Jumat, 02 September 2011

Warisan Pengobatan Turun-temurun Dalam Peradaban Islam


Dunia medis mencatat penyakit jantung merupakan menyebab nomor wajhid kematian di belahan dunia. Pada 2002, penyakit jantung telah menyebabkan 17 juta kasus kematian di dunia. Penyakit ini masih tetap menjadi ''mesin pembunuh'' yang harus terus diwaspadai.  Pada 2020 mendatang, para ahli memperkirakan, kematian akibat penyakit jantung akan mencapai 20 juta kasus.

Dunia kedokteran Islam telah mengenal dan menguasai penyakit jantung  sejak 900 tahun silam.  Menurut Rabie E Abdel-Halim dan Salah R Elfaqih  dalam karyanya bertajuk  ''Pericardial Pathology 900 Years Ago: A Study and Translations from an Arabic Medical Textbook,'' dunia medis Islam di era kekhalifahan sudah menguasai ilmu pengobatan penyakit jantung.

Menurut Abdel-Halim,  dokter Muslim yang sudah mengkaji dan mengasai pengobatan penyakit jantung  di zaman keemasan Islam adalah  Ibnu Zuhr (1091-1161 M). Berdasarkan hasil kajian dari Kitab al-Taysir, karya dokter Muslim legendaris  dari Andalusia itu, para sejarawan sains menemukan fakta bahwa  Ibnu Zuhr sudah menguasai pengobatan pericarditis.

Pericarditis  merupakan penyakit peradangan pada pericardium (kantong yang mengelilingi jantung). Pericarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam pericardium dan menekan jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah.

Ibnu Zuhr membahas dan mengkaji pengobatan tentang pericarditis dalam kitab berbahasa Arab yang berjudul Kitab al-Taysir fi al-Mudawat wal Tadbir. Kitab itu  terdiri dari dua volume dalam satu edisi.  Kajian tentang pericarditis dikupas sang dokter dalam bab khusus bertajuk Dhikru amradh al-qalb.

Dalam kitab itu, Ibnu Zuhr telah menyebutkan adanya fenomena penumpukan cairan yang membuat kemampuan jantung menjadi terbatas. Ibnu Zuhr menyebut cairan itu sebagai Dhikru al-Ruttubah allati Ta'ridd fi Ghisha al-Qalb.

Dalam kitab kedokterannya, Ibnu Zuhr meletakkan pembahasan penyakit jantung, setelah penyakit paru-paru dan sebelum penyakit hati. Menurut Abdel-Halim dan Elfaqih,  Ibnu Zuhr membuka kajiannya tentang penyakit jantung dengan sebuah pernyataaan, "Penyakit jantung dapat menyebabkan organ-organ lain menderita.''

Ibnu Zuhr membahas berbagai penyakit jantung dimulai dengan tawarrum (pembengkakan), ikhtilaj (deyutan) dan khafaqan (debaran).  Sang dokter membahas ketiganya  dalam judul yang terpisah. Setelah membahas ketiga masalah jantung itu, Ibnu Zuhr lalu membahas tentang pericarditis.

"Pembahasan mengenai pericarditis merupakan karya tertua dari empat manuskrip yang ditulisnya," ujar Abdel-Halim. Hal itu juga dibahas oleh Al-Khoori M dalam karyanya Kitab Al-Taysir Fi Al-Mudawat wa-'l-Tadbir by Marwan Ibn Zuhr.

Menurut Halim dan Elfaqih,  masalah pericarditis diterjemahkan dari halaman 183 dan 184 dari Kitab al-Taysir.  Berikut penjelasan Ibnu Zuhr tentang pericarditis, ''Kumpulan cairan dapat menutupi jantung: Di jantung, dapat terjadi penumpukan cairan yang mirip urine. Cairan itu ditemukan menutupi jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan kematian pada pasien.''

Ibnu Zuhr menuturkan, perawatan terhadap kondisi itu belum pernah dijelaskan dokter mana pun sebelumnya, termasuk Galen. Ia lalu mencari solusi untuk mengobati penyakit pericarditis itu dengan caranya sendiri. ''Pengobatan aromatik dengan cairan, tonik dan pelembab berkualitas, mungkin bermanfaat,'' tutur Ibnu Zuhr.

Selain itu, Ibnu Zuhr juga menawarkan pengobatan lainnya dengan memakan apel atau minum susu segar yang diperoleh dari kambing muda serta mandi dengan air yang hangat. Ia juga menawarkan pengobatan dengan menggunakan sirup "Rayhan"  atau sirup dari  Cendana. Sang dokter juga menginstruksikan pasiennya untuk secara teratur menghirup aroma segar.

''Jika dokter menunda (perawatan) bahkan untuk waktu yang singkat, pasien akan mati karena jantung merupakan salah satu organ vital,'' tuturnya. Sejatinya,  Ibnu Zuhr tidak hanya menjelaskan jenis-jenis pericarditis yang serius, namun juga secara akurat memotret temuannya mengenai penyakit dalam fibrinous pericarditis.

Menurut DeBono DP dalam karyanya berjudul Diseases of the Cardiovascular System," penjelasan Ibnu Zuhr tentang cairan yang menutup pericardium seperti ''air urine''  sangat sesuai dengan temuan kedokteran modern.  "Ini, juga, menunjukkan bahwa ia telah melihat dan mengamati kumpulan  cairan yang belum pernah diperoleh kecuali oleh pericardiocentesis atau bedah mayat."

Ibnu Zuhr tampaknya telah melakukan bedah jantung, karena mampu menjelaskan tentang  "zat padat yang terkumpul di dalam jantung yang menutupi lapisan atas dari lapisan membran".  Abdel-Halim dalam karyanya berjudul Pediatric Urology 1000 Years Ago mengungkapkan,  Kitab al-Taysir Ibnu Zuhr mengikuti skema al-Razi (Rhazes, 841-926 M) dalam mengklasifikasi penyakit menurut organ terpengaruh.

Setiap bab dimulai dengan definisi kolektif dan klasifikasi utama penyakit yang diikuti dengan ringkasan  dari organ yang normal dan abnormal, menganalisis struktur asal dari gangguan penyakit. kemudian membahas gambar klinis, diferensial diagnosa dan prognosa.

"Selain itu, ia mengkritisi tinjauan pandangan orang dahulu dari pengalamannya sendiri," jelas Neuburger M dalam karyanya History of Medicine.  Dalam penjelasannya,  Ibnu Zuhr menyatakan bahwa jantung merupakan sebuah organ vital yang  pokok dan utama.  Dunia Islam telah menyumbangkan begitu banyak penemuan bagi dunia kedokteran modern.


Jejak Hidup Sang Dokter

Abu Marwan Abdal-Malik Ibnu Zuhr. Itulah nama lengkap Avenzoar atau Ibnu Zuhr yang terlahir di Seville, Spanyol, pada tahun 1091 M. Dia dikenal sebagai dokter, apoteker, ahli bedah, sarjana Islam, dan seorang guru. Beberapa sejarawan menyebut Ibnu Zuhr sebagai orang Yahudi, namun Bapak Sejarah Sains, George Sarton memastikan bahwa sang dokter adalah seorang Muslim.

Ia menimba ilmu kedokteran di Universitas Cordoba. Ibnu Zuhr merupakan keturunan dari keluarga Bani Zuhr yang melahirkan lima generasi dokter, termasuk dua di antaranya wanita. Ibnu Zuhrpertama kali belajar praktik kedokteran dari ayahnya bernama Abul-Ala Zuhr (wafat tahun 1131 M). Kakeknya juga adalah seorang dokter yang termasyhur di Andalusia.

Setelah merampungkan studinya, sastra, hukum, dan doktrin, Ibnu Zuhr mulai mendalami ilmu kedokteran secara khusus, Ibnu Zuhr lalu mendedikasikan dirinya untuk penguasa Dinasti Al- Murabitunpenguasa Spanyol Islam setelah padamnya Kekhalifah an Umayyah. Hubungannya dengan penguasa Dinasti Murabitun memburuk ketika Ali Ibnu Yussuf Ibnu Tachfine berkuasa.

Ibnu Zuhr lalu dipenjara selama 10 tahun di Marrakech. Setelah kekuasaan dinasti itu berakhir, Ibnu Zuhr kembali ke Andalusia dan mengabdi pada Abd al-Muminpenguasa pertama Dinasti Al-Muwahidun. Ia adalah teman, murid, dan guru seorang dokter serta filsuf terkemuka Ibnu Rushd. Di era kekuasaan Dinasti Muwahidun, Ibnu Zuhr menulis karya-karyanya. Ia tutup usia pada 1161 M di tanah kelahirannya, Seville. Meski begitu, ia tetap dikenang dan namanya masih tetap abadi.

Ibnu Zuhr mewariskan beberapa kitab kedokteran penting bagi peradaban manusia modern, seperti: Kitab at-Taysirfi al-mudawat wa at-tadbir (Perawatan dan Diet). Ini adalah ensiklopedia kedokteran yang membuktikan bakat dan keahlian Ibnu Zuhr. Dia lalu menawarkan kepada temannya, Ibnu Rushd, untuk mengumpulkan bukunya dalam Generalities in Medicine.

Kedua buku itu saling melengkapi satu sama lain. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada 1490 M dan masih digunakan sebagai referensi hingga abad ke-17 M. Salinan buku kompilasi antara karya Ibnu Zuhr dan Ibnu Rushd itu masih tersimpan di banyak perpustakaan, seperti di Perpustakaan Umum Rabat, perpustakaan-perpustakaan di Paris, Oxford di Inggris, dan Florence di Italia.

Kitab al-Iktisad fi Islah an-Nufus wa al-Ajsad (Curing souls and bodies) adalah rangkuman berbagai penyakit, perawatannya, pencegahan, kesehatan, dan psikoterapi. Salinan kitab ini masih tersimpan di Perpustakaan Istana di Rabat.

Kitab al-Aghdia wa al-adwya (Nutrition and Medication). Dalam kitab ini, Ibnu Zuhr menjelaskan beragam jenis makanan bergizi, obat-obatan, serta dampaknya bagi kesehatan risalah. Dua salinannya masih tersimpan dengan baik di Perpustakaan Istana di Rabat. Lewat karya-karyanya itulah pemikiran Ibnu Zuhr hingga kini tak pernah mati.

Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditakuti umat manusia. Badan kesehatan dunia, WHO memperkirakan pada 2010, kanker akan menjadi penyakit penyebab kematian nomor wahid di dunia mengalahkan serangan jantung. Menurut prediksi WHO, pada 2030, akan ada 75 juta orang yang terkena kanker di seluruh dunia.

Sejatinya, kanker bukanlah penyakit baru. Di era kejayaan peradaban Islam, para dokter Muslim telah mampu mendiagnosis dan mengobati penyakit kanker. Tak hanya itu, dokter Muslim, seperti Ibnu Sina dan al-Baitar pun telah menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit yang mematikan itu.

Adalah al-Baitar, seorang ilmuwan Muslim abad ke-12 M yang berhasil menemukan ramuan herbal untuk meng obati kanker bernama Hindiba. Ramuan Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu mengandung zat antikanker yang juga bisa menyembuhkan tumor dan ganguan-gangguan neoplastic.

Kepala Departemen Sejarah dan Etika, Universitas Istanbul, Turki, Prof Nil Sari dalam karyanya Hindiba: A Drug for Cancer Treatment in Muslim Heritage, telah membuktikan khasiat dan kebenaran ramuan herbal Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu. Ia dan sejumlah dokter lainnya telah melakukan pengujian secara ilmiah dan bahkan telah mempatenkan Hindiba yang ditemukan al-Baitar.

Menurut Prof Nil Sari, Hindiba telah dikenal para ahli pengobatan (pharmacologis) Muslim, serta herbalis di dunia Islam. Umat Muslim telah menggunakan ramuan untuk menyembuhkan kanker jauh sebelum dokter di dunia Barat menemukannya, ungkap Prof Nil Sari.

Setelah melakukan pengujian secara ilmiah, Prof Nil Sari menyimpulkan bahwa, Hindiba memiliki kekuatan untuk mengobati berbagai penyakit. Hindiba dapat membersihkan hambatan yang terdapat pada saluran-saluran kecil di dalam tubuh, khususnya dalam sistem pencernaan. Tapi domain yang paling spektakuler adalah kekuatannya yang dapat menyembuhkan tumor ungkapnya.

Untuk melacak khasiat dan ramuan Hindiba, Prof Nil Sari pun melakukan penelitian terhadap literatur pengobatan masa lalu. Ia melacak dua masterpiece ilmuwan Muslim, yakni Ibnu Sina lewat Canon of Medicine serta ensiklopedia tanaman yang ditulis al-Baitar.

Ketika kami melihat teks lama secara lebih dekat, kami melihat adanya kebenaran yang sedikit sekali kami ketahui tentang ramuan tanaman (herbal) di masa lalu,ungkapnya. Dalam teks peninggalan kejayaan Islam itu dijelaskan bahwa Hindiba dan berbagai jenis herbal lainnya dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni herbal yang diolah dan herbal yang tak diolah.

Menurut teks pengobatan kuno, keampuhan pengobatan kanker dengan menggunakan Hindiba didasarkan atas pertimbangan teoritis pengobatan, yakni efek obat-obatan medis beroperasi sesuai dengan sifat dari konstituen. Menurut Prof Nil, konstituen yang dihasilkan dari dekomposisi akan memiliki efek yang disebut energi. Potensi kualitas panas dan dingin dalam sifat obat akan keluar sebagai hasil dekomposisi dalam tubuh.

Komponen aktif komponen alami yang panas akan segera bereaksi. Akan tersebar melalui jaringan secara efektif. Konstituen panas bereaksi sebelum konstituen dingin dan membersihkan hambatan dalam saluransaluran kecil pada bagian tubuh dan memperlancar penyebaran konstituen dingin. Kemudian, unsur dingin itu datang dan mulai berfungsi menjalankan fungsinya.

Dalam risalah kedokteran berbahasa Arab, peninggalan era keemasan Islam, disebutkan bahwa semua jenis pembengkakan seperti kutil atau benjolan telah menyebabkan gangguan pada saluran. Sedangkan kanker digambarkan sebagai massa yang keras. Diidentifikasi sebagai pembengkakan yang keras, kanker berkembang dari kecil kemudian menjadi besar ditambah dengan rasa sakit.

Mengutip catatan Ibnu Sina dalam Canon of Medicine, Prof Nil Sari mengungkapkan, tumor atau kanker, bila di biarkan akan semakin bertambah ukur annya. Sehingga kanker itu akan menyebar dan merusak. Akarnya dapat menyusup di antara elemen jaringan tubuh. Prof Nil Sari menemukan gambaran serupa tentang kanker dalam manuskrip pengobatan di era Usmani.

Menurut Ibnu Sina, tumor digolongkan menjadi dua, yakni tumor panas dan dingin. Tumor yang berwarna dan terasa hangat saat disentuh biasanya disebut tumor panas, sementara tumor yang tidak berwarna dan terasa hangat disebut tumor dingin. Ibnu Sina menyebut kanker sebagai bentuk tumor yang berada di antara tumor dingin.

Khasiat Hindiba diteliti Prof Prof Nil Sari dengan menyajikan data yang mendalam mengenai latar belakang teori percobaan invivo dan invitro dengan sari herbal dari Turki. Ia memulai dari filsafat Turki Usmani, yang berakar dari pengobatan Islam. Dalam karyanya ini, disebutkan bahwa obat Cichorium intybus L dan Crocus sativus L diidentifikasi sebagai alternatif tanaman yang identik satu sama lain yang merupakan komponen aktif untuk pengobatan kanker.

Prof Nil Sari dan rekannya Dr Hanzade Dogan mencampurkan C intybus L dan kunyit (saffron) dari Safranbolu, seperti yang dijelaskan teks pengobatan lama. Yang lebih menarik adalah hasil penelitian laboratorium kami yang menunjuk kan bahwa dari ekstrak C intybus L yang ditemukan menjadi paling aktif pada kanker usus besar, ujar Prof Nil Sari.

Menurut dia, Hindiba terbukti sangat efektif mengobati kanker. Sayangnya, kata dia, pada zaman dahulu, Hindiba lebih banyak disarankan sebagai obat untuk perawatan tumor. Hal itu terungkap dalam kitab Ibnu al-Baitar. Menurut al-Baitar, jika ramuan Hindiba dipanaskan, dan busanya diambil dan disaring kemudian diminum akan bermanfaat untuk menyembuhkan tumor.

Pakar pengobatan di era Kesultanan Turki Usmani, Mehmed Mumin, mengung kapkan bahwa Hindiba bisa meng obati tumor dalam organ internal. Namun, lebih sering dianjurkan untuk perawatan tumor pada tenggorokan. Jika kayu ma nis di campurkan pada jus Hindiba (khu sus yang diolah dengan baik) dapat digunakan un tuk obat kumurkumur serta ber manfaat pula untuk perawatan tumor, sakit dan radang tenggorokan.
Al-Baitar: Sang Penemu Hindiba
Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi, itulah nama lengkap ilmuwan Muslim legendaris yang biasa dipanggil al-Baitar. Ia adalah seorang ahli botani (tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada era kejayaan Islam. Terlahir pada akhir abad ke-12 M di kota Malaga (Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia tersebut.

Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak dewasa, dia pun belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masa itu merupakan ahli botani terkemuka. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.

Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari ragam tumbuhan. Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri sepanjang pantai utara Afrika dan Asia Timur Jauh. Tidak diketahui apakah jalan darat atau laut yang dilalui, namun lokasi utama yang pernah disinggahi antara lain Bugia, Qastantunia (Konstantinopel), Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia. Setelah tahun 1224 al-Baitar bekerja untuk al-Kamil, gubernur Mesir, dan di percaya menjadi kepala ahli tanaman obat.

Tahun 1227, al-Kamil meluaskan kekuasaannya hingga Damaskus dan al-Baitar selalu menyertainya di setiap perjalanan. Ini sekaligus dimanfaatkan untuk banyak mengumpulkan tumbuhan. Ketika tinggal beberapa tahun di Suriah, Al-Baitar berkesempatan mengadakan penelitian tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Saudi Arabia dan Palestina, di mana dia sanggup mengumpul kan tanaman dari sejumlah lokasi di sana. Sumbangsih utama Al-Baitar adalah Kitab al-Jami fi al-Adwiya al- Mufrada.

Buku ini sangat populer dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan kaitannya dengan ilmu pengobatan Arab. Kitab ini menjadi rujukan para ahli tumbuhan dan obat-obatan hingga abad ke-16. Ensiklopedia tumbuhan yang ada dalam kitab ini mencakup 1.400 item, terbanyak adalah tumbuhan obat dan sayur mayur termasuk 200 tumbuhan yang sebelumnya tidak diketahui jenisnya. Kitab tersebut pun dirujuk oleh 150 penulis, kebanyakan asal Arab, dan dikutip oleh lebih dari 20 ilmuwan Yunani sebelum diterjemahkan ke bahasa Latin serta dipublikasikan tahun 1758. Karya fenomenal kedua Al-Baitar adalah Kitab al-Mughni fi al-Adwiya al-Mufradayakni ensiklopedia obat-obatan.

Obat bius masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab tentang beragam khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pada masalah pembedahan yang dibahas dalam kitab ini, Al-Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama, Abul Qasim Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama Latin dan Yunani kepada tumbuhan, serta memberikan transfer pengetahuan.

Kontribusi Al-Baitar tersebut merupakan hasil observasi, penelitian serta peng klasifikasian selama bertahun-tahun. Dan karyanya tersebut di kemudian hari amat mempengaruhi perkembang an ilmu botani dan kedokteran baik di Eropa maupun Asia. Meski karyanya yang lain K itab Al-Jamibaru diterjemahkan dan dipublikasikan ke dalam bahasa asing, namun banyak ilmuwan telah lama mempelajari bahasan-bahas an dalam kitab ini dan memanfaatkannya bagi kepentingan umat manusia.(rpb) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar