Islam dan Agama Islam
Perkataan Islam berarti "penyerahan diri". Maksudnya adalah penyerahan diri bulat-bulat kepada tujuan dan kehendak Sang Pencipta Yang Maha Esa. Sedangkan realisasi dari penyerahan diri ini adalah taat kepada-Nya. Dengan demikian, perkataan Islam itu mengandung dua pengertian fundamental, Yaitu mengakui Sang Pencipta (tauhid) dan taat/patuh kepada-Nya secara ikhlas.
Tepatlah kalau perkataan Islam ini selanjutnya menjadi nama agama Allah yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, karena isi agama ini memang berintisarikan "tauhid dan taat". Ia adalah agama fitrah, artinya agama yang sejalan dengan akal, logika dan tabiat manusia.
Semua agama Allah yang diajarkan oleh semua nabi-nabi sebelum nabi Muahmmad SAW, adalah Islam (yaitu dalam pengertian "penyerahan diri", bukan dalam pengertian nama/label dari suatu agama). Agama-agama Allah itu secara berangsur-angsur disempurnakan detail-detail syariatnya dari nabi yang terdahulu kepada nabi berikutnya terus menerus dan mencapai puncak kesempurnaannya di tangan nabi penutup, yaitu Muhammad SAW.
"Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untukmu
agamamu dan telah kucukupkan nikmat-Ku kepadamu dan
telah Ku-ridhoi Islam itu sebagai agama bagimu".
QS Al-Maidah:3
Al-Qur'an diturunkan Allah untuk menyempurnakan mata rantai wahyu Illahi yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul-rasul sebelum nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu Islam datang bukanlah untuk mengikis agama Yahudi dan Kristen, tetapi ia datang untuk meluruskan.
Sebagai kitab terakhir yang diturunkan Tuhan, maka tentulah wajar saja bila Al-Qur'an merupakan barometer kebenaran. Hal ini berarti, manusia yang hidup setelah diturunkannya Al-Qur'an, di akhirat kelak akan diadili dengan menggunakan kitab Al-Qur'an. Ini adalah konsekuensi logis, karena kebenaran yang hakiki itu hanya satu. Akan merugilah orang-orang yang semasa hidup di dunia tidak berperilaku sebagaimana yang ditentukan Tuhan dalam Al-Qur'an.
"Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab
yang lain itu ..."
QS Al-Maidah:48
* maksudnya : Al-Qur'an adalah ukuran untuk membenarkan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
Karen Armstrong (mantan biarawati Katolik Roma) dalam bukunya "Muhammad : A Western Attempt to Understand Islam", mengatakan :
"Al-Qur'an tidak meminta orang Islam meninggalkan akal sehatnya atau duduk berpangku tangan menunggu Tuhan untuk menyelamatkan mereka dengan mukjizat. Islam adalah agama yang praktis dan realistis; yang melihat intelegensi manusia dan wahyu Illahi berada berdampingan dan bekerja sama secara serasi. Misalnya ketika Muhammad SAW mengambil keputusan berperang di Badar ataupun membuat perjanjian di Hudaybiyah, ia tidak mendapat wahyu langsung dari Tuhan. Tetapi beliau meminta bantuan dan bermusyawarah dengan para sahabatnya, serta menggunakan akal sehatnya."
Sunni vs. Syiah (?)
Masyarakat Islam secara umum terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu golongan Ahlu Sunnahwal-jama'ah yang disebut juga Sunni, dan golongan Syi'ah. Menurut sejarah, golongan Sunni lahir pada zaman ketika Muawiyah menjadi khalifah menggantikan Khalifah Ali yang terbunuh, sedangkan golongan Syi'ah lahir sebelumnya yaitu pada zaman Khalifah Umar bin Khatab.
Bila pengikut golongan Sunni sangat menghormati para sahabat Rasulullah SAW. Sebagai pribadi yang agung, maka pengikut golongan Syi'ah hanya menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat Rasulullah yang layak diikuti.
Selanjutnya golongan Sunni terpecah lagi menjadi 4 mazhab, yaitu : Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hanbali. Dan di Indonesia sebagian besar mengikuti mazhab Syafi'i yang terbagi-bagi lagi menjadi paham : Muhammadiyah, NU, Persatuan Islam dan lain-lain.
Golongan Syi'ah hanya mengenal mazhab Ahlul Bait, yaitu hanya mengikuti para ahlul bait yang menurut mereka adalah : Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fatimah, serta kedua putranya Hasan dan Husein. Mereka tidak beriman dengan mazhab golongan Sunni, demikian juga sebaliknya.
Tentu saja kedua golongan ini masing-masing mempunya alasan-alasan kuat yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits, hanya menafsirkannya yang berbeda.
Sebenarnya keberagaman pendapat dalam fiqih ini adalah wajar saja dan hal ini memang tidak mungkin dapat dihindarkan. Sejarah juga mencatat disamping golongan Syi'ah yang cenderung hanya mengakui Ali, kaum Khawarij hanya mengakui Abu Bakar dan Umar saja, sedangkan kaum Umawi (lama) hanya mengakui Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu'awiyah (tanpa Ali), terakhir khalifah Umar Ibn Abd al-'Aziz mengakui Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Sikap kita dengan adanya keberagaman ini haruslah bijaksana (Wisdom). Kita harus bisa bersikap toleran dengan pendapat orang lain bila pendapatnya itu di dukung oleh dalil-dalil yang sah.
Janganlah kita berburuk sangka [Al-Hujurat:12] atau bertindak zalim terhadap yang berbeda paham dengan kita. Ingatlah, selama mereka mengikuti Al-Qur'an dan beriman kepada Muhammad Rasulullah SAW, maka mereka itu muslim juga, dan sesama muslim itu bersaudara [Al-Hujurat:10]. Janganlah sampai perbedaan ini memutuskan tali persaudaraan, karena hal ini sangat di murkai Allah [Muhammad:22,23]. Yang terpenting adalah kita mengerti (tidak taqlid buta) bahwa paham yang kita anut itu ada dalilnya yang bersumber dari Alqur'an dan hadits. Masalah perbedaan penafsiran, haruslah dianggap hal yang wajar dan tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai saling menkafirkan. Adalah lebih bijaksana bila kita menjaga persatuan menyeluruh kaum Muslim tanpa memandang perbedaan pendapat di kalangan mereka, yang tentunya sepanjang perbedaan itu tidak mengenai pokok-pokok keimanan (Rukun Iman). Al-Qur'an sendiri mengatakan, "Wahai sekalian orang yang beriman! Janganlah suatu golongan menghina golongan (lain), kalau-kalau mereka (yang dihina) itu lebih baik dari pada mereka (yang menghina) ..." [Al-Hujurat:11].
Bagaimana mungkin kita mengatakan kafir pada orang yang tidak sepaham dengan kita, sedangkan Rasulullah SAW sendiri mengatakan : "Siapa saja yang kau jumpai menyaksikan bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dengan penuh keyakinan, maka berilah berita gembira akan surga kepadanya".
Dalam menilai suatu mazhab atau paham, hendaknya jangan melihat atau menilai dari tingkah laku penganutnya, namun nilai-nilai dari ajaran-ajarannya.
Dalam perjalanan hidup ini, kita pasti akan menemui berbagai aliran-aliran agama Islam yang kesemuanya mengaku bersumber pada Al-Qur'an dan Hadits. Ada sedikitnya tiga kriteria pokok yang harus dipenuhi oleh suatu aliran pemikiran yang benar, yaitu :
- Tidak menyebabkan putusnya persaudaraan dengan umat Muslim. Ingatlah bahwa yang menjadi panutan kita adalah Rasulullah SAW dan Beliau tidak pernah memerangi orang yang telah mengucapkan syahadat. Adapun latar belakang orang yang mengucapkan syahadat itu benar-benar dilakukan secara yakin dan ikhlas atau tidak, maka itu sudah menjadi tanggung jawab antara dia dan Allah SWT.
- Meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah. Indikatornya adalah disamping menjalankan dengan taat syariat (peraturan-peraturan agama), juga harus mampu melaksanakan sholat secara khusuk, bersabar, ikhlas, tawakal, bersyukur, tidak melakukan syirik, serta mampu mengalahkan nafsu.
- Kehadirannya tidak membuat orang lain merasa takut atau cemas.
Dari uraian ini, mudah-mudahan kita kita dapat memahami bahwa perbedaan pendapat ataupun mazhab sekalipun bukanlah menjadi masalah. Adalah tugas kita semua sesama Muslim untuk menjaga agar perbedaan ini tidak merusak "kedamaian, ketentraman dan ketenangan". Untuk itu kita dituntut untuk dapat mengendalikan nafsu untuk "mau menang sendiri". Kemudian renungkan Firman Allah yang menyiratkan larangan memaksa orang untuk menerima kebenaran :
"Dan jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan
beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan
kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
mempergunakan akalnya."
QS Yunus: 99-100
"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman,
dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir....."
QS Al-Kahfi:29
"... Kamu tidak lain
hanyalah pemberi peringatan."
QS Faathir:22
Berikut pendapat tokoh mengenai "Persatuan Dalam Perbedaan" ini :
- Imam Abu Hanifah :"Saya benar, tapi bisa salah dan orang lain salah tapi bisa benar!"
- Dr. Ir. Muhammad Imaduddin Abdulrahim MSc mengatakan,"Bagiku tidak ada masalah Sunni dan Syiah. Sesungguhnya kedua label ini bahkan harus dihilangkan. Kita harus menyatakan diri, bukan sunni dan bukan syi'ah, tetapi Islam (seorang Muslim). Aku pernah shalat dibelakang Imam Syi'ah, seperti aku juga sering sholat dibelakang Imam Sunni.
- KH. Moh. Hasyim Ashari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, mengatakan : "....telah terjadi perselisihan pendapat antara Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam berbagai masalah yang jumlahnya mencapai sekitar 14.000 yang menyangkut bab ibadah dan mu'amalah; dan antara Imam Syafi'i dan gurunya Imam Malik dalam berbagai masalah mencapai kira-kira 6000; demikian pula antara Imam Ahmad Ibn Hanbal dan gurunya Imam Syafi'i dalam berbagai masalah. Namun tidak seorang pun dari mereka memusuhi yang lain, tidak seorang pun mencaci maki yang lain, tidak seorang pun dengki kepada yang lain, dan tidak seorang pun menisbahkan yang lainnya kepada kesalahan ataupun cacat. Sebaliknya, mereka tetap selamanya saling mencintai, semuanya menunjukkan sikap yang bersih kepada sesama saudara mereka, dan saling berdoa satu sama lain untuk kebaikan bersama. ...sikap saling membenci, memusuhi dan saling memutuskan hubungan yang terjadi antara kita karena perbedaan dalam satu atau beberapa perkara adalah berasal dari godaan syetan serta dari keinginan saling unggul dan menyombongkan diri antara sesama saudara karena dorongan mengikuti hawa nafsu....."
Jenis-jenis Syirik
Syirik secara umum dapat dikatakan sebagai kecondongan untuk bersandar pada sesuatu atau pun seseorang selain Allah. Hal ini hanya terjadi pada orang-orang yang tidak mampu mengendalikan nafsu jahatnya, karena memang sesungguhnyalah nafsu jahat itu lebih suka menyembah produk imajinasinya sendiri. Ada 4 jenis syirik, yaitu :
- Syirik-ul-'Ilm : Inilah syirik yang umumnya terjadi dikalangan ilmuwan. Mereka mengagungkan ilmu sebagai maha segalanya. Mereka tidak mempercayai pengetahuan yang di wahyukan kepada Allah. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa manusia berasal dari kera; mereka juga percaya bahwa ilmu pengetahuan akhirnya akan dapat menemukan formula agar manusia tidak perlu mengalami mati; dsb.
- Syirik-ut-Tasarruf : Syirik jenis ini pada prinsipnya, disadari atau tidak oleh pelakunya, menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas penghidupan manusia berada di tangan-Nya. Mereka percaya adanya perantara bagi Allah, dan percaya pula bahwa sang perantara itu mempunyai "kekuasaan". Contohnya adalah kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. sebagai anak Tuhan, percaya pada dukun, tukang-tukang sihir atau ahli nujum, "orang pintar", percaya pada jimat, patung dan lainnya yang sejenis.
- Syirk-ul-Ibadah : Inilah syirik yang menuhankan pikiran, ide-ide atau fantasi. Mereka hanya percaya pada fakta-fakta konkrit yang berasal dari pengalaman lahiriah. Seorang ateis misalnya, ia memuja ide pengingkaran terhadap Tuhan.
- Syirik-ul-'Adah : Ini adalah kepercayaan terhadap takhayul. Sebagai contoh, percaya bahwa 13 itu adalah angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka tersebut; menghubungkan kucing hitam dengan kejahatan; jangan bepergian pada hari sabtu; jangan melaksanakan perkawinan pada hari-hari tertentu; menempelkan gambar di kendaraan supaya selamat; dsb.
Referensi :
"Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual", karangan Abdul-Fattah Rashid Hamid Ph.D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar