memandang dunia cahaya dan kedalaman yang luas di sebuah titik kecil yang kedap cahaya. Bahkan, saat kita merasakan cahaya dan panas dari api, bagian dalam otak kita gelap gulita dan suhunya tak pernah berubah.
Sesuai dengan temuan-temuan ilmiah, yang kita tangkap sebagai "dunia luar" hanyalah hasil dari otak yang terangsang oleh isyarat-isyarat listrik yang dikirimkan oleh organ-organ indera kita. Warna-warna kaya nuansa yang Anda tangkap dengan indera penglihatan, kesan keras atau lunak yang disampaikan indera peraba, rasa yang Anda alami di lidah, aneka nada dan suara yang Anda dengar dengan telinga, bebauan yang Anda cium, pekerjaan Anda, rumah Anda, semua harta Anda, kalimat-kalimat di dalam buku ini, dan terlebih-lebih, ibu Anda, ayah Anda, keluarga Anda, seluruh dunia yang Anda lihat, kenal, terbiasa dengannya sepanjang hidup, terdiri semata-mata dari isyarat-isyarat listrik yang diteruskan oleh organ-organ indera Anda ke otak. Meskipun tampaknya sukar pada analisis pertama, hal ini sebuah fakta ilmiah. Pandangan filsuf-filsuf terkemuka seperti Bertrand Russel dan L. Witteinstein tentang masalah ini adalah sebagai berikut:
Misalnya, apakah lemon benar-benar ada atau tidak dan bagaimanakah lemon menjadi ada tak dapat dipertanyakan atau diselidiki. Sebutir lemon terdiri semata-mata dari rasa yang dicicipi lidah, bau yang dicium hidung, warna dan bentuk yang dilihat mata; dan hanya ciri-ciri inilah yang dapat dijadikan bahan pemeriksaan dan pengkajian. Ilmu pengetahuan tak akan pernah mengetahui dunia fisik. 398
Frederick Vester menjelaskan pencapaian ilmu pengetahuan pada masalah ini:
Pernyataan ilmuwan-ilmuwan tertentu bahwa "manusia itu sebuah citra, segala yang dialaminya fana dan memperdaya, dan alam semesta ini sebuah bayangan," tampaknya dibuktikan oleh ilmu pengetahuan zaman kita. 399
Pemikiran seorang filsuf terkenal George Berkeley tentang hal ini dapat dirangkum sebagai berikut:
Kita memercayai keberadaan benda-benda karena kita melihat dan menyentuhnya, dan semua itu dipantulkan kepada kita oleh kesan-kesan kita. Akan tetapi, kesan-kesan kita sekadar gagasan-gagasan di benak kita.. Oleh karena itu, benda-benda yang kita kenali dengan indera-indera kita tak lebih dari sebuah gagasan, dan gagasan ini pada dasarnya tidak di mana-mana melainkan di benak kita… karena semua ini hanya terjadi di benak, berarti kita terpukau oleh tipuan-tipuan ketika membayangkan bahwa alam semesta dan benda-benda mempunyai keberadaan di luar benak kita. Maka, tak satu pun benda di sekeliling kita memiliki keberadaan di luar benak kita. 400
Untuk menjernihkan masalah ini, renungkanlah indera penglihatan kita, yang menyediakan bagi kita informasi terbanyak tentang dunia luar.

Bagaimanakah Organ-Organ Indera Kita Bekerja?
Sedikit orang berpikir mendalam tentang bagaimana tindakan melihat berlangsung. Setiap orang menjawab pertanyaan "Bagaimanakah kita melihat?" dengan berkata "tentulah dengan mata." Akan tetapi, ketika kita mempelajari penjelasan teknis proses penglihatan, tampaknya tidak demikian yang terjadi. Tindakan melihat disadari bertahap. Gugus cahaya (foton) bergerak dari benda ke mata dan melewati lensa di bagian depan mata, lalu dibiaskan dan jatuh terbalik di retina di bagian belakang mata. Di sini, cahaya yang menerobos ini diubah menjadi isyarat-isyarat listrik yang diteruskan oleh neuron-neuron ke bintik kecil yang disebut pusat penglihatan di bagian belakang otak. Tindakan melihat sebenarnya terjadi di bintik kecil di bagian belakang otak ini, yang sangat gelap dan kedap cahaya.
Kini, cobalah tinjau kembali proses yang tampak biasa dan sederhana ini. Ketika mengatakan, "kita melihat," kita sesungguhnya melihat pengaruh-pengaruh rangsangan yang mencapai mata dan disimpulkan di otak kita, setelah diubah menjadi isyarat-isyarat listrik. Yakni, ketika mengatakan, "kita melihat," sebenarnya kita mengamati satu himpunan isyarat listrik di otak. Oleh karena itu, melihat bukanlah proses yang berakhir di mata; mata hanya sebuah organ indera yang berperan sebagai sarana proses melihat.
Semua citra yang kita pandang di dalam hidup kita terbentuk di pusat penglihatan kita, yang seukuran sebiji kacang dan membentuk beberapa kubik saja isi otak kita. Baik buku yang kini sedang Anda baca, dan layar komputer Anda, dan bentang alam tak berbatas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala, dan laut yang tak bertepi, dan sekumpulan orang yang berlomba lari maraton, masuk ke ruang kecil ini. Hal lain yang patut diingat adalah, seperti yang telah kami catat, otak itu kedap cahaya; bagian dalamnya gelap gulita. Otak sendiri tak bersentuhan dengan cahaya. Tempat yang disebut pusat penglihatan adalah sebuah tempat yang gelap gulita, cahaya tak pernah mencapainya, begitu gelap sehingga mungkin Anda sendiri belum pernah berada di tempat seperti ini. Akan tetapi, Anda memirsa dunia benderang dan berwarna-warni dalam kegelap-gulitaan ini. Alam aneka warna, bentang alam yang menyilaukan, semua nuansa hijau, warna-warni buah-buahan, pola-pola bunga-bungaan, terangnya matahari, semua orang di jalan yang ramai, kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang dengan cepat, ratusan pakaian di pusat-pusat perbelanjaan, dan yang lain-lainnya, semuanya citra-citra yang terbentuk di tempat yang gelap gulita ini. Bahkan pembentukan warna di kegelapan ini masih belum diketahui. Klaus Budzinski mengulas:
... Para ahli warna (kromatis) tak bisa menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah jaringan di mata yang menangkap cahaya maupun warna menghantarkan informasi ini ke otak melalui syaraf penglihatan dan apakah macam rangsangan fisik-fisiologis yang diciptakannya di otak. 401
Kita bisa menjelaskan keadaan menarik ini lewat sebuah contoh. Anggaplah di depan kita ada lilin yang sedang menyala. Kita dapat duduk di seberang lilin ini dan melihatnya dengan berjarak. Akan tetapi, selama itu, otak kita tak pernah bersentuhan langsung dengan cahaya asli dari lilin itu. Bahkan ketika kita merasakan panas dan cahaya lilin itu, bagian dalam otak kita gelap-gulita dan suhunya tak pernah berubah. Kita memirsa dunia terang berwarna-warni di dalam otak kita yang gelap.
Hal yang sama terjadi pada cahaya matahari. Mata Anda silau oleh cahaya matahari atau kulit Anda merasakan panasnya yang membakar tak mengubah kenyataan bahwa itu semua hanya kesan dan pusat penglihatan di otak Anda gelap-gulita.
R.L. Gregory memberikan penjelasan berikut tentang segi-segi yang menakjubkan dari melihat—sesuatu yang kita terima tanpa bertanya:
Kita demikian akrab dengan penglihatan, sampai-sampai memerlukan lompatan pembayangan untuk menyadari bahwa ada masalah-masalah yang harus dipecahkan. Namun, pikirkanlah hal ini. Kita diberi citra-citra kecil yang terbalik dan kacau di mata, dan kita melihat benda-benda utuh terpisah-pisah di dalam ruangan sekeliling kita. Dari pola-pola tiruan di retina, kita mengesani dunia benda-benda, dan ini tak kurang dari sebuah keajaiban.402
Keadaan yang sama terjadi pada semua indera kita. Suara, sentuhan, rasa, dan bau semuanya dikesani sebagai isyarat-isyarat listrik di otak.
Indera pendengaran bekerja dengan cara yang serupa dengan penglihatan. Telinga luar menangkap suara dengan daun telinga dan mengarahkannya ke telinga tengah. Telinga tengah meneruskan getaran-getaran suara ke telinga dalam dan memperkuatnya. Telinga dalam menerjemahkan getaran-getaran menjadi isyarat-isyarat listrik, yang lalu dikirimkan ke otak. Sama seperti mata, proses mendengar akhirnya terjadi di pusat pendengaran di otak.
Apa yang benar untuk mata juga benar untuk telinga, yaitu, otak kedap suara sebagaimana kedap cahaya. Oleh karena itu, betapa pun bisingnya di luar, bagian dalam otak sunyi-senyap. Walau demikian, bahkan suara terhalus sekalipun dikesani di otak. Proses ini demikian cermatnya sehingga telinga orang yang sehat mendengar apa pun tanpa derau atau gangguan atmosferik. Di dalam otak Anda, yang kedap suara dan sunyi-senyap, Anda mendengar simfoni-simfoni sebuah orkestra, mendengar semua kebisingan sebuah tempat yang ramai, dan mengesani semua suara di dalam kisaran frekuensi yang lebar, dari kerisik daun hingga raung pesawat jet. Akan tetapi, jika pada saat itu tingkat suara di dalam otak Anda diukur dengan sebuah peranti yang peka, kesunyi-senyapan akan terlihat meliputinya.
Kesan kita tentang bau bekerja dengan cara serupa. Molekul-molekul mudah-menguap dipancarkan oleh benda-benda seperti vanili atau bunga mawar mencapai dan berinteraksi dengan reseptor-reseptor di rambut-rambut halus pada daerah epitel hidung. Interaksi ini diteruskan ke otak sebagai isyarat-isyarat listrik dan dikesani sebagai bau. Semua yang kita cium, yang menyenangkan atau pun tidak, tak lain hanyalah kesan otak terhadap interaksi molekul-molekul mudah-menguap setelah diubah menjadi isyarat-isyarat listrik. Anda mengesani wangi parfum, sekuntum bunga, makanan yang Anda sukai, laut, atau bebauan lain yang Anda sukai atau tidak, di dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tak pernah mencapai otak. Sama seperti suara dan pemandangan, yang sampai ke otak ketika Anda mengesani sesiratan bau adalah sekadar sekumpulan isyarat listrik. Dengan kata lain, semua bau yang telah Anda kenal—sejak Anda dilahirkan—yang dimiliki benda-benda luar adalah sekadar isyarat-isyarat listrik yang Anda alami lewat organ-organ indera Anda. Berkeley juga mengatakan:
Pada awalnya, diyakini bahwa warna, bau, dan sebagainya, "benar-benar ada," tetapi kemudian, pandangan seperti itu ditinggalkan, dan agaknya semua itu hanya ada bergantung pada penginderaan kita.403
Serupa itu, ada empat jenis reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Reseptor-reseptor ini terkait dengan empat rasa: asin, manis, asam dan pahit. Reseptor-reseptor rasa kita mengubah kesan-kesan ini menjadi isyarat-isyarat listrik melalui serangkaian proses kimiawi dan meneruskannya ke otak. Isyarat-isyarat ini dikesani sebagai rasa oleh otak. Rasa yang Anda alami ketika makan coklat atau buah yang Anda sukai merupakan tafsiran isyarat listrik oleh otak. Anda tak pernah dapat menyentuh benda di dunia luar; Anda tak pernah dapat melihat, mencium, atau mencicipi coklat. Misalnya, jika syaraf-syaraf perasa yang berjalan ke otak dipotong, rasa benda-benda yang Anda makan tak akan mencapai otak; Anda akan sepenuhnya kehilangan indera pencicip.
Di sini, kita menemui fakta lain:
Kita tak pernah dapat yakin bahwa yang kita alami ketika mencicipi rasa makanan dan yang dialami orang lain ketika mencicipi makanan yang sama, atau yang kita kesani ketika mendengar suara dan yang dikesani orang lain ketika mendengar suara yang sama, adalah sama. Lincoln Barnett mengatakan bahwa tak seorang pun mengetahui apakah orang lain melihat warna merah atau mendengar nada C dengan cara yang sama seperti dirinya.404
Kita hanya tahu sebanyak yang disampaikan organ indera kita kepada kita. Mustahil bagi kita menggapai kenyataan fisik di luar diri kita secara langsung. Lagi-lagi otak kitalah yang menafsirkannya. Kita tak pernah dapat meraih sumbernya. Oleh karena itu, bahkan ketika kita berbicara suatu hal yang sama, otak orang lain mungkin mengeaninya sebagai sesuatu yang lain. Alasannya adalah bahwa apa yang dikesani bergantung pada yang mengesani.
Penalaran yang sama juga benar bagi indera peraba kita. Ketika menyentuh sebuah benda, semua informasi yang akan membantu kita mengenali dunia luar dan benda-benda di dalamnya diteruskan ke otak oleh syaraf-syaraf indera di kulit. Kesan sentuhan terbentuk di dalam otak kita. Berlawanan dengan keyakinan umum, tempat kita mengesani sentuhan bukan di ujung-ujung jari, atau di kulit, namun di pusat pengesan sentuhan di dalam otak kita. Karena tafsiran otak atas rangsangan listrik yang berasal dari benda-benda, kita mengalami benda-benda itu secara berbeda, misalnya, mungkin keras atau lunak, panas atau dingin. Kita mendapatkan semua rincian yang membantu kita mengenali sebuah benda dari rangsangan-rangsangan ini. Sehubungan dengan hal ini, seorang filsuf terkenal Bertrand Russel mengulas:
Mengenai kesan sentuhan ketika kita menekan meja dengan jari-jari, itu sebuah gangguan listrik pada elektron dan proton di ujung-ujung jari kita, yang dihasilkan, menurut fisika mutakhir, karena berdekatan dengan elektron dan proton pada meja. Jika gangguan yang sama pada ujung-ujung jari kita muncul dengan cara yang lain, kita akan memiliki rasa-rasa yang sama, sekalipun tidak ada mejanya. 405
Bahwa dunia luar bisa dikenali hanya melalui indera adalah sebuah fakta ilmiah. Di dalam bukunya, A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge (Karya Tulis Tentang Azas-Azas Pengetahuan Manusia), George Berkeley mengulas sebagai berikut:
Dengan penglihatan, saya memiliki gagasan tentang cahaya dan warna, dengan beberapa derajat terang dan ragamnya. Dengan sentuhan, saya mengesani keras dan lembut, panas dan dingin, gerakan dan kelembaman. ..Penciuman memasok saya dengan berbagai bau; lidah dengan rasa; dan pendengaran menyampaikan suara. …Dan karena beberapa kesan teramati bersama-sama, kesemuanya ditandai dengan satu nama, dan dengan demikian dikenal sebagai satu benda. Maka, misalnya, warna, rasa, bau, bentuk, dan susunan tertentu yang teramati bersama, dipandang sebagai satu benda tersendiri, yang ditandai dengan nama apel; kumpulan-kumpulan gagasan lain membentuk sebutir batu, sebatang pohon, sebuah buku, dan benda-benda lain yang dapat dikesani... 406
Oleh karena itu, dengan mengolah data di pusat penglihatan, suara, bau, rasa, dan sentuhan, otak kita, seumur kita hidup, tidak menyentuh "sumber" materi yang ada di luar kita melainkan salinannya yang terbentuk di dalam otak kita. Di sinilah kita tersesatkan dengan menganggap salinan-salinan ini keadaan-keadaan materi nyata di luar kita. Akan tetapi, sebagaimana terlihat sepanjang buku ini, masih ada pemikir dan ilmuwan yang tidak tersesatkan oleh kekeliruan gagasan seperti itu, dan yang telah menyadari fakta ini.
Bahkan Ali Demirsoy, salah seorang materialis Turki paling masyhur, juga mengakui kebenaran ini:
Nyatanya, di alam semesta, tidak ada cahaya sebagaimana kita melihatnya, maupun suara sebagaimana kita mendengarnya, maupun panas sebagaimana kita merasakannya. Organ-organ indera menyesatkan kita di antara dunia luar dan otak dan memunculkan di dalam otak tafsiran-tafsiran yang tak berkaitan dengan kenyataan. 407

Apakah Kita Menjalani Seluruh Hidup di dalam Otak?
Dari fakta-fakta fisik yang diuraikan sejauh ini, kita bisa menyimpulkan yang berikut ini. Semua yang kita lihat, sentuh, dengar, dan rasakan sebagai "materi," "dunia," atau "alam semesta" hanyalah isyarat-isyarat listrik yang terjadi di dalam otak kita. Oleh karena itu, seseorang yang minum air jeruk tak menghadapi minumun yang sebenarnya, melainkan hanya kesannya di otak. Benda yang diyakini oleh orang-orang yang menyaksikan sebagai "minuman" sebenarnya mencakup kumpulan kesan listrik dari warna jingga, rasa manis, dan rasa cair jus jeruk di otak. Keadaan ini tak berbeda dengan ketika kita makan coklat; data listrik yang terkait dengan bentuk, rasa, bau, dan kekerasan coklat dikesani di otak. Jika syaraf-syaraf penglihatan yang berjalan ke otak tiba-tiba terputus, citra coklat juga mendadak hilang. Terputusnya syaraf yang berjalan dari indera-indera pada hidung ke otak akan mematikan sepenuhnya indera penciuman.
Ambil mudahnya, pohon yang Anda lihat, benda-benda yang Anda cium, coklat yag Anda cicipi, dan jus jeruk yang Anda minum tak lebih dari tafsiran otak atas isyarat-isyarat listrik.
Hal lain yang perlu dipikirkan, yang dapat memperdaya, adalah kesan jarak. Misalnya, jarak antara Anda dan buku ini hanyalah suatu perasaan atas ruang yang terbentuk di dalam otak Anda. Benda-benda yang tampak jauh dari sudut pandang manusia juga ada hanya di dalam otak. Misalnya, seseorang yang memandangi bintang-gemintang di langit menyangka bahwa semua itu berjarak jutaan tahun cahaya darinya. Namun, yang ia "lihat" sebenarnya bintang-bintang di dalam dirinya, pada pusat penglihatannya. Selama penerbangan, orang melihat dari sebuah pesawat ke kota di bawah dan berpikir bahwa kota itu berjarak beberapa kilometer darinya. Akan tetapi, keseluruhan panjang dan lebar kota beserta segenap orang-orang yang menghuninya itu berada di dalam otaknya.
Kini, semua data ilmiah membuktikan bahwa citra yang kita kesani terbentuk di dalam otak kita.
Masih satu lagi faktor yang menyesatkan, namun sangat penting. Ketika Anda membaca kalimat-kalimat ini, sebenarnya Anda tak berada di ruangan yang Anda sangka Anda di dalam ruangan; sebaliknya, ruangan itu ada di dalam Anda. Karena melihat tubuh Anda, Anda berpikir bahwa Anda ada di dalamnya. Akan tetapi, Anda harus ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang terbentuk di dalam otak Anda. Bertrand Russel menyatakan yang berikut tentang hal ini:
Yang bisa kita katakan, atas dasar fisiknya sendiri, adalah bahwa yang sampai kini kita sebut tubuh kita sebenarnya sebuah bangun ilmiah terinci yang tak berkaitan dengan kenyataan fisik apa pun.408
Kebenarannya sangat jelas. Jika kita bisa merasakan dunia luar hanya melalui organ-organ indera kita, maka tidak akan ada alasan yang taat azas bagi kita untuk menganggap tubuh kita terpisah dari dunia luar, yaitu, mengakui bahwa tubuh kita memiliki keberadaan tersendiri.
Tubuh kita juga disajikan kepada kita oleh rangsangan listrik yang mencapai otak. Rangsangan ini, sama seperti yang lain, diubah menjadi kesan atau rasa tertentu di dalam otak kita. Misalnya, rasa sentuhan terjadi ketika kita menyentuh tubuh dengan tangan, rasa berat disebabkan oleh gaya gravitasi, rasa melihat disebabkan oleh berkas-berkas cahaya yang terpantul dari tubuh kita, dst… semua ini dikaji sebagai suatu "kumpulan rasa" oleh otak, dan kita "merasakan" tubuh kita. Sebagaimana diungkapkan oleh fakta ilmiah ini, selama hidup, kita tak terpapar tubuh kita yang asli, melainkan rangsangan listrik yang terkait dengan tubuh kita yang mencapai otak. Rangsangan ini dikenali sebagai "tubuh kita" menurut pengesanan kita
Hal yang sama juga benar bagi semua pengesanan Anda lainnya. Misalnya, ketika Anda pikir Anda mendengar suara televisi di ruang sebelah, sebenarnya Anda mengalami suara itu di dalam otak Anda. Anda tidak dapat membuktikan baik apakah sebuah ruang ada di sebelah ruang Anda, maupun apakah suara itu berasal dari televisi di ruangan itu. Baik suara yang Anda pikir datang dari jarak beberapa meter dan percakapan seseorang di samping Anda dikenali di pusat pendengaran di dalam otak Anda yang hanya beberapa sentimeter persegi ukurannya. Di luar pusat kesan ini, tidak ada konsep seperti kanan, kiri, depan, atau belakang. Jadi, suara tidak mendatangi Anda dari kanan, dari kiri, atau dari udara, tidak ada arah dari mana suara datang.
Demikian juga bebauan yang Anda kesani, tak satu pun mencapai Anda dari sebuah jarak yang jauh. Anda menganggap bahwa pengaruh-pengaruh akhir yang terbentuk di pusat penciuman Anda adalah bau benda-benda di dunia luar. Akan tetapi, sama seperti citra sekuntum mawar di pusat penglihatan Anda, wangi mawar itu juga ada di pusat penciuman; tidak ada sekuntum mawar maupun suatu bau yang terkait dengannya di dunia luar.
Fakta-fakta yang sama juga berlaku untuk panas. Salah seorang filsuf terkemuka pada zamannya, Geroge Berkeley, menjelaskan dengan contoh berikut ini bahwa kesan-kesan seperti dingin dan panas tak bisa dinilai di luar benak:
Anggap saat ini satu tangan Anda panas, dan satunya lagi dingin, dan keduanya dimasukkan berbarengan ke dalam bejana air yang sama, yang bersuhu sedang; tidakkah air terasa dingin bagi tangan yang satu, dan hangat bagi yang lain?409
Berkeley benar dalam analisisnya. Jika panas atau dingin ada pada materi itu sendiri, kedua tangan akan merasakan hal yang sama.

Temuan-temuan fisika mutakhir menunjukkan bahwa alam semesta itu kumpulan kesan. Oleh karena itu, majalah ilmiah terkenal New Scientist bertanya: "Beyond Reality: Is the Universe Really a Frolic of Primal Information and Matter Just a Mirage?" (Di Balik Kenyataan: Apakah Alam Semesta Benar-Benar Tamasya Informasi Purba dan Materi Sekadar Tipuan Mata?)
"Dunia luar" yang disajikan kepada kita oleh kesan-kesan kita semata-mata sekumpulan isyarat listrik yang mencapai otak kita. Sepanjang hidup, otak kita mengolah dan menafsirkan isyarat-isyarat ini dan kita hidup tanpa menyadari bahwa kita diperdaya dengan menganggap bahwa semua ini versi asli benda-benda yang ada di "dunia luar." Kita disesatkan karena kita tak pernah dapat mencapai benda-benda ini lewat indera-indera kita. Hal ini benar-benar penting.
Lebih-lebih, otak kita lagi-lagi menafsirkan dan menetapkan makna bagi isyarat-isyarat yang kita anggap "dunia luar." Misalnya, mari kita renungi indera pendengaran. Otak kita mengubah gelombang-gelombang suara di "dunia luar" menjadi suatu irama. Dengan kata lain, musik juga sebuah kesan yang tercipta di dalam otak Anda. Dengan cara yang sama, ketika melihat warna-warna, yang mencapai mata kita cuma sekumpulan isyarat-isyarat listrik dengan aneka panjang gelombang. Lagi-lagi otak kita mengubah isyarat-isyarat ini menjadi warna-warna. Tidak ada warna di "dunia luar." Lemon tidak kuning, dan langit tidak biru, dan pepohonan tidak hijau. Semua itu demikian karena kita mengesaninya demikian. "Dunia luar" bergantung sepenuhnya kepada si pengesan. Buta warna adalah petunjuk penting hal ini. Bahkan kerusakan terkecil pada retina mata menyebabkan buta warna. Sebagian orang mengesani biru sebagai hijau, dan sebagian lagi merah sebagai biru. Di sini, tak masalah apakah benda luar itu berwarna atau tidak.
Menurut pemikir terkemuka Berkeley:
Jika benda yang sama bisa merah dan panas bagi sebagian orang dan sebaliknya bagi sebagian yang lain, ini berarti bahwa kita di bawah pengaruh kesalahan pemahaman dan bahwa "benda-benda" hanya ada di dalam otak kita. 410
Kesimpulannya, alasan kita melihat benda-benda berwarna bukan karena semua itu berwarna atau memiliki keberadaan hakiki tersendiri di luar diri kita. Jika saja warna-warni ada di luar kita, cacat seperti buta warna tidak akan ada. Kebenaran materi itu lebih karena semua sifat yang kita sematkan ke benda-benda ada di dalam diri kita dan bukan di "dunia luar."

Apakah Keberadaan "Dunia Luar" Suatu Keharusan?
Sejauh ini, kita telah berkali-kali membicarakan keberadaan suatu dunia kesan yang terbentuk di dalam otak kita, dan membuat pernyataan bahwa kita sebenarnya tak pernah dapat mencapai dunia ini. Lalu, bagaimanakah kita bisa yakin dunia kesan seperti itu benar-benar ada?
Sebenarnya, kita tidak bisa. Karena setiap benda hanyalah sekumpulan kesan dan kesan-kesan itu hanya ada di dalam pikiran, lebih cermat bagi kita untuk mengatakan bahwa dunia yang benar-benar ada adalah dunia kesan. Satu-satunya dunia yang kita ketahui adalah dunia yang ada di dalam pikiran kita: suatu dunia yang dirancang, direkam, dan dihidupkan di dalamnya; satu dunia yang, singkatnya, diciptakan di dalam pikiran kita. Inilah satu-satunya dunia yang bisa kita yakini.
Kita tak pernah dapat membuktikan bahwa kesan-kesan yang kita amati di dalam otak memiliki kaitan yang hakiki. Kesan-kesan itu mungkin saja datang dari sumber "buatan."
Kita bisa membayangkan hal ini dengan contoh berikut:
Pertama, mari bayangkan bahwa otak Anda dikeluarkan dari tubuh Anda dan dijaga tetap hidup secara buatan di dalam sebuah tabung kaca. Di sebelahnya, ditaruh sebuah komputer yang dengannya semua jenis isyarat listrik dapat dihasilkan. Lalu, mari kita hasilkan dan rekam secara buatan data yang terkait dengan suatu suasana, seperti citra, suara, bau, keras-lembut, rasa, dan citra tubuh. Percobaan dengan otak Anda ini, yang dikeluarkan dari tubuh Anda, akan dilakukan di puncak gunung yang sunyi. Akhirnya, mari kita sambungkan komputer ke otak dengan elektroda-elektroda yang akan berfungsi sebagai syaraf dan meneruskan data hasil rekaman ke otak Anda yang kini berada tinggi di atas awan. Sambil mengesani isyarat-isyarat ini, otak Anda (yang sejatinya adalah Anda) akan melihat dan mengalami suasana yang bersangkutan. Misalnya, anggap bahwa setiap rincian yang timbul di dalam pikiran tentang pertandingan sepak bola di sebuah stadion dihasilkan atau direkam—dengan cara yang akan dikesani lewat organ-organ indera. Di dalam otak Anda, sendirian di puncak gunung, dengan alat perekam terhubungkan dengannya, Anda akan merasa seakan sedang mengalami suasana buatan ini. Anda akan berpikir bahwa Anda sedang di sebuah pertandingan. Anda akan bergembira, kadang geram dan kadang senang. Lebih lagi, Anda akan sering bersinggungan dengan orang lain karena padatnya penonton, dan oleh karena itu, merasakan keberadaan mereka juga. Yang paling menarik, semuanya demikian hidup sehingga Anda tak pernah meragukan keberadaan suasana ini maupun tubuh Anda. Atau jika dikirimkan ke otak Anda isyarat-isyarat listrik yang terkait dengan pemandangan, pendengaran, dan sentuhan yang Anda kesani ketika duduk di sebuah meja, otak Anda akan berpikir tentang dirinya sebagai seorang pengusaha yang sedang duduk di kantornya. Dunia khayalan ini akan berlangsung sepanjang rangsangan terus datang dari komputer. Tidak akan pernah mungkin memahami bahwa Anda terdiri hanya dari otak saja. Ini karena yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah dunia di dalam otak Anda bukanlah keberadaan sebuah dunia nyata, melainkan rangsangan-rangsangan. Bahwa rangsangan-rangsangan ini berasal dari suatu sumber buatan, seperti alat perekam atau sumber kesan lainnya, adalah sangat mungkin. Percobaan-percobaan yang dilakukan tentang hal ini menunjukkan fakta tersebut.
Di Amerika Serikat, Dr. White dari Cleveland Hospital, bersama para sejawatnya, yang semuanya pakar di bidang elektronik, membuat terobosan besar dalam menghidupkan "cyborg." Yang berhasil dilakukan Dr. White adalah memisahkan otak kera dari tengkoraknya dan memberinya oksigen dan darah. Otak ini, yang dihubungkan ke "mesin jantung-paru-paru" buatan, dipertahankan hidup selama lima jam. Peranti, yang disebut EEG (Electro Encephalogram), yang dihubungkan ke otak yang dipisahkan ini, mencatat dalam rekaman EEG-nya bahwa bising yang dibuat di sekitaran didengar oleh otak ini dan bahwa otak ini bereaksi terhadap bising itu.411
Sebagaimana telah kita lihat, sangat mungkin bahwa kita mengesani sebuah dunia luar lewat rangsangan buatan yang dipasok dari luar. Lambang-lambang yang akan Anda kesani dengan kelima indera Anda memadai untuk hal ini. Selain dari lambang-lambang ini, tiada lagi yang tersisa dari dunia luar.
Memang kita sangat mudah disesatkan untuk memercayai kesan-kesan, tanpa kaitan yang hakiki, sebagai nyata. Kita sering mengalami perasaan ini di dalam mimpi kita, tempat kita mengalami banyak kejadian, menemui orang-orang, benda-benda, dan suasana-suasana yang tampak benar-benar nyata. Akan tetapi, semua itu, tanpa kecuali, hanyalah kesan. Tiada perbedaan dasar antara dunia "mimpi" dan "nyata"; keduanya dialami di dalam otak.

Siapakah Sang Pengesan?
Sebagaimana telah diuraikan sejauh ini, tiada keraguan bahwa dunia yang kita pikir kita tinggali dan kenal sebagai "dunia luar" dikesani di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul sebuah pertanyaan yang sangat penting. Apakah kehendak yang menangkap semua kesan ini adalah sang otak sendiri?
Ketika mengurai otak, kita melihat bahwa otak tersusun dari molekul-molekul lemak dan protein, yang juga ada pada organisme-organisme hidup lain. Sebagaimana telah diketahui, intisari protein-protein ini sebenarnya adalah atom-atom. Ini berarti di dalam sekerat daging yang kita sebut "otak" kita, tak ada sesuatu untuk mengamati citra, membentuk kesadaran, atau menciptakan suatu wujud yang kita sebut "diriku."
R.L. Gregory merujuk ke kekeliruan yang dibuat orang terkait dengan citra-citra di otak:
Ada godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar-gambar di dalam otak. Sebuah gambar di dalam otak menggagaskan adanya kebutuhan akan semacam mata dalam (internal) untuk melihatnya—namun, gambar dari mata kedua akan memerlukan sebuah mata lagi untuk melihatnya.. dan seterusnya, dalam suatu pusaran tak berujung mata dan gambar. Ini tak masuk akal. 412
Inilah hal yang menempatkan para materialis, yang tak memercayai apa pun sebagai benar selain materi, ke dalam kebingungan: milik siapakah "mata di dalam" yang melihat, yang menafsirkan apa yang dilihatnya dan menanggapinya?
Karl Pribram juga memusatkan perhatian ke pertanyaan penting ini, tentang siapakah sang pengesan, di dalam dunia ilmiah dan filsafat:
Para filsuf sejak zaman Yunani telah menduga-duga tentang "hantu" di dalam mesin, "manusia kecil di dalam manusia kecil," dst. Di manakah sang saya—benda yang menggunakan otak ini? Siapakah yang melakukan pengenalan yang sebenarnya? Atau, sebagaimana pernah dikatakan St. Fransiskus dari Assisi, "Yang sedang kita cari adalah yang sedang mencari." 413
Sekarang, renungkan hal ini: buku yang ada di tangan Anda, ruangan tempat Anda berada, singkatnya, semua citra di hadapan Anda terlihat di dalam otak Anda. Apakah atom-atom yang melihat semua citra ini? Atom-atom yang buta, bisu, dan tak sadar? Bagaimanakah atom-atom yang mati dan tak sadar merasakan, bagaimanakah atom-atom melihat? Mengapakah sebagian atom memperoleh sifat-sifat ini sementara sebagian lain tidak? Apakah tindakan-tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, merasa gembira, merasa sedih, dan semua lainnya tersusun dari reaksi-reaksi elektrokimiawi di antara atom-atom ini? Tidak, otak tak bisa menjadi kehendak yang melakukan semua ini.
Dalam ruas-ruas sebelumnya, kami telah mengemukakan bahwa tubuh kita juga termasuk di dalam kumpulan kesan yang kita sebut "dunia luar." Maka, karena otak kita bagian dari tubuh kita, ia juga bagian dari kumpulan kesan itu. Karena otak kita sendiri suatu kesan, otak tak mungkin menjadi kehendak yang menangkap kesan-kesan lainnya.
Di dalam bukunya, The ABC of Relativity (Serba-Serbi Kenisbian), Bertrand Russel memusatkan perhatian kepada masalah ini dengan mengatakan:
Tentu saja, jika materi secara umum harus diartikan sebagai sekumpulan peristiwa, ini harus juga berlaku bagi mata, syaraf penglihatan, dan otak.414
Jelaslah bahwa wujud yang melihat, mendengar, menyentuh, dan merasakan wujud yang adiwujud (supramaterial). Karena materi tidak bisa berpikir, merasa, bersenang, atau bersedih. Mustahil melakukan semua ini hanya dengan tubuh saja. Oleh karena itu, wujud ini bukan materi, bukan juga citra, namun "hidup." Wujud ini bertutur kepada "layar" di depannya menggunakan citra tubuh kita.
Sebuah contoh tentang mimpi akan menerangkan lebih jauh masalah ini. Bayangkanlah (sesuai dengan yang telah diuraikan sejauh ini) bahwa kita melihat mimpi di dalam otak kita. Di dalam mimpi, kita memiliki sesosok tubuh khayalan, sebelah lengan khayalan, sebiji mata khayalan, dan sebuah otak khayalan. Jika selama mimpi, kita ditanya, "Di manakah Anda melihat?" kita akan menjawab, "Saya melihat di dalam otak saya." Jika kita ditanya di manakah dan seperti apakah otak kita, kita akan memegang kepala khayalan kita pada tubuh khayalan kita dengan tangan khayalan kita dan mengatakan, "Otak saya adalah sebongkah daging di dalam kepala saya yang bobotnya tak lebih dari satu kilo."
DUNIA DALAM MIMPI
Bagi Anda, kenyataan adalah semua yang dapat disentuh tangan dan dilihat mata. Dalam mimpi, Anda juga dapat "menyentuh dengan tangan dan melihat dengan mata," tetapi nyatanya, Anda tak bertangan maupun bermata, juga tidak ada apa-apa yang dapat Anda sentuh atau lihat. Tiada keniscayaan material yang dapat membuat semua ini terjadi selain otak Anda. Anda sekadar sedang diperdaya.
Apakah yang memisahkan kehidupan nyata dari mimpi? Pada akhirnya, kedua bentuk kehidupan ini diwujudkan di dalam otak. Jika kita mampu hidup dengan mudah di dunia yang tak nyata selama mimpi kita, hal yang sama dapat juga terjadi di dunia tempat kita hidup. Ketika kita terjaga dari sebuah mimpi, tiada alasan yang masuk akal untuk tak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang kita sebut "kehidupan nyata." Alasan mengapa kita menganggap bahwa mimpi kita sekadar lelucon dan dunia ini kenyataan tak lain hasil kebiasaan dan prasangka kita. Ini berarti kita mungkin saja dibangkitkan dari kehidupan di bumi yang kita pikir sedang kita jalani saat ini, seperti baru saja terjaga dari mimpi.
Namun, sebenarnya tidak ada otak apa pun untuk dibahas, melainkan sebuah kepala khayalan dan sebuah otak khayalan. Si pemandang citra-citra ini bukanlah otak khayalan di dalam mimpi, namun "wujud" yang jauh "mengunggulinya."
Kita mengetahui bahwa tak ada perbedaan fisik antara suasana sebuah mimpi dan suasana yang kita sebut kehidupan nyata. Jadi, ketika kita disodori pertanyaan di atas di dalam suasana yang kita sebut kehidupan nyata: "Di manakah Anda melihat?", akan sama tanpa maknanya untuk menjawab "di dalam otak saya" sebagaimana di dalam contoh di atas. Pada kedua keadaan, benda yang melihat dan mengesani bukanlah otak, yang bagaimana pun cuma sebongkah daging. Menyadari fakta ini, Bergson mengatakan di dalam bukunya, Matter and Memory (Materi dan Ingatan), secara ringkas, bahwa, "Dunia tersusun dari citra-citra, citra-citra ini hanya ada di dalam kesadaran kita; dan otak salah satu dari citra-citra itu."415
Maka, karena otak kita bagian dari dunia luar, harus ada kehendak yang mengesani semua citra ini. Wujud itu adalah "jiwa."
Kumpulan kesan yang kta sebut "dunia materi" tak lebih dari sebuah mimpi yang diamati oleh jiwa ini. Sama seperti tubuh yang kita miliki dan dunia materi yang kita lihat di dalam mimpi tak memiliki kenyataan, alam semesta yang kita diami dan tubuh yang kita miliki juga tak memiliki kenyataan hakiki. Filsuf terkenal Inggris David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:
Di sisi saya, ketika sedalam-dalamnya memasuki yang saya sebut diri saya, selalu saya terantuk pada satu atau lain kesan tertentu, panas atau dingin, terang atau suram, cinta atau benci, duka atau suka. Kapan pun tak pernah saya dapat menangkap diri saya tanpa sebuah kesan, dan tak pernah saya dapat mengamati sesuatu selain kesan.416
Wujud yang nyata itu adalah jiwa. Materi semata-mata terdiri dari kesan yang terlihat jiwa. Wujud cerdas yang menulis dan membaca kalimat ini bukanlah sekumpulan atom dan molekul dan reaksi kimia di antara keduanya, namun sesosok "jiwa."

Wujud Mutlak yang Nyata
Semua fakta ini membawa kita berhadapan dengan sebuah pertanyaan yang sangat penting. Jika benda yang kita akui sebagai dunia hakiki semata-mata terdiri dari kesan-kesan yang dilihat oleh jiwa kita, lalu apakah sumber kesan-kesan ini?
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita harus memikirkan yang berikut: materi tak memiliki keberadaan dengan kuasanya sendiri. Karena sebuah kesan, materi adalah sesuatu "yang dibuat." Yakni, kesan ini harus disebabkan oleh kekuasaan lain, yang berarti bahwa materi harus diciptakan. Lebih lagi, penciptaan ini harus sinambung. Jika tidak ada penciptaan yang sinambung dan tetap, maka yang kita sebut materi akan menghilang dan lenyap. Ini bisa disamakan dengan layar televisi tempat sebuah gambar ditayangkan selama gelombangnya terus dipancarkan. Jadi, siapakah yang membuat jiwa kita melihat bintang-gemintang, bumi, tetumbuhan, manusia, tubuh kita, dan segala sesuatu yang kita lihat?
Nyatalah bahwa ada sesosok Pencipta, Yang menciptakan seluruh alam materi, yakni, himpunan kesan, dan melanjutkan penciptaanNya tanpa henti. Karena Pencipta ini memperlihatkan penciptaan yang demikian luar biasa, Ia pastilah memiliki kekuasaan dan kekuatan yang kekal.
Pencipta ini mengenalkan diriNya kepada kita. Ia menurunkan sebuah kitab dan lewat kitab ini telah menguraikan diriNya, alam semesta, dan tujuan keberadaan kita.
Pencipta ini adalah Allah dan nama kitabnya adalah Al Qur’an.
Fakta-fakta bahwa langit dan bumi, yakni, alam semesta tidak baka, bahwa keberadaan semua itu hanya mungkin karena Allah menciptakannya dan bahwa semua itu akan lenyap ketika Ia mengakhiri penciptaan ini, semuanya dijelaskan di dalam sebuah ayat sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh, jika keduanya akan lenyap, tak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir, 35: 41)
Sebagaimana kami sebutkan di awal, sebagian orang tidak memiliki pemahaman yang murni tentang Allah dan karena itu membayangkan Allah sebagai suatu wujud yang ada di suatu tempat di langit dan tak benar-benar mencampuri urusan duniawi. Landasan penalaran ini sebenarnya terletak pada gagasan bahwa alam semesta ini sebuah kumpulan materi dan Allah ada "di luar" dunia materi ini, di suatu tempat nun jauh.
Akan tetapi, sebagaimana telah kami uraikan sejauh ini, materi tersusun hanya dari kesan-kesan. Dan satu-satunya wujud mutlak yang nyata adalah Allah. Ini berarti hanya Allah yang ada; segala sesuatu selain Dia hanyalah wujud-wujud semu. Akibatnya, mustahil memahami Allah sebagai terpisah dan di luar seluruh kumpulan materi ini. Sebab, sebenarnya tak ada sesuatu yang disebut materi dalam hal kewujudan. Allah pasti "di mana-mana" dan meliputi segala sesuatu. Keniscayaan ini dijelaskan di dalam Al Qur’an sebagai berikut:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al Baqarah, 2: 255)
Karena masing-masing wujud material itu sebuah kesan, semua wujud itu tak bisa melihat Allah; tetapi Allah melihat materi yang Dia ciptakan dengan segala bentuknya. Di dalam Al Qur’an, hal ini disebutkan demikian: "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan." (QS. Al An’âm, 6: 103)
Dengan kata lain, kita tak bisa memahami wujud Allah dengan mata kita, tetapi Allah sepenuhnya meliputi sisi dalam, sisi luar, penglihatan, dan pikiran kita. Karena itu, Allah berfirman bahwa "Dialah yang mengendalikan pendengaran dan penglihatan." (QS. Yunus, 10: 31) Kita tak dapat mengucapkan sepatah kata pun tanpa sepengetahuanNya, bahkan tidak juga kita dapat bernapas.
Ketika kita menyaksikan kesan-kesan inderawi dalam perjalanan hidup kita, wujud terdekat dengan kita bukanlah salah satu kesan ini. Ayat Al Qur’an berikut ini menegaskan keniscayaan ini: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS. Qâf, 50: 16) Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya hanya tersusun dari "materi," ia tak mampu memahami fakta penting ini. Jika ia menganggap otaknya adalah "dirinya," maka tempat yang dianggapnya sisi luar adalah 20-30 cm darinya. Menurut penalaran ini, tiada yang bisa lebih dekat baginya daripada urat lehernya. Akan tetapi, jika ia memahami bahwa tak ada sesuatu pun yang disebut materi, dan segala sesuatu sekadar khayalan, gagasan-gagasan seperti sisi luar, sisi dalam, jauh atau dekat, kehilangan makna. Allah meliputi dirinya dan "amat sangat dekat" dengannya.
Allah mengabari manusia bahwa Ia "amat sangat dekat" dengannya di dalam ayat: "Maka apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat (dengan mereka)." (QS. Al Baqarah, 2: 186) Ayat lain menuturkan fakta yang sama: "Dan (ingatlah), ketika Kami mewahyukan kepadamu, ‘Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia.’" (QS. Al Isrâ, 17: 60) Akan tetapi, manusia disesatkan dengan berpikir bahwa wujud terdekat dengannya adalah dirinya sendiri. Sebenarnya, Allah bahkan lebih dekat dengan kita daripada diri kita sendiri.
Dia telah menarik perhatian kita ke masalah ini dalam ayat: "Maka, mengapakah ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripadamu, tetapi kamu tidak melihat?" (QS. Al Wâqi’ah, 56: 83-85)
Satu-satunya kesimpulan yang dapat diambil dari keseluruhan fakta yang disajikan di sini adalah satu-satunya wujud yang mutlak dan nyata adalah Allah. Dengan pengetahuanNya, Allah meliputi manusia, yang merupakan wujud semu, maupun juga semua yang lainnya.
Yang sebaliknya berlaku bagi manusia, yang bukan sesuatu melainkan wujud semu, dan yang demikian bergantung kepada Allah, bahwa mustahil baginya memiliki kekuatan atau kehendak sendiri: "Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah." (QS. Al Insân, 76: 30) Ayat lain yang menunjukkan bahwa semua yang kita alami terjadi atas izin Allah terbaca: "Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. Ash Shâffaat, 37: 96) Di dalam Al Qur’an, kenyataan ini disebutkan pada banyak ayat dan dengan ayat "Bukan kamu yang melempar ketika melempar, tetapi Allah-lah yang melempar." (QS. Al Anfâl, 8: 17), ditekankan bahwa tidak ada perbuatan yang lepas dari Allah.
Inilah kenyataannya. Seseorang mungkin tak ingin mengakuinya dan memikirkan dirinya sebagai sesosok wujud yang tak bergantung kepada Allah; namun hal ini tak berpengaruh apa-apa. Tentu saja, penolakannya yang tak bijaksana ini lagi-lagi atas kehendak dan keinginan Allah. Di dalam Al Qur’an, fakta ini diterangkan demikian:
Maka, apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepadaNya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan. (QS. Ali Imran, 3: 83)

Kesimpulan
Masalah yang telah kami jelaskan sejauh ini adalah salah satu kebenaran terbesar yang pernah Anda terima di dalam kehidupan Anda. Anda dapat menyelidiki lebih jauh lagi lewat perenungan pribadi. Karena itu, Anda harus memusatkan pikiran, mencurahkan perhatian, dan merenungkan cara melilhat pada benda-benda di sekitar Anda, serta cara Anda merasakan sentuhannya. Jika Anda berpikir dengan penuh perhatian, Anda bisa merasakan bahwa wujud cerdas yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku ini pada saat ini hanyalah sesosok jiwa, yang menyaksikan kesan-kesan yang disebut "materi" pada sebuah layar. Seseorang yang memahami hal ini dianggap telah menjauhi alam materi yang memperdaya sebagian besar manusia, dan memasuki alam keberadaan sejati.
Keniscayaan ini telah dipahami sejumlah agamawan dan filsuf sepanjang sejarah. Kaum cendekiawan Islam seperti Imam Rabbani, Muhyidin Ibn al ‘Arabi, dan Maulana Jami menyadari hal ini dari ayat-ayat Al Qur’an dan lewat menggunakan penalaran mereka. Beberapa filsuf barat seperti George Berkeley telah menangkap kenyataan yang sama lewat penalaran. Imam Rabbani menulis di dalam kitab Maktubat (Surat-Surat) bahwa keseluruhan alam materi adalah sebuah "khayalan dan kesan" dan bahwa wujud yang mutlak adalah Allah:
Allah… hakikat wujud-wujud yang Ia ciptakan semata-mata ketiadaan… Ia menciptakan semua yang ada di dalam ruang kesan dan khayalan… Keberadaan alam semesta adalah di dalam ruang kesan dan khayalan, dan tidak hakiki… Dalam kenyataan, tak ada apa-apa di luar kecuali Sang Wujud Agung (Ialah Allah). 417
Maulana Jami mengatakan fakta yang sama, yang ditemukannya dari mengikuti tanda-tanda Al Qur’an dan menggunakan kecerdikannya: "Semua gejala alam semesta adalah kesan dan khayalan. Semua itu seperti pantulan di dalam cermin alias bayang-bayang."
Akan tetapi, jumlah mereka yang telah memahami fakta ini sepanjang sejarah selalu terbatas. Ulama-ulama besar seperti Imam Rabbani menulis bahwa mungkin tidak bijaksana untuk menyampaikan fakta ini kepada masyarakat umum karena sebagian besar orang tak mampu memahaminya.
Di masa kita hidup ini, hal itu telah ditegaskan sebagai sebuah fakta empiris oleh serangkaian petunjuk yang diajukan ilmu pengetahuan. Fakta bahwa alam semesta itu sesosok wujud semu diuraikan kali pertama dalam sejarah dengan cara yang demikian nyata, jelas, dan gamblang.
Karena alasan ini, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah, ketika masyarakat secara umum memahami keniscayaan-keniscayaan ilahiah dan dibimbing beramai-ramai kepadaNya, satu-satunya Wujud yang Mutlak. Kepercayaan-kepercayaan materialistik abad ke-19 akan dilemparkan ke onggokan sampah sejarah, kewujudan dan penciptaan Allah akan diterima, ketiadaan ruang dan waktu akan dipahami; manusia, singkatnya, akan menyibakkan tabir, penipuan, dan takhayul yang berumur berabad-abad dan telah membingungkan mereka.
Mustahil jalan yang tak terelakkan ini dihalangi oleh wujud semu apa pun.
 





KETIADAAN WAKTU DAN HAKIKAT TAKDIR

Semua yang diuraikan sejauh ini menunjukkan bahwa "ruang tiga dimensi" pada hakikatnya tidak ada, bahwa ruang itu sebuah prasangka yang sepenuhnya dibangun di atas kesan-kesan dan bahwa seseorang menjalani seluruh hidupnya di dalam "ketiadaan ruang." Sebab, tidak ada bukti yang sah tentang keberadaan dunia materi tiga-dimensi. Alam semesta yang kita huni adalah sekumpulan citra yang tersusun dari permainan cahaya dan bayangan. Mengatakan yang sebaliknya berarti menganut kepercayaan takhayul yang jauh tercerai dari nalar dan kebenaran ilmiah.
Ini membantah anggapan utama filsafat materialis, yakni, bahwa materi mutlak dan abadi. Anggapan kedua, di atas mana filsafat materialistik berdiri, adalah anggapan bahwa waktu mutlak dan abadi. Ini sama takhayulnya dengan yang pertama.

Kesan tentang Waktu
Yang kita kesani sebagai waktu sebenarnya sebuah cara membandingkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan sebuah contoh. Misalnya, ketika menepuk sebuah benda, seseorang mendengar suara tertentu. Ketika menepuk benda yang sama lima menit kemudian, ia mendengar suara lagi. Ia mengesani bahwa ada jeda antara suara pertama dan kedua, dan menyebut jeda ini "waktu." Namun, pada saat mendengar suara kedua, suara pertama yang didengarnya tak lebih sebuah pembayangan mental. Suara itu sekadar sekeping informasi di benaknya. Orang merumuskan konsep "waktu" dengan membandingkan peristiwa yang dialaminya dengan peristiwa di dalam ingatannya. Jika pembandingan ini tak dilakukan, tidak akan ada konsep waktu.
Serupa itu, penghuni sebuah ruangan membuat perbandingan ketika melihat seseorang masuk melalui sebilah pintu dan duduk di sebuah kursi bersandaran tangan di tengah ruangan. Pada saat si pendatang baru duduk di kursi, citra-citra yang terkait dengan peristiwa-peristiwa ia membuka pintu, masuk ke ruangan, dan berjalan ke kursi disusun sebagai keping-keping informasi di dalam otak orang pertama. Kesan waktu terjadi ketika membandingkan orang yang duduk di kursi dengan keping-keping informasi itu.
Singkatnya, waktu menjadi ada sebagai hasil pembandingan yang dibuat di antara sejumlah khayalan yang disimpan di otak. Jika orang tak memiliki ingatan, otaknya tak akan membuat tafsiran-tafsiran yang demikian dan oleh karena itu tak akan pernah membentuk konsep waktu. Satu-satunya alasan mengapa seseorang menetapkan bahwa dirinya berumur 30 tahun adalah karena telah menimbun informasi yang terkait dengan 30 tahun itu di benaknya. Jika ingatannya tidak ada, maka ia tak akan berpikir tentang keberadaan masa sebelumnya, dan hanya akan mengalami satu "peristiwa" saja di dalam hidupnya—dan hal ini sangat penting.

Penjelasan Ilmiah tentang Kekekalan
Izinkan kami menjelaskan masalah ini dengan mengutip berbagai penjelasan ilmuwan dan cendekiawan di bidang ini. Tentang masalah waktu yang mengalir mundur, seorang cendekiawan terkenal sekaligus profesor genetika pemenang Nobel, François Jacob, menyatakan yang berikut di dalam bukunya Le Jeu des Possibles (Yang Mungkin dan Yang Nyata):
Film-film yang diputar mundur memungkinkan kita membayangkan sebuah dunia dengan waktu berjalan mundur. Sebuah dunia dengan susu memisahkan diri dari kopi dan melompat keluar cangkir untuk mencapai periuk susu; sebuah dunia dengan gelombang cahaya dipancarkan dari tembok-tembok untuk dikumpulkan di sebuah perangkap (pusat gravitasi), bukannya disebarkan dari sebuah sumber cahaya; sebuah dunia dengan sebuah batu mendaki ke telapak tangan seorang laki-laki melalui kerjasama mencengangkan tak terhitung tetesan air yang memungkinkan batu melompat keluar air. Namun, di dalam dunia seperti itu dengan waktu memiliki sifat-sifat demikian berlawanan, proses-proses otak kita dan cara ingatan kita menyusun informasi, akan sama-sama berfungsi mundur. Hal ini juga benar bagi masa lalu dan masa depan, dan dunia akan tampak bagi kita persis sebagaimana ia tampak saat ini. 418
Karena otak kita terbiasa ke urutan tertentu peristiwa, dunia tidak bekerja sebagaimana dijelaskan di atas dan kita menganggap bahwa waktu selalu mengalir ke depan. Akan tetapi, ini sebuah keputusan yang diambil di otak dan bersifat nisbi (relatif). Jika saja keping-keping informasi di dalam ingatan kita disusun seperti dalam film-film yang diputar terbalik, bagi kita, aliran waktu akan seperti dalam film-film ini. Dalam keadaan seperti ini, kita akan mulai mengesani masa lalu sebagai masa depan, dan masa depan sebagai masa lalu, dan menjalani kehidupan kita di dalam urutan yang sepenuhnya terbalik.
Dalam kenyataan, kita tak pernah dapat mengetahui bagaimanakah waktu mengalir atau bahkan benarkah waktu mengalir. Inilah sebuah tanda dari fakta bahwa waktu bukan sesuatu yang mutlak, tetapi sekadar semacam kesan.
Kenisbian (relatifitas) waktu adalah sebuah fakta yang juga dibuktikan oleh seorang fisikawan terpenting abad ke-20, Albert Einstein. Lincoln Barnett menulis di dalam bukunya The Universe and Dr. Einstein (Alam Semesta dan Doktor Einstein):
Bersama-sama dengan ruang mutlak, Einstein membuang konsep waktu mutlak—tentang sebuah aliran waktu universal (menjagat) yang tetap, tak berubah, tak terhentikan, yang mengalir dari masa lalu yang tak hingga ke masa depan yang tak hingga. Banyak ketakjelasan seputar Teori Relatifitas berawal dari keengganan manusia mengakui bahwa rasa waktu, seperti rasa warna, adalah sebentuk kesan. Sama seperti ruang adalah sekadar suatu penataan yang mungkin dari sekumpulan benda, begitu juga waktu adalah sekadar pengurutan yang mungkin dari sekumpulan peristiwa. Sifat perorangan (subjektif) waktu paling baik dijelaskan dengan kata-kata Einstein sendiri. "Pengalaman-pengalaman seseorang," kata Einstein, "tampak bagi kita tersusun di dalam serangkaian peristiwa; di dalam rangkaian peristiwa ini, kejadian tunggal yang kita ingat tampak terurut sesuai dengan pemilah ‘lebih dulu’ dan ‘lebih nanti’. Karena itu, ada bagi seseorang, waktu-saya, atau waktu perorangan. Waktu ini sendiri tak dapat diukur. Malah, saya bisa mengaitkan angka-angka dengan peristiwa-peristiwa, dengan cara sedemikian sehingga angka yang lebih besar dikaitkan dengan peristiwa yang lebih nanti, bukannya yang lebih dulu." 419
Kata-kata Einstein mengisyaratkan bahwa gagasan waktu yang berjalan maju tak lebih dari pembiasaan diri.
Einstein sendiri menyatakan, sebagaimana dikutip di dalam buku Barnett: "Ruang dan waktu adalah bentuk-bentuk gerak nurani (intuisi), yang tak terceraikan dari kesadaran lebih daripada konsep-konsep kita tentang warna, bentuk atau ukuran." Menurut Teori Relatifitas Umum: "Waktu tak memiliki keberadaan yang terpisah dari urutan peristiwa dengan mana kita mengukurnya."420
Karena didasarkan pada kesan, waktu sepenuhnya bergantung kepada si pengesan dan karena itu nisbi.
Laju waktu mengalir berbeda-beda menurut acuan yang kita gunakan untuk mengukurnya, sebab tak ada jam alamiah di dalam tubuh manusia yang menandai secara cermat seberapa cepat waktu berlalu. Seperti yang ditulis oleh Lincoln Barnett: "Sama seperti tiada sesuatu yang seperti warna jika tak ada mata untuk mencernanya, maka, seketika atau satu jam atau satu hari bukan apa-apa tanpa satu peristiwa untuk menandainya." 421
Kenisbian waktu dengan mudah kita alami di dalam mimpi. Meskipun yang kita lihat di dalam mimpi tampak berlangsung berjam-jam, nyatanya semua itu berlangsung hanya beberapa menit, dan bahkan beberapa detik.
Mari kita pikirkan tentang sebuah contoh untuk memperjelas masalah ini. Anggaplah bahwa kita ditempatkan di sebuah ruangan dengan sebuah jendela yang dirancang khusus dan kita dikurung di sana selama beberapa saat. Sebuah jam di ruangan memungkinkan kita melihat jumlah waktu yang telah berlalu. Pada saat bersamaan, kita juga bisa melihat dari jendela matahari terbit dan terbenam pada selang tertentu. Beberapa hari kemudian, jawaban yang akan kita berikan atas pertanyaan tentang lamanya waktu yang telah kita habiskan di dalam ruangan akan didasarkan pada informasi yang kita kumpulkan dengan melihat jam dari waktu ke waktu dan pada perhitungan yang kita buat dengan mengacu ke berapa kali matahari terbit dan terbenam. Anggaplah, kita memperkirakan telah melewatkan tiga hari di dalam ruangan itu. Akan tetapi, jika orang yang menempatkan kita di ruangan itu berkata bahwa kita menghabiskan hanya dua hari di sana, bahwa matahari yang kita lihat dari jendela dihasilkan secara buatan dengan sebuah mesin peniru, dan bahwa jam di ruangan diatur khusus agar berdetak lebih cepat, maka perhitungan yang telah kita buat menjadi tak berarti.
Contoh ini menegaskan bahwa informasi yang kita miliki tentang laju perjalanan waktu didasarkan pada pada acuan yang nisbi.
Dengan cara yang sama, fakta bahwa setiap orang mengesani laju aliran waktu berbeda pada suasana berbeda merupakan petunjuk bahwa waktu tak lebih dari kesan psikologis. Misalnya, ketika Anda harus bertemu seorang sahabat, keterlambatan 10 menit sang sahabat tampak bagi Anda seperti tiada akhir, atau setidaknya, suatu waktu yang amat lama. Atau, bagi orang yang kurang tidur karena harus bangun untuk pergi bersekolah atau bekerja, tambahan tidur 10 menit mungkin terasa sangat lama. Dia bahkan mungkin akan berpikir telah menuntaskan tidurnya dalam 10 menit itu. Pada beberapa keadaan, yang sebaliknya terjadi. Seperti yang Anda ingat dari tahun-tahun sekolah Anda, setelah 40 menit pelajaran yang terasa bagaikan seabad, istirahat sepuluh menit mungkin tampak sangat cepat berlalu.
Kenisbian waktu adalah sebuah fakta ilmiah yang juga dibuktikan oleh metodologi ilmiah. Teori Relatifitas Umum Einstein menyebutkan bahwa laju waktu berubah bergantung pada laju benda dan kedudukannya di dalam medan gravitasi. Sambil laju meningkat, waktu memendek dan mengerut, melambat seakan sedang menuju titik "henti."
Mari kita perjelas hal ini dengan sebuah contoh yang diberikan oleh Einstein. Bayangkanlah dua orang kembar, yang satu tinggal di bumi dan yang lainnya pergi menjelajah ruang angkasa dengan laju yang mendekati laju cahaya. Ketika kembali, si penjelajah ini akan melihat bahwa saudara kembarnya telah tumbuh jauh lebih tua daripada dirinya. Alasannya adalah waktu mengalir lebih lambat bagi seseorang yang berjalan dengan laju yang mendekati laju cahaya. Yang sama juga terjadi pada seorang ayah yang menjelajahi ruang angkasa dalam sebuah roket, dengan laju yang mendekati 99 persen laju cahaya, dan putranya yang tinggal di bumi. Jika si ayah berumur 27 tahun ketika memulai penjelajahannya dan putranya 3 tahun; ketika si ayah kembali ke bumi 30 tahun kemudian (waktu bumi), putranya akan berusia 33 tahun sementara ia hanya 30 tahun. 422
Kenisbian waktu ini bukan disebabkan oleh perlambatan atau percepatan jam, atau perlambatan sebuah pegas mekanis. Ini hasil perbedaan masa kerja keseluruhan sistem yang ada secara material, yang berlangsung sampai ke taraf partikel subatomis. Dengan kata lain, bagi yang mengalaminya, pemendekan waktu tidak dirasakan seakan-akan berjalan pada sebuah film gerak lambat. Dalam suasana dengan waktu memendek, detak jantung, penggandaan sel, dan fungsi otak, dll. seseorang, semuanya bekerja lebih lamban. Meskipun demikian, ia tetap menjalani kehidupan sehari-harinya dan sama sekali tak melihat pemendekan waktu.
Fakta-fakta yang diungkapkan Teori Relatifitas ini telah diperiksa beberapa kali oleh banyak ilmuwan. Di dalam bukunya yang berjudul Frontiers (Perbatasan), Isaac Asimov, juga menyatakan bahwa sudah 84 tahun sejak pengumuman Teori Relatifitas Einstein, dan setiap kali teori diuji, Einstein terbukti benar sekali lagi. 423

Kenisbian di dalam Al Qur’an
Kesimpulan ke arah mana kita dipandu oleh temuan-temuan ilmiah mutakhir adalah bahwa waktu bukan fakta mutlak sebagaimana yang dianggap kaum materialis, tetapi hanyalah sebuah kesan yang nisbi. Yang paling menarik adalah bahwa fakta yang tak terungkapkan hingga abad ke-20 oleh ilmu pengetahuan ini telah disingkapkan kepada manusia di dalam Al Qur’an sejak 14 abad yang lalu. Ada berbagai rujukan di dalam Al Qur’an tentang kenisbian waktu.
Mudah menemukan di dalam banyak ayat Al Qur’an fakta yang secara ilmiah terbukti bahwa waktu itu sebuah kesan psikologis yang bergantung pada peristiwa, suasana, dan keadaan. Misalnya, seluruh kehidupan seseorang adalah suatu masa yang sangat pendek, sebagaimana disampaikan Al Qur’an kepada kita:
Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhiNya sambil memujiNya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja. (QS. Al Isrâ, 17: 52)
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan satu sama lain. (QS. Yunus, 10: 45)
Beberapa ayat mengisyaratkan bahwa manusia berbeda-beda dalam mengesani waktu, dan kadangkala dapat merasakan suatu masa yang amat pendek sebagai amat lama:
Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." (QS. Al Mu’minûn, 23: 112-114)
Dalam beberapa ayat yang lain, Allah berfirman bahwa waktu bisa mengalir dengan laju berbeda pada suasana yang berlainan:
…Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. Al Hajj, 22: 47)
Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. Al Ma’ârij, 70: 4)
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS. As Sajdah, 32: 5)
Ayat-ayat ini adalah ungkapan jelas tentang kenisbian waktu. Bahwa temuan ini, yang baru-baru saja dipahami oleh para ilmuwan di abad ke-20, disampaikan kepada manusia sejak 1.400 tahun yang lalu di dalam Al Qur’an adalah sebuah isyarat pewahyuan Al Qur’an oleh Allah, Yang meliputi segenap waktu dan ruang.
Banyak ayat lain di dalam Al Qur’an yang mengungkapkan bahwa waktu itu sebuah kesan. Keadaan yang diuraikan pada ayat di bawah ini yang juga petunjuk bahwa waktu sebenarnya sebuah kesan psikologis.
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya.

Dia berkata, "Bagaimanakah Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.

Allah bertanya: "Berapa lamakah kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari."

Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikanmu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging."

Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati), ia pun berkata: "Aku yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Baqarah, 2: 259)
Ayat di atas dengan jelas menekankan bahwa Allah, Yang menciptakan waktu, tidak terikat olehnya. Di sisi lain, manusia terikat oleh waktu, sebagaimana ditakdirkan oleh Allah. Seperti di dalam ayat itu, manusia bahkan tak mampu mengetahui berapa lama ia telah tertidur. Karena itu, menyatakan bahwa waktu itu mutlak (sebagaimana dilakukan para materialis dengan pemikiran menyimpang mereka) sangat tak beralasan.

Takdir
Kenisbian waktu menjernihkan sebuah masalah yang sangat penting. Kenisbian begitu beragam sehingga masa yang kita alami milliaran tahun lamanya mungkin berlangsung hanya sedetik dari sudut pandang lain. Lebih lagi, suatu masa waktu yang sangat lama, mulai dari awal dunia hingga akhir zaman, mungkin berlangsung seketika di dalam dimensi lain.
Inilah hakikat sejati konsep takdir—sebuah konsep yang tidak dimengerti dengan baik oleh kebanyakan orang, khususnya para materialis yang menolaknya sepenuhnya. Takdir adalah pengetahuan sempurna Allah tentang semua peristiwa masa lalu atau masa depan. Sebagian besar manusia mempertanyakan cara Allah bisa mengetahui peristiwa-peristiwa yang belum dialami dan hal ini membawa mereka ke kekeliruan memahami kebenaran takdir. Akan tetapi, "peristiwa-peristiwa yang belum dialami" hanya berlaku bagi kita. Allah tidak terikat oleh waktu atau ruang, karena Ia yang menciptakan keduanya. Karena alasan ini, masa lalu, masa depan, dan saat ini sama saja bagi Allah; bagiNya segala sesuatu telah terjadi dan selesai.
Di dalam buku The Universe and Dr. Einstein, Lincoln Barnett menjelaskan bagaimana Teori Relatifitas Umum mengarah ke kesimpulan ini. Menurut Barnett, alam semesta dapat "diliputi seluruh keagungannya hanya oleh suatu kecerdasan semesta."424 Kehendak yang disebut Barnett sebagai "kecerdasan semesta" adalah kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, Yang mencakup semesta alam. Sama seperti kita dengan mudah bisa melihat pangkal, tengah, dan ujung sebatang mistar, serta semua penanda satuan yang ada di antaranya sebagai satu keseluruhan, Allah mengetahui waktu yang kita alami seakan suatu peristiwa tunggal sejak dari awal hingga akhirnya. Akan tetapi, manusia mengalami peristiwa-peristiwa hanya ketika saatnya tiba dan menyaksikan takdir yang telah diciptakan Allah untuknya.
Juga penting menarik perhatian kepada kedangkalan dari pemahaman menyimpang tentang takdir yang lazim di masyarakat. Kepercayaan menyimpang tentang takdir ini adalah sebuah takhayul bahwa Allah telah menentukan "takdir" bagi tiap-tiap manusia, namun manusia kadang dapat mengubah takdirnya. Misalnya, orang membuat pernyataan dangkal tentang seorang pasien yang bangkit dari sakaratul maut seperti "ia mengalahkan takdirnya." Tak seorang pun mampu mengubah takdirnya. Orang yang bangkit dari sakaratul maut, tidak mati saat itu karena ditakdirkan demikian. Ironisnya, sudah takdir bagi orang-orang yang memperdayakan diri dengan berkata "saya menaklukkan takdir saya" bahwa mereka mesti berkata dan mempertahankan kerangka berpikir yang demikian. Di dalam ayat berikut, "..Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab. Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah." (QS. Fathir, 35: 11), disebutkan bahwa semua hal tak lebih dari takdir. Takdir adalah pengetahuan abadi Allah dan untuk Allah, Yang mengetahui waktu bagaikan satu peristiwa tunggal dan Yang menguasai seluruh ruang dan waktu; segalanya ditentukan dan selesai di dalam takdir.
Kita juga memahami dari yang difirmankanNya di dalam Al Qur’an bahwa waktu adalah satu bagi Allah: beberapa peristiwa yang tampak bagi kita terjadi di masa depan disebutkan dalam Al Qur’an seakan-akan telah terjadi jauh sebelumnya. Misalnya, ayat-ayat yang menguraikan pertanggungjawaban yang harus diberikan kepada Allah di akhirat dituturkan sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi dahulu kala:
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, dan tiba-tiba mereka berdiri menunggu! Dan terang-benderanglah bumi (Padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya, dan diberikanlah buku dan didatangkanlah para nabi dan para saksi, dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan… Dan orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan... Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula)… (QS. Az Zumar, 39: 68-73)
Seperti dapat dilihat, peristiwa-peristiwa yang akan terjadi setelah kita mati (dari sudut pandang kita) diceritakan di dalam Al Qur’an sebagai peristiwa-peristiwa lampau yang telah dialami. Allah tak terikat oleh kerangka waktu nisbi tempat kita terkurung. Allah menghendaki berbagai hal di dalam keabadian: manusia telah menjalani semuanya dan semua peristiwa ini telah dialami dan berakhir. Ia berfirman di dalam ayat di bawah ini bahwa setiap peristiwa, besar atau kecil, adalah sepengetahuan Allah dan dicatat di dalam sebuah buku:
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarrah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata. (QS. Yunus, 10: 61)
Dengan terbukanya rahasia ini, dunia menjadi seperti surga bagi orang yang beriman. Semua kekhawatiran, kegelisahan, dan ketakutan material yang menyesakkan sirna. Ia memahami bahwa alam semesta memiliki penguasa tunggal, bahwa Dia mengatur seluruh dunia fisik sesukaNya,dan bahwa yang harus dilakukan manusia adalah berpaling kepadaNya. Lalu, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah "untuk berkhidmat kepadaNya." (QS. Ali Imran, 3: 35)
Memahami rahasia ini adalah keuntungan terbesar di dunia.


Maha Suci Engkau!
Tiada yang kami ketahui selain dari yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.
(QS. Al Baqarah, 2: 32)
 



SUMBER :
HARUN YAHYA---DARWINISME TERBANTAHKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar